"Braaaak!!" pintu ganda yang dibelakangi sofa terbuka, suaranya yang lumayan kencang mengejutkan mengambil alih fokus dari semua orang. Di ikuti seorang pria masuk dengan muka yang tampak galak, rambutnya dipotong tipis di kedua sisi serta rapi disisir kebelakang, badannya tinggi besar mengenakan setelan jas dan celana bahan hitam, dilengkapi kemeja putih berdasi merah. Pria itu dari pintu masuk langsung menghampiri Helena dengan tergesa-gesa.
"Henry!!" ucap Helena yang segera berlari kepada pria yang baru masuk tersebut dan segera memeluknya
Henry dengan kekhawatiran diwajahnya berusaha menenangkan Helena yang sedikit terguncang dipelukannya, dia menyadari sesuatu telah terjadi dengan melihat raut muka Feshikha dan pak Jaya. Tanpa menunggu lama wajahnya yang terlihat galak tidak bisa menutupi keterkejutannya ketika melirik perempuan yang tertelungkup di sofa, dia tahu bahwa kematian telah mengklaim seseorang di mansionnya kembali. Dari arah pintu tempat Henry masuk ikut muncul tiga orang lainnya, satu seorang pria umur tiga puluh tahunan dengan tinggi dibawah Haidar, mengenakan Pakaian yang sama dengan pak Jaya kecuali tanpa tarbus hitam di kepala, rambutnya pendek rapi metampakkan kening serta wajah yang cukup serius dengan kumis tipis. Dua orang lainnya adalah perempuan seumuran dengan Feshikha, yang satunya mengenakan seragam yang sama seperti perempuan yang tertelengkup di sofa, rambutnya pendek bob cut berwarna cokelat cerah. Perempuan yang satunya lagi mengenakan pakaian juru masak dengan apron merah tanpa memakai topi koki, rambutnya di ikat sanggul kebelakang serta sisi kanan rambutnya dibiarkan menutupi pipi dengan panjang sedikit melebihi dagu.
Mereka bertiga tertegun ketika melihat salah satu rekan kerja mereka tertelungkup diatas sofa, sebuah tampilan yang tidak mengenakan dengan kepala yang tersangga oleh sandaran tangan menopang dagu menutup mulutnya yang awal menganga saat menempel diatas atap, dengan mata kosongnya masih memberikan tatapan hampa dan putus asa.
"Cahya!!" Teriak perempuan dengan pakaian juru masak.
Perempuan itu akan berlari menghampiri tubuh yang ada di sofa, namun sebelum dia sampai ditengah jalan.
"BERHENTI" Ucap Haidar tegas di ikuti isyarat tangan berusahan menghentikan siapapun yang mendekati tubuh di sofa.
Haidar kemudian membuka briefcasenya dan mengambil sepasang sarung tangan yang langsung dia kenakan. Dia berdiri berjalan sambil membawa briefcase miliknya mendekati tubuh Cahya di sofa, mengamatinya sebentar secara keseluruhan dan terlihat berbisik berdoa, kemudian dia menutup mata yang tampak kosong tersebut dengan perlahan, menghapus sedikit pemandangan yang kelam dan membiarkan Cahya tampak sedang beristirahat dengan tenang.
"Tidak ada yang boleh mendekatinya" Ucap Haidar sambil menghadap kepada yang lain, menegaskan kepada mereka bahkan tuan rumah sekalipun untuk menjauh dari tubuh Cahya.
"Bisa jelaskan apa yang terjadi?" Tanya Henry dengan dengan nada suara tegas dan jelas
"Hmmm... Kami sedang duduk dan dia tiba-tiba muncul di atas kami" Jawab Haidar singkat
"Dan siapa kamu?" Tanya Henry kembali dengan wajah yang sedikit kesal
"Aku yang mengundangnya kemari, Feshikha bilang dia mungkin bisa membantu" Ucap Helena menjelaskan kepada Henry
Henry menjauh dari Helena, melepaskan pelukannya dengan lembut dan berjalan dengan tegas mendekati Haidar. Tubuhnya yang besar dapat memberikan aura wibawa dan sedikit intimidasi kepada orang yang berhadapan dengannya, namun Haidar tampak tenang, ketenangan yang sebenarnya sedikit menganggu mengingat apa yang sudah terjadi baru-baru ini.
"Apa kau sama dengan wanita gila itu?" Tanya Henry dengan tegas
"Wanita gila?" Jawah Haidar dengan ekspresi keheranan.
"Kemarin seorang wanita datang, mengatakan hal buruk tentang mansion ini dan memintaku untuk segera pergi" ucap Henry menjelaskan kepada Haidar, "Kau lihat, sebenarnya aku sudah cukup lelah, polisi juga ikut-ikutan tidak masuk akal, aku butuh jawaban yang pasti dan bukan omong kosong" sambung Henry dengan tegas.
