Fang Ye bersandar lemas pada batang pohon tua, napasnya berat dan terputus-putus. Tubuh barunya yang lemah terasa rapuh, hampir tidak mampu menopang dirinya lebih lama lagi. Bayi dalam dekapannya bergerak pelan, tetapi tetap tertidur dengan napas kecil yang teratur. Cahaya matahari pagi yang pucat mulai merayap melewati dedaunan lebat di atasnya, membentuk pola cahaya dan bayangan di wajahnya yang pucat pasi.
Tangannya yang lemah perlahan menggali tanah lembap dengan jemari kaku dan gemetar. Setiap genggaman tanah terasa sedikit sakit. Tanah yang ia gali bukan sekadar ritual untuk mengubur plasenta—tapi seperti simbol dari kekalahan yang terus membayangi pikirannya. Fang Ye, seorang Venerable Demon, kini berada dalam tubuh seorang wanita yang bahkan tak mampu berdiri tegak tanpa gemetar.
Namun, pikirannya tidak berhenti. Di balik keheningan pagi yang sunyi, kenangan dari peperangan besar itu kembali menghantam kesadarannya.
[Lima Bulan Sebelumnya - Puncak Perang Sekte Langit Bunga Mint]
Fang Ye berdiri di puncak bukit berbatu, tubuhnya berlumuran darah—darah dari musuh-musuhnya, dan mungkin juga sebagian miliknya sendiri. Di bawah bukit itu, mayat 7.089 murid Sekte Langit Bunga Mint berserakan bagai daun yang berguguran di musim dingin. Sebelas Master Sekte berdiri dalam formasi melingkar, mengelilingi Fang Ye dengan tatapan penuh tekad dan kebencian.
["Satu lawan sebelas... menarik,"]
Awalnya, ia percaya bahwa ia masih bisa menang. Kekuatan, kecerdasan, dan pengalaman telah membawanya sejauh ini—tapi semakin lama pertarungan berlangsung, semakin ia menyadari ada sesuatu yang salah. Tidak ada retakan dalam formasi mereka, tidak ada tanda-tanda kelemahan yang biasanya ia manfaatkan untuk membalikkan keadaan. Mereka bertarung dengan kesatuan sempurna, seakan-akan mereka bukan sebelas orang berbeda, melainkan satu kesatuan yang bergerak di bawah satu komando.
Dan saat itulah ia melihatnya.
Shen Lianhua.
Sang leluhur paras yang cantik berdiri di kejauhan, di atas tebing tertinggi, mengenakan jubah putih yang berkibar dihembus angin perang. Wajahnya dingin bagaikan patung porselen, dan matanya memancarkan ketenangan yang menakutkan. Itu bukan ketenangan seseorang yang menghadapi musuh berbahaya—itu adalah ketenangan seorang pemain catur yang sudah memenangi permainan sebelum bidak pertama digerakkan.
"Kau sudah merencanakan ini sejak awal," bisik Fang Ye dalam hati, kesadaran pahit menyergapnya seperti racun yang meresap perlahan ke dalam pembuluh darah.
Selama lima bulan terakhir, Fang Ye telah menanamkan benih kekacauan di dalam Sekte Langit Bunga Mint. Ia mencuri gulungan rahasia Teknik Bela Diri Leluhur, mengadu domba murid dan tetua, serta merusak pondasi kepercayaan di antara mereka. Ia yakin rencananya sempurna. Ia yakin perang ini akan berakhir dengan dia sebagai pemenangnya.
Namun, semuanya telah terbaca oleh Shen Lianhua.
Wanita itu tidak hanya membiarkan Fang Ye bergerak, tetapi juga menciptakan ilusi bahwa rencana Fang Ye berjalan dengan sempurna. Semua kekacauan yang ia lihat, semua amarah yang meledak dari para tetua, dan semua fraksi yang tampaknya saling bertikai—semuanya adalah sandiwara yang dirancang dengan sempurna. Fang Ye tidak pernah memanipulasi mereka. Mereka yang memanipulasinya.
Dan ketika ia menyadari semua itu, sudah terlambat.
Serangan dari Sebelas Master Sekte datang bersamaan seperti badai maut. Teknik tertinggi, serangan mematikan, dan kekuatan spiritual yang berlapis-lapis menghantam Fang Ye tanpa henti.
Pada akhirnya, tubuhnya jatuh ke tanah. Pandangannya kabur, napasnya pendek, dan di sela-sela kesadarannya yang mulai pudar, ia melihat Shen Lianhua sekali lagi. Wanita itu tidak bergerak dari tempatnya, hanya menatapnya dengan mata yang penuh kepastian.
"Kau sudah kalah sejak awal," mata itu seakan berkata padanya.
Jari Fang Ye terus menggali tanah dengan lemah. Nafasnya pendek, tubuhnya gemetar, tetapi ia terus bergerak. Plasenta itu akhirnya dikubur di lubang dangkal yang berhasil ia gali
["Shen Lianhua… kau monster yang lebih besar daripada aku."]
Ia memejamkan mata sejenak, membiarkan rasa sakit dan kelelahan meresap ke dalam tulangnya. Ia kalah bukan karena ia kurang cerdas atau kurang kuat—ia kalah karena ia menghadapi musuh yang sama liciknya, tetapi memiliki pandangan yang jauh lebih luas darinya.
Namun, pertanyaannya sekarang adalah—mengapa ia ada di tubuh ini?
Tubuh ini bukan miliknya. Ia ingat mantra pemanggilan iblis yang dilakukan oleh seorang wanita—pemilik tubuh ini—sebelum semuanya menjadi gelap. Wanita itu, meskipun berhasil memanggil sesuatu, membayar harganya dengan nyawa.
["Kenapa aku? Apa tujuan ritual itu sebenarnya?"]
Fang Ye menatap bayi dalam pelukannya, wajahnya tetap datar dan dingin. Ada sesuatu di sini, sesuatu yang lebih besar dari sekadar kebetulan. Tubuh ini, bayi ini, dan mantra itu semuanya adalah bagian dari teka-teki yang lebih besar.
"Shen Lianhua... Jika aku berhasil kembali ke puncak, maka permainan ini akan kubalikkan."
Langkah kecil Fang Ye membawa tubuh lemah itu menjauh dari pohon tua. Bayi itu tetap berada di pelukannya, napas kecilnya terdengar lembut. Di tengah rasa sakit, kelemahan, dan dendam yang membara, satu pemikiran mendominasi benak Fang Ye:
"Permainan belum selesai."