Halaman akademi dipenuhi oleh anak-anak baru yang riuh rendah. Mereka berkerumun, saling berbisik, dan sesekali tertawa. Sinar matahari pagi yang hangat menyinari halaman, membuat suasana semakin hidup. Zhao Zhang dan Zhao Li berdiri di tengah kerumunan, hati mereka dipenuhi rasa penasaran.
Tiba-tiba, suasana menjadi hening. Seorang tetua berjubah abu-abu muncul di tengah halaman. Jubahnya yang panjang bergerisik pelan saat ia berjalan, menambah aura wibawa yang terpancar dari dirinya. "Selamat datang di Akademi Klan Zhao!" suaranya lantang dan berwibawa, membuat semua mata tertuju padanya. Anak-anak yang tadinya riuh kini terdiam, menatap tetua itu dengan penuh rasa hormat.
"Namaku Zhao Yun," lanjutnya, "kalian bisa memanggilku Tetua Yun. Dan aku akan membagi kalian ke dalam kelas masing-masing." Tetua Yun mengedarkan pandangannya ke seluruh halaman, mengamati wajah-wajah penuh harap di hadapannya. Matanya yang tajam kemudian tertuju pada Zhao Zhang. "Siapa namamu?" tanyanya, sambil menunjuk Zhao Zhang.
Zhao Zhang terkejut, namun ia segera menjawab dengan tegas dan lantang, "Salam, Tetua Yun. Namaku Zhao Zhang!" Ia menatap Tetua Yun dengan pandangan yang berani dan penuh percaya diri.
Tetua Yun mengangguk, lalu mulai membacakan nama-nama, satu per satu. Zhao Zhang dan Zhao Li menunggu dengan tegang.
"Zhao Li... Kelas A," kata Tetua Yun, suaranya bergema di halaman akademi.
Zhao Li menghela napas lega. Senyum lega terukir di wajahnya. Ia melirik Zhao Zhang, mencari tahu kelas temannya. "Semoga kita sekelas," gumamnya dalam hati.
Tetua Yun akhirnya selesai membagi kelas. Kerumunan anak-anak mulai bubar, menuju kelas masing-masing. Namun, Zhao Zhang masih berdiri di tempatnya, terpaku. Sampai akhir namanya belum juga dipanggil.
Apa yang terjadi? Apakah ada kesalahan? Zhao Zhang merasa bingung. Zhao Li mendekatinya, wajahnya dipenuhi kekhawatiran.
"Zhao Zhang, kau baik-baik saja?" tanya Zhao Li.
Zhao Zhang menggelengkan kepala, tak mampu berkata-kata. "Tunggu, bukan hanya namaku yang tidak dipanggil tapi juga Zhao Lian," pikir Zhao Zhang.
"Jangan panik dulu," kata Zhao Li. "Mungkin ada kesalahan. Kita harus mencari tahu."
Tiba-tiba, Tetua Yun menghampiri mereka. Wajahnya yang serius membuat Zhao Zhang semakin cemas.
"Kamu Zhao Zhang, kan?" tanya Tetua Yun.
"Iya, Tetua," jawab Zhao Zhang.
"Ikuti aku," kata Tetua Yun singkat. Ia berbalik dan berjalan menuju akademi bagian dalam.
Zhao Zhang dan Zhao Li saling berpandangan, bingung dan cemas. Zhao Zhang mengikuti Tetua Yun dengan langkah mantap. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya dan menunjukkan sikap berani.
"Aku tidak menyangka akan ada jenius lain selain Zhao Lian," kata Tetua Yun sambil berjalan. Langkah kakinya mantap, menggema di lorong-lorong akademi yang sepi. "Karena kamu sudah mengalami kebangkitan, aku akan membawamu ke Tetua Wu Hao, seseorang yang akan menjadi gurumu."
Zhao Zhang terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Zhao Wu Hao adalah tetua terkuat di Klan Zhao! Kekuatannya hanya sedikit di bawah pemimpin klan. Ia juga seorang ahli berpedang, pertarungan tangan kosong, tombak, panah, dan belati.
"Tetua Wu Hao?" tanya Zhao Zhang, berusaha tetap tenang.
Tetua Yun mengangguk. "Dia adalah salah satu tetua terkuat di klan kita. Dia akan membimbingmu untuk mengembangkan potensimu." Tetua Yun tersenyum tipis, seolah bisa membaca pikiran Zhao Zhang. "Jangan khawatir, dia orang yang baik."
Mereka melangkah keluar dari akademi, menuju hutan di belakangnya. Pepohonan yang tinggi menjulang menciptakan kanopi yang lebat, menghalangi sinar matahari. Udara terasa sejuk dan lembap, dipenuhi aroma tanah dan dedaunan. Suara kicauan burung bersahutan, menambah kesunyian hutan.
Mereka terus berjalan, melewati jalan setapak yang berkelok-kelok. Zhao Zhang sesekali melirik ke sekelilingnya, mengamati pepohonan yang lebat dan semak-semak yang rindang. Ia merasa seolah-olah sedang memasuki dunia yang berbeda.
Akhirnya, mereka sampai di sebuah air terjun. Air yang jernih jatuh dari ketinggian, menciptakan suara gemuruh yang menenangkan. Tidak jauh dari air terjun, terdapat sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu. "Itu tempat tinggal Tetua Wu Hao," kata Tetua Yun.
