Chereads / Kencan Buta yang Bikin Bingung / Chapter 9 - Bab 9: Langkah Kecil yang Menyakitkan

Chapter 9 - Bab 9: Langkah Kecil yang Menyakitkan

Pagi setelah makan malam itu, Zara merasa sedikit lebih ringan. Mungkin itu karena percakapan yang mereka lakukan semalam—di mana Dylan dengan tulus mengungkapkan perasaannya. Di sisi lain, meski merasa bahagia, ada sedikit rasa cemas yang menghantui pikirannya. Dia tahu hubungan ini masih baru dan banyak hal yang bisa berubah, tapi entah kenapa dia merasa nyaman dengan apa yang ada.

Namun, kenyamanan itu tidak berlangsung lama.

Siang itu, saat Zara sedang duduk di kantornya, ponselnya berdering. Melihat nama yang tertera, jantungnya langsung berdebar. Itu adalah pesan dari Dylan.

Dylan: "Zara, gue minta maaf, tapi gue nggak bisa ketemu minggu ini. Ada urusan mendesak yang harus diselesaikan."

Zara membaca pesan itu berulang kali, mencoba mengerti maksudnya. "Gue nggak bisa ketemu minggu ini?" Pikiran buruk langsung menyergapnya. "Apakah ini artinya dia mulai mundur?"

Zara meletakkan ponselnya dengan perasaan campur aduk. Dia ingin membalas pesan itu, tetapi entah kenapa kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya tiba-tiba hilang. Apa yang harus dia katakan? Apakah dia harus mengabaikan pesan itu atau mencoba mencari penjelasan lebih lanjut?

Akhirnya, dia memutuskan untuk membalas dengan santai, berharap tidak terlihat terlalu khawatir.

Zara: "Oke, nggak apa-apa. Semoga urusannya cepat selesai."

Setelah mengirimkan pesan itu, Zara merasa sedikit lebih tenang. Tapi entah kenapa, rasa cemas itu terus menghantuinya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Dylan? Mengapa dia tiba-tiba menjauh?

Malamnya, saat dia berjalan pulang, Zara mendapati dirinya berjalan tanpa tujuan. Pikiran tentang Dylan, tentang perasaan yang tumbuh, membuatnya merasa tidak bisa fokus. Dia berusaha menenangkan diri dengan bernapas dalam-dalam, tapi tetap saja—semakin dia mencoba untuk tenang, semakin dia merasa cemas.

Ketika tiba di apartemennya, dia langsung menuju ke dapur, mencoba mengalihkan pikirannya dengan memasak. Namun, meskipun tangan dan pikirannya sibuk, hatinya tetap terasa kosong. Ada rasa bingung dan takut yang muncul bersamaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Dylan merasa tidak nyaman? Apakah dia menyesal?

Tidak lama kemudian, ponselnya berdering lagi. Kali ini, itu adalah panggilan telepon dari Dylan.

Dengan cepat, Zara mengambil ponselnya dan mengangkat telepon itu. "Dylan?" suaranya sedikit cemas.

"Zara," suara Dylan terdengar lelah, tapi penuh dengan penyesalan. "Gue minta maaf banget. Gue nggak bisa ketemu karena ada masalah yang perlu gue selesaikan. Tapi gue janji, itu bukan karena gue nggak mau bertemu lo. Gue cuma butuh waktu sebentar."

Zara menghela napas, merasa sedikit lega mendengar penjelasan itu. "Gak apa-apa, gue ngerti. Lo ada urusan, kan?"

Dylan terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara yang lebih serius. "Gue cuma pengen lo tahu, Zara, gue nggak mau mengecewakan lo. Gue serius sama lo. Tapi, kadang-kadang ada hal-hal yang nggak bisa kita hindari, dan gue nggak bisa selalu ada untuk lo."

Zara merasa terharu mendengar kata-kata itu. "Gue tahu kok, Dylan. Gue juga nggak mau bikin lo merasa tertekan. Kita berdua punya kehidupan yang sibuk, kan?"

"Benar," jawab Dylan, lalu ada sedikit tawa di suaranya. "Mungkin kita terlalu santai di awal, jadi sekarang jadi bingung sendiri."

Zara tersenyum mendengarnya, merasa sedikit lebih lega. "Gue rasa itu juga terjadi sama gue. Terkadang perasaan itu datang begitu cepat, dan kita jadi bingung sendiri."

"Ya, tapi gue yakin kita bisa menghadapinya bareng-bareng, kan?" Dylan bertanya dengan nada lebih lembut.

Zara mengangguk meski Dylan tidak bisa melihatnya. "Iya, kita bisa. Yang penting, kita saling jujur dan nggak ada yang disembunyikan."

Percakapan itu berakhir dengan hangat, meskipun masih ada sedikit rasa cemas yang menggantung di antara mereka. Namun, Zara merasa sedikit lebih tenang setelah mendengar penjelasan Dylan. Mungkin dia tidak perlu terlalu khawatir. Setiap hubungan pasti ada pasang surutnya, dan yang terpenting adalah mereka bisa saling memahami dan berbicara dengan jujur.

Malam itu, saat Zara bersiap untuk tidur, dia merenung sejenak. Mungkin ini adalah bagian dari perjalanan mereka. Mereka baru saja memulai, dan kadang-kadang hal-hal tidak berjalan mulus seperti yang kita harapkan. Tapi satu hal yang pasti—Zara tidak ingin menyerah begitu saja. Dia merasa Dylan adalah seseorang yang layak untuk diperjuangkan.

Dengan perasaan yang lebih tenang, Zara akhirnya tidur, berharap hari esok akan membawa kejelasan yang lebih baik.