Haidar tersenyum dingin menanggapi ucapan Henry
"Pak Henry saya hanya seorang penyidik swasta yang tertarik membantu dengan kasus yang anda hadapi" Ucap Haidar, "Saya tidak tahu wanita yang anda maksud, tapi dengan situasi yang kita hadapi perpektif yang baru mungkin bisa berguna untuk menemukan jawaban" sambung Haidar.
Henry menyimak apa yang disampaikan Haidar, dengan kejanggalan yang terjadi memang mulai memberikannya spekulasi, bahwa yang dia hadapi mungkin sesuatu diluar kewajaran akal manusia, korban sudah menjadi enam orang sementara polisi belum bisa mendapatkan petunjuk tentang siapa yang mungkin jadi pelaku, orang luarkah atau orang dalam. Namun tetap saja menyulitkan Henry untuknya menerima sudut pandang mistis, yang menurutnya merusak prinsip logika yang dimilikinya.
"Kau bahkan tidak perlu memikirkan bayaranku jika aku memang tidak membantu dalam masalah ini" Lanjut Haidar memberikan tawaran kepada Henry
Henry tampak meragukan Haidar, mempercayai orang asing yang baru dia temui merupakan sebuah pertaruhan yang besar, terlalu beresiko mengingat sudah beberapa nyawa yang menghilang. Namun disaat yang sama tidak banyak yang bisa dia lakukan sendiri, serta prioritas utama harus segera diselesaikan.
"Haaah.... ya sudahlah, kita lihat apa yang bisa kau lakukan, tapi aku tidak akan mengharapkan apapun" Henry menghela napas dan setuju dengan tawaran Haidar.
"Itu cukup baik untukku" Jawab Haidar dengan ramah
"Jadi apa rencanamu?" Tanya Henry sambil menyilangkan tangannya
"Feshikha kau hubungi kantormu" ucap Haidar kepada Feshikha
"Beberapa rekanku sudah ditempatkan diluar mansion untuk bersiaga, aku akan menguhubungi mereka" ucap Feshikha sambil berkomunikasi melalui radio
"Oke Kerja bagus" balas Haidar, "Untuk sekarang lebih baik semua pindah tempat" Ucap Haidar sambil melihat kepada yang lain
Melalui pintu ganda tempat Henry masuk, mereka semua pergi ke bagian mansion yang lebih dalam, dibalik pintu tersebut terdapat sebuah aula besar dengan dua tangga megah di kedua ujungnya yang menghadap kepada mereka. sebuah pintu ganda lainnya berdiri diantara kedua tangga tersebut dengan dua guci besar pada sisinya. Beraneka ragam ornamen seperti meja kecil, guci, vas dan lukisan ditata mengisi sisi aula, bagian tengah aula kosong dengan beralaskan karpet merah yang hampir memenuhi seluruh lantai. Di arah timur tepatnya sebelah kiri mereka terdapat dua pintu lainnya, yang satu terletak pada dinding dekat dengan tangga dan yang satunya tepat disamping pintu mereka masuk. Sementara itu dibagian baratnya terdapat sebuah lorong dengan pintu sebagai ujungnya, keseluruhan dari Aula di terangi oleh cahaya redup dari chandelier dan lampu-lampu hias di dinding.
"wow seperti sudah malam disini" Ucap Haidar melihat sekelilingnya yang redup
Cahaya yang kurang memberikan suasana kelam dan mencekam, kesunyian didalam mansion yang tampak tidak biasa memberikan tekanan kepada batin seperti sebuah kesendirian, membuat semua yang hadir berkumpul bersama ditengah aula. Haidar yang sejak tadi melihat-lihat kompas miliknya segera terduduk membuka briefcase di atas lantai, dia mengeluarkan kapak silver yang masih terlipat, disusul dengan melepas blazer miliknya. Di balik blazernya selama ini dia mengenakan sebuah holster khusus, kapak silver kemudian di tempatkan pada slot dibelakang pinggangnya, serta tampak slot peluru yang terisi berjejer mengitari bagian depannya. Semua orang tampak memperhatikan Haidar, terutama ketika dia mengeluarkan sebuah revolver dari dalam briefcasenya, Henry tampak terkejut melihat senjata-senjata tersebut tersebut.
"Senjata api dan kapak, briefcasemu punya kejutan yang unik" Ucap Henry
"Hanya untuk berjaga-jaga" balas Haidar sambil tetap sibuk dengan briefcasenya.
