Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Toward Eternal Life

🇮🇩IdrisTamyiz
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
217
Views
Synopsis
Digerogoti penyesalan mendalam atas kesalahan masa lalu, Hendra harus menerima kenyataan pahit bahwa hidupnya akan segera berakhir akibat penyakit mematikan. Namun, takdir mempermainkan hidupnya. Saat nyawanya melayang, ia terlahir kembali sebagai Zhao Zhang, seorang bayi mungil. Dengan ingatan masa lalu yang masih segar, Zhao Zhang (Hendra) bertekad untuk memperbaiki kesalahan dan mengejar kehidupan abadi. Perjalanan spiritualnya dimulai, namun rintangan demi rintangan menghadang. Mulai dari persaingan sengit di dunia kultivasi hingga misteri kehidupan abadi yang belum terpecahkan, Zhao Zhang harus berjuang keras untuk mencapai tujuannya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Kelahiran kembali.

Di dalam apartemen yang berantakan, Hendra menatap kertas di tangannya. Matanya membulat tak percaya. Kanker stadium empat. Kata-kata itu seakan menusuk hatinya. Ingatan masa lalu berputar cepat di kepalanya: semua kesalahan, semua peluang yang terlewatkan, semua waktu yang terbuang sia-sia.

"Kenapa baru sekarang aku menyesal?" gumamnya lirih. Dadanya terasa sesak, napasnya tersengal-sengal. Setiap helaan napas terasa seperti siksaan. "Andai saja..." batinnya, namun kata-kata itu terhenti di tengah jalan. Tubuhnya merosot lemas, kemudian menghembuskan napas terakhirnya.

Di tempat yang berbeda, di salah satu rumah di Klan Zhao, angin malam menerpa jendela kamar, membawakan aroma tanah basah. Di dalam ruangan yang remang-remang, seorang wanita mengerang kesakitan. Peluh membasahi dahinya, namun ia terus berjuang. Akhirnya, dengan sekuat tenaga, ia melahirkan seorang bayi laki-laki. Tangisan bayi itu memecah keheningan malam, membawa harapan baru bagi Klan Zhao.

Pelayan membungkus bayi itu dengan kain hangat dan menyerahkannya pada wanita itu. "Dia sehat, Nyonya," ujarnya sambil tersenyum.

Wanita itu menatap bayi mungil di pelukannya, matanya berkaca-kaca. Ia memberi nama bayi itu Zhao Zhang, berharap anak laki-lakinya tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan bijaksana.

Kesadaran Hendra melayang di dalam terowongan cahaya, terombang-ambing di antara warna-warni yang tak pernah ia saksikan sebelumnya. Suara-suara berbisik lirih, seolah menuntunnya menuju tujuan yang tak diketahui. Rasa takut berganti dengan penasaran, sementara ingatan masa lalunya perlahan memudar seperti kabut yang tertiup angin.

Hendra terbangun dengan degup jantung yang terasa asing, lebih kuat dan bersemangat. Udara yang ia hirup pun terasa berbeda, lebih segar dan ringan. Pandangannya jatuh pada langit-langit kayu yang diukir dengan motif bunga. Dinding kamar dihiasi kain berwarna cerah. "Di mana ini?" gumamnya pelan. "Kenapa tangan saya begitu kecil?" Ia mencoba menggerakkan jari-jarinya, mengamati dengan takjub tubuh mungil yang kini ia diami. Rasa bingung dan takut bercampur dengan secercah keingintahuan yang tak tertahankan. Ia mencoba untuk duduk, namun tubuhnya terasa lemas.

Saat itulah ia melihat seorang wanita dengan wajah yang sangat lembut tersenyum padanya. Matanya yang berkilau memancarkan kasih sayang yang begitu dalam. Wanita itu menggendongnya erat, aroma tubuhnya yang wangi membuat Hendra merasa tenang. "Siapa wanita ini dan apa yang dia katakan?" gumamnya lirih.

"Apa aku benar-benar bereinkarnasi? Tapi, kenapa aku bisa bereinkarnasi? Bagaimana ini bisa terjadi? Ah, sudahlah. Karena sudah seperti ini, aku akan melakukan yang terbaik di kehidupan ini. Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah kuperbuat. Aku akan menunjukkan pada dunia bahwa aku layak mendapatkan kesempatan kedua," gumamnya dalam hati.

Hembusan angin musim gugur terasa dingin di kulit Zhao Zhang. Ia menggigil kecil, menarik jubahnya lebih rapat. Daun-daun merah keemasan berputar-putar di luar jendela kamarnya, jatuh melayang bagai hujan yang ringan. Di balik kaca jendela yang mulai buram, dunia seakan menari dalam balutan warna musim gugur. Sepuluh tahun telah berlalu sejak ia terbangun di dunia yang asing ini, dunia yang kini menjadi rumahnya.

"Sepuluh tahun..." gumamnya lirih, suaranya nyaris tenggelam dalam deru angin. Matanya menerawang jauh. "Dua tahun pertama terasa begitu lambat. Aku seperti bayi raksasa yang terjebak dalam tubuh mungil, belajar merangkak, belajar berbicara. Tapi semuanya berubah ketika aku menemukan tumpukan buku kuno di perpustakaan Kakek."

Sebuah senyuman tipis mengembang di bibirnya. "Empat tahun. Usia di mana anak-anak lain masih asyik bermain, aku sudah mulai melatih tubuhku. Lari pagi dan sore, membaca gulungan-gulungan kuno hingga larut malam. Ibu kadang melarangku, tapi aku tidak peduli."

Bayangan wajah ibunya melintas di benaknya. "Enam tahun. Usia di mana dunia terasa runtuh. Ibu... pergi meninggalkanku. Mencari Ayah yang tak pernah kembali dari ekspedisinya di Hutan Terlarang. Hanya menyisakan surat dan kalung giok sebagai kenang-kenangan."

