Keesokan harinya, Zara masih nggak bisa ngelupain kencan butanya yang kemarin. Padahal, itu baru pertama kali mereka ketemu, tapi rasanya kayak udah kenal lama banget. Entah kenapa, Dylan, cowok yang tadinya kelihatan santai dan kayak orang yang gak peduli sama apapun, malah jadi bikin Zara penasaran.
Hari itu, di tempat kerja, Zara cuma bisa senyum-senyum sendiri. Temannya, Lia, yang udah tahu segalanya, langsung nyerbu saat ngeliat Zara lagi bengong sambil senyum-senyum aneh.
"Eh, eh! Jangan bilang lo udah jatuh cinta sama Dylan, ya?" tanya Lia sambil ngedipin mata nakal.
Zara langsung nyemprot air minumnya ke meja. "Jangan lebay! Gue cuma kaget aja sama kencan itu. Gak kayak yang sebelumnya. Gak ada awkwardnya sama sekali, malah gue jadi ngerasa nyaman."
Lia ngangkat alisnya, lalu pura-pura mikir keras. "Oh, jadi lo suka sama dia, ya? Gitu doang?"
Zara cemberut. "Nggak! Gue nggak bilang gitu."
Lia ketawa puas. "Yaudah, gue pikir lo bakal bilang 'gak mungkin, Dylan itu enggak tipe gue.' Tapi, nampaknya lo salah, kan?"
Zara menatap Lia dengan tatapan bingung. "Tipe gue? Itu tuh masalahnya, Lia. Dia gak kayak cowok-cowok yang biasanya gue suka. Gue biasa suka sama yang lebih keren, yang lebih terorganisir."
"Tapi lo malah ngerasa nyaman sama dia, kan? Itu lebih penting!" Lia menjelaskan sambil bersandar di kursinya.
Zara berpikir sejenak. Ya, dia bener. Bahkan meskipun Dylan enggak terlalu peduli dengan penampilan dan gaya hidupnya yang simpel banget, ternyata dia bisa bikin Zara ngerasa berbeda. Rasanya kayak ada sesuatu yang spesial.
Siang itu, Zara akhirnya ngerasa dia udah cukup lama nggak ketemu Dylan, jadi dia mutusin untuk nanya kabarnya lewat pesan singkat. Pikirannya masih bingung tentang apa yang dirasainnya. Kalau sebelumnya, dia selalu bisa mendeteksi ketertarikan, tapi ini beda. Mungkin ini bukan cinta, cuma perasaan penasaran yang nggak bisa dia jelasin.
---
Pesan yang dikirim Zara:
"Hei, Dylan! Gimana? Semalam seru banget ngobrolnya. Gue cuma mau bilang makasih udah ngajarin gue untuk nggak terlalu serius mikirin semuanya. Kita lanjut ngobrol lagi kapan-kapan, ya? – Zara"
---
Dylan bales dengan cepat, dan jawabannya bikin Zara nggak bisa berhenti senyum-senyum.
---
Balasan Dylan:
"Hai, Zara! Gue seneng banget ngobrol kemarin. Makasih udah bikin kencan buta itu nggak awkward. Pasti gue lebih suka ngobrol sama lo daripada sama orang yang cuma ngomongin pekerjaan terus-terusan. Haha. Ngobrol lagi? Tentu, kapan aja. Gue tunggu deh."
---
Zara nyengir lebar. Dia nggak bisa jelasin kenapa dia seneng banget baca pesan Dylan, padahal cuma kalimat simpel doang. Rasanya kayak ada yang terhubung, dan anehnya, itu nggak ngebuatnya takut atau canggung. Bahkan, dia malah jadi penasaran, "Kapan lagi gue bisa ngobrol sama dia?"
---
Hari-hari berlalu, dan akhirnya mereka sering ngobrol via chat. Dylan yang biasanya nggak terlalu banyak ngomong tiba-tiba jadi sering mengirim pesan, kadang-kadang ngajak ngobrol tentang hal-hal sepele, kayak jenis kopi yang dia suka, atau tentang film favoritnya yang aneh. Zara sih lebih banyak dengerin, karena dia ternyata cukup terhibur dengan cara Dylan bercerita. Kadang-kadang, dia ketawa sendiri ngebayangin Dylan yang ngelakuin hal-hal bodoh.
Tapi, ada juga momen-momen canggung yang nggak bisa dihindari. Misalnya waktu mereka mutusin buat jalan bareng ke taman, dan tiba-tiba hujan deras. Zara yang kebingungan nyari tempat berteduh, malah denger suara Dylan ketawa terbahak-bahak di sampingnya.
"Lo ngapain ketawa?" tanya Zara bingung, sambil berusaha mencari tempat berteduh.
"Haha, nggak papa, Zara! Gue malah seneng hujan. Justru ini momen yang bikin gue inget masa kecil, lari-larian di hujan sambil ngerasain segarnya. Lo kenapa? Buru-buru banget kayak dikejar setan?" jawab Dylan sambil ketawa lagi, nggak peduli sama air hujan yang basahin rambut dan bajunya.
Zara yang awalnya canggung dan pengen ngumpet dari hujan, akhirnya ngerasa aneh, tapi juga senang. "Nggak, sih, gue cuma nggak suka basah-basahan kayak gini," jawabnya, tapi akhirnya ikut ketawa bareng.
Momen canggung yang tiba-tiba berubah jadi lucu. Zara mulai ngerasa kalau dia dan Dylan punya cara unik buat bikin segala hal jadi ringan, meski kadang-kadang dia juga bingung sama sikap Dylan yang tiba-tiba bisa sangat serius.
Dan di malam itu, saat mereka ngobrol lewat telepon setelah jalan bareng, Dylan tiba-tiba ngomong hal yang bikin Zara hampir terjatuh dari tempat tidurnya.
"Zara, lo tau nggak? Gue sebenernya nggak peduli soal orang lain yang mikir kencan buta itu cuma buat seru-seruan aja. Tapi, lo tuh beda. Lo bikin gue pengen ngerti lebih banyak tentang lo, dan nggak cuma ngobrol doang."
Zara terdiam beberapa detik, jantungnya berdebar. Apa yang baru aja Dylan bilang? Apakah itu berarti dia punya perasaan yang sama?