"Berjaga-jaga? Haah.... Ku harap kau memiliki izin untuk pistol itu" Ucap Henry keheranan
"Izin? Aku punya fotokopinya jika kau mau" Balas Haidar sambil melambaikan selembar kertas
Disaat yang sama Feshikha tampak sedang kesal, dia mencoba beberapa kali menghubungi rekannya melalui radio namun hanya statis disetiap salurannya, dia pun beralih kepada handphone lipat yang diambil dari saku. Namun setiap panggilan yang dilakukan selalu terputus seketika, seakan panggilannya ditolak oleh lawan bicara. Melihat pada handphone miliknya Feshikha menyadari bahwa indikator sinyal muncul dan menghilang bergantian, serta terjadi sedikit gangguan pada layar handphonenya, dirasa ada yang tidak beres dia pun langsung menghampiri Haidar.
"Haidar aku tidak bisa menghubungi siapapun" Ucap Feshikha kepada Haidar dengan serius
Haidar terhenti sejenak
"Hah... dugaanku benar" ucap Haidar menghela napas
"Sepertinya lebih baik kita semua keluar bukan?" Tanya Feshikha
"Oh itu terlintas di kepalaku ketika melihat perempuan di sofa, tapi sepertinya semenjak kita masuk mansion ini, jalan keluar tidak sama dengan jalan masuk" Ucap Haidar sambil mengambil sebuah botol berisi garam dari briefcasenya.
Ketika Haidar hendak bergerak berdiri, dia melihat jarum merah pada kompasnya melakukan pergerakan.
"Haah!" teriak singkat pelayan pria berkumis tipis dengan ekspresi takut sambil bergerak mundur.
"Kenapa Yana?" Tanya Henry dengan tegas kepada pria berkumis tipis tersebut, "Hah, apa lagi itu?" Di ikuti dengan ekspresi mencekam yang tergambar dari muka Henry
Semua ikut melirik ke arah Yana melihat, mereka tampak tertegun kaku dengan pemandangan yang mereka saksikan. Pada dinding sebelah barat dekat tangga sebuah titik merah muncul, titik itu semakin membesar dengan cepat seperti sebuah cairan yang merembes menyebar pada pakaian. Aroma besi mulai menyebar, titik merah itu perlahan berubah menjadi gumpalan besar yang mengkilap segar, dari tengah gumpalan itu terbuka melebar sebuah lorong hidup yang cukup untuk menelan orang dewasa. Mulut lorong itu menggeliat, dari dinding licinnya cairan merah kehitaman tampak keluar tapi tidak jatuh kebawah, melainkan melayang-layang disekitar gumpalan tersebut.
Hawa ruangan pun menjadi dingin, di ikuti lampu redup yang semakin melemah cahayanya. Seorang pelayan perempuan dengan rambut bob cut pendek bergerak mundur perlahan, sembari ketakutan yang tampak pada ekspresinya dan tanpa sengaja menabrak Helena.
"Waah... maaf madam" ucap pelayan perempuan itu
Helena meraih tangan pelayan perempuan itu, mereka berdua tampak tidak nyaman dengan gumpalan merah itu, begitu pun dengan yang lainnya ikut perlahan bergerak mundur, insting mereka semua sepakat bahwa yang ada dihadapan mereka adalah ancaman. Henry bergerak mendekati istrinya, Yana berdiri kaku gemetar, Pak Jaya mengeluarkan kepingan Halo miliknya sambil berdoa, serta perempuan juru masak berdiri senyap, sementara Feshikha meraih pistolnya bersiap untuk menggunakannya kapanpun dibutuhkan.
"Jangan Feshikha, apapun yang muncul jangan memancingnya menyerangmu, hanya aku yang boleh melawannya" Ucap Haidar
"Tapi-" Ucap Feshikha
"Fokus saja untuk melindungi yang lain, ini ambilah" Ucap Haidar memotong kata-kata Feshikha sambil melemparkan botol garam kepadanya, "Buatlah lingkaran dengan garam itu dan masuk ketengahnya bersama yang lain" sambung Haidar sambil mengambil kompas miliknya dilantai.
Sedikit mereka ketahui, gumpalan daging yang sama muncul dibelakang mereka, namun tidak pada dinding melainkan dilantai, "Ck-ck, Zzt-zzt" tiba-tiba lampu yang sudah redup sekarang berkedip-kedip, di ikuti dengan gumpalan kedua yang juga membuka lubangnya. Dari dalamnya muncul dengan halus sebuah siluet tangan kanan yang besar, di ikuti tangan lainnya menopang pada lantai berusaha menunjang anggota tubuh lainnya untuk bisa keluar dari lubang. Perlahan keluar menunjukkan kepala hingga tampil seutuhnya, siluet makhluk tersebut tampak jelas seperti manusia, dengan tangan yang lebih panjang besar, tubuh yang berdiri kokoh pada kedua kakinya serta tinggi sekitar tiga meter. tampak dengan cahaya redup berkedip sebuah tatapan mengerikan dari kedua mata merah menyala pada tonjolan seperti kepala, wajahnya tidak jelas karena redup namun sekilas terlihat sebuah senyuman lebar yang memberi rasa tidak nyaman dan mengancam.
Bersambung