Zhao Zhang menghela napas panjang, berusaha mengusir kesedihan yang tiba-tiba menyergap. Ia mengalihkan pandangannya ke buku tua di tangannya, sebuah buku bernama Highest Grade Qi Purification. "Sejak saat itu, aku hanya punya Kakek. Dan buku tua ini... menjadi satu-satunya pelampiasanku. Menjadi satu-satunya harapanku."

Ia mengepalkan tangan, merasakan aliran energi yang berdenyut di tubuhnya. "Aku tidak akan menyia-nyiakan waktu lagi. Aku akan menjadi kuat. Cukup kuat untuk melindungi Kakek. Cukup kuat untuk menemukan Ayah dan Ibu." Tekadnya membara, sekuat api yang membakar daun-daun kering di musim gugur.

"Ia ingat, saat pertama kali membuka mata di dunia baru ini, ia merasa asing. Dunia yang dulu ia kenal, dunia tanpa adanya qi, terasa sangat jauh berbeda dengan dunia ini, di mana qi mengalir dalam tubuh setiap manusia. Hanya sedikit yang mampu mengolah energi spiritual ini. Mereka yang berhasil, dikenal sebagai kultivator, dan memiliki kekuatan yang jauh melampaui manusia biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa dengan kehidupan di Klan Zhao, salah satu klan menengah yang cukup berpengaruh di Kekaisaran Bintang Jatuh."

"Sepertinya ini sudah waktunya," gumam Zhao Zhang dengan senyum tipis. Ia menarik napas dalam-dalam, matanya terpejam rapat. Hari ini, akan menjadi awal dari perjalanan panjang sebagai seorang kultivator. Dengan tekad bulat, ia duduk bersila di atas tempat tidur bambu. Proses kultivasi pun dimulai. Qi murni yang tersebar di seluruh tubuhnya mulai berkumpul di bawah pusarnya, berputar semakin cepat hingga membentuk sebuah titik cahaya yang berpijar. Titik cahaya itu perlahan membesar, menjadi inti dari dantiannya.

"Setelah bertahun-tahun berlatih dengan sabar, akhirnya aku berhasil memasuki ranah Qi Gathering," gumam Zhao Zhang dengan senyum lega. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dan sosok tua dengan janggut putih melangkah masuk. "Zhao kecil, apa kau di dalam?" suara sang kakek terdengar riang.

"Kakek!" seru Zhao Zhang, terkejut. Ia segera berdiri dan menyambut kakeknya dengan hormat. "Kakek dari mana saja? Dari pagi kakek sudah tidak ada di rumah." Ia menatap kakeknya dengan penuh rasa ingin tahu.

"Kakek baru saja kembali dari kebun obat," jawab sang kakek sambil mendekat, tangannya mengusap rambut Zhao Zhang dengan sayang. Matanya, yang setajam elang, berbinar saat melihat aura yang mengelilingi Zhao Zhang. "Aura ini... kau sudah mengalami kebangkitan?" tanyanya, suaranya dipenuhi kekaguman. "Sungguh luar biasa! Kakek tidak menyangka kau akan berhasil secepat ini."

Zhao Zhang tersenyum tipis, mengangguk perlahan. "Iya, Kakek." Ia merasakan kebanggaan yang meluap di dadanya.

"Ini adalah hari yang membahagiakan!" seru kakeknya, tangannya menepuk-nepuk pundak Zhao Zhang dengan gembira. "Kau tahu, cucuku," lanjutnya dengan mata berbinar bangga, "biasanya seseorang mengalami kebangkitan mereka pada usia dua belas tahun, akan tetapi ada juga yang mengalami kebangkitan waktu masih di usia sepuluh atau sebelas. Mereka yang bangkit di usia sepuluh atau sebelas bisa dikatakan sebagai jenius!" Kakeknya tertawa kecil, menggelengkan kepalanya dengan takjub. "Kau benar-benar membuat Kakek terkejut!"

"Tentu saja aku tahu!" seru Zhao Zhang, dagunya terangkat dengan percaya diri. "Lagi pula, aku bukan satu-satunya yang mengalami kebangkitan di usia sepuluh tahun. Zhao Lian bahkan sudah mengalaminya dari dua bulan lalu."

Kakeknya terkekeh, matanya berbinar penuh arti. "Kamu benar, Zhao Lian memang seorang jenius, tapi kamu pun juga sama." Ia menepuk pundak Zhao Zhang dengan lembut, "Aku jadi penasaran bagaimana reaksi anggota klan ketika tahu kamu sudah mengalami kebangkitan. Apalagi besok adalah hari pertamamu masuk akademi klan, bukan? Kamu pasti akan membuat seluruh klan gempar besok!" Kakeknya mengakhiri kalimatnya dengan tawa renyah, membayangkan kehebohan yang akan terjadi.

"Sepertinya besok akan menjadi hari yang melelahkan," kata Zhao Zhang sambil menghela napas. Bayangan wajah-wajah takjub dan mungkin iri dari teman-teman seangkatannya memenuhi benaknya.

Sambil berjalan menuju kamarnya dengan langkah yang sedikit gontai, kakek berkata, "Kakek mau membersihkan diri lalu istirahat. Oh iya," tambahnya, menoleh dengan senyum hangat, "nanti kakek akan masakan makan malam kesukaanmu untuk merayakan kebangkitanmu!"

Aroma tanah basah dan pupuk kandang masih melekat di pakaian kakek, namun Zhao Zhang tidak merasa terganggu. Ia justru merasa nyaman dan aman di dekat kakeknya, satu-satunya keluarga yang ia miliki.