Tetua Yun menuntun Zhao Zhang memasuki rumah di dekat air terjun. Di dalamnya, seorang pria paruh baya duduk bersila di atas lantai kayu, matanya yang tajam tertuju pada gulungan bambu di tangannya. Aura kekuatan terpancar dari sosoknya. Inilah Tetua Wu Hao, tetua terkuat di Klan Zhao.
"Tetua Wu Hao," Tetua Yun membungkuk hormat, "aku membawakan murid baru untukmu. Namanya Zhao Zhang."
Tetua Wu Hao mengangkat kepalanya, melepaskan pandangannya dari gulungan bambu yang sedang dibacanya. Matanya yang tajam mengamati Zhao Zhang dengan seksama. "Hmm... tidak buruk," gumamnya, suaranya dalam dan berwibawa. "Sepertinya kau memiliki bakat yang lumayan."
Zhao Zhang balas menatap Tetua Wu Hao dengan pandangan yang berani dan menantang. Ia tidak gentar sedikit pun, meski di hadapannya adalah tetua terkuat di Klan Zhao. "Salam, Tetua Wu Hao," sapanya dengan suara tegas dan penuh percaya diri.
"Kalau begitu aku pamit dulu," kata Tetua Yun. Ia tersenyum pada Zhao Zhang. "Semoga kau beruntung berlatih di sini." Lalu, dengan langkah tenang, ia berbalik dan meninggalkan gubuk.
Zhao Zhang menatap sosok Tetua Yun yang menghilang di balik pintu. Ia merasa sedikit gugup, namun lebih dari itu, ia merasa penasaran dan bersemangat. Ini adalah kesempatan emas untuk menjadi lebih kuat, pikirnya. Aku tidak akan menyia-nyiakannya.
Tetua Wu Hao menutup gulungan bambunya dengan gerakan perlahan, lalu meletakkannya di sampingnya. Matanya yang tajam tertuju pada Zhao Zhang, menatapnya dengan intens. "Siapa yang memberikanmu besi yang ada di pergelangan tangan dan kakimu itu?" tanyanya, suaranya rendah dan penuh selidik.
Zhao Zhang mengangkat tangannya, memperlihatkan gelang besi berwarna hitam dengan ukiran naga yang melingkari pergelangan tangan dan kakinya. "Oh, ini diberikan oleh kakekku. Ini dapat membantu melatih fisikku," jawabnya.
Tetua Wu Hao mengangguk pelan. "Aku tidak tahu siapa kakekmu, tapi sepertinya dia orang yang hebat," gumamnya, nada bicaranya penuh arti. "Besi itu bukanlah benda biasa."
Sebelum Zhao Zhang sempat bertanya lebih lanjut, Tetua Wu Hao kembali berbicara. "Lalu, jelaskan padaku bagaimana bisa kamu sudah membuka semua meridianmu. Apa itu juga dibantu oleh kakekmu?"
Zhao Zhang terkejut dengan pertanyaan itu. "Ah, ini karena metode kultivasi Highest Grade Qi Purification," jawabnya.
Tetua Wu Hao mengerutkan kening. "Metode kultivasi apa itu?" tanyanya, penasaran. "Aku belum pernah mendengarnya."
"I-ini..." Zhao Zhang mengeluarkan sebuah buku kecil berkulit lusuh. "Ini buku metode kultivasi itu, Tetua," katanya sambil menyerahkan buku itu pada Tetua Wu Hao.
Tetua Wu Hao menerima buku itu dan membacanya dengan seksama. Ekspresinya berubah dari penasaran menjadi terkejut, lalu berubah lagi menjadi renung. Setelah beberapa saat, Tetua Wu Hao mengangkat kepalanya dan menatap Zhao Zhang dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ini pasti ditinggalkan oleh Zhao Xuan," pikirnya, menatap buku itu dengan pandangan nanar. Mungkinkah...?
Tetua Wu Hao menatap Zhao Zhang dengan intens. Ia mengamati wajah anak itu, mencari kemiripan dengan Zhao Xuan. Apakah dia anak dari Zhao Xuan? fikirnya. Sebuah perasaan aneh menyeruak di hatinya, campuran antara kaget, haru, dan sedikit sedih.
"Ini buku yang menarik," kata Tetua Wu Hao. "Metode kultivasinya cukup unik, aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya." Ia menutup buku itu dan meletakkannya di sampingnya. "Untuk sekarang, ayo keluar. Kita mulai latihannya."
Zhao Zhang menerima buku itu dan menyimpannya kembali. "Baik, Tetua," jawabnya penuh semangat.
"Kau juga keluar, Zhao Lian," panggil Tetua Wu Hao dengan suara lantang.
Tiba-tiba, seorang gadis berambut hitam dengan ujung putih muncul dari balik pintu sebuah kamar. Wajahnya cantik dan dingin, ekspresinya datar tanpa emosi. Ia melirik Zhao Zhang dengan acuh tak acuh. "Anak yang malang," gumamnya pelan, suaranya setajam es.
Zhao Zhang mengerutkan kening. Apa maksudnya dengan 'anak yang malang'? pikirnya.
Tetua Wu Hao berdehem. "Zhao Zhang, kenalkan, ini Zhao Lian," katanya. "Dia adalah muridku yang lain."
Zhao Zhang menatap Zhao Lian dengan pandangan berani. "Salam, Zhao Lian," sapanya.
Zhao Lian hanya mengangguk dingin, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.