Seakan kaki saya bergerak dengan sendirinya, saya berdiri dari kursi saya.
"Christian?" Saya memanggil, bersiap untuk berjalan ke arahnya. Sebelum saya sempat melangkah, Luca melingkarkan tangannya di pergelangan tangan saya dan membawa bibirnya ke telinga saya.
"Saya tidak akan melakukannya jika saya adalah kamu." Dia berbisik. "Duduklah selama kamu masih bisa."
Tidak perlu mengulang kalimat itu untuk kedua kalinya, saya mengikuti instruksinya dan duduk seperti yang dia perintahkan.
Mata saya mencari penjelasan saat saya melihat ketiganya, tapi mereka tidak memberikan perhatian kepada saya.
"Ah, Chrissie!" Berto menjentikkan jarinya. "Tamu kita hari ini!"
Untuk sekejap saja, Christian menoleh untuk melihat saya, tapi itu bukan pandangan penuh cinta. Itu adalah pandangan kekecewaan dan kasihan. Matanya berkata. Jika bukan karena kamu, kami tidak akan berada di sini.
Apakah dia marah?
Tentu saja, dia marah. Dia pasti benar-benar kesal, dan pantas saja.
