Chereads / Petualangan dan Cinta Bersama Abdi Negara / Chapter 22 - Persiapan Menuju Hari Bahagia

Chapter 22 - Persiapan Menuju Hari Bahagia

Hari-hari yang kami lewati semakin mendekati tujuan. Meskipun masih menunggu surat dari Korem yang belum beres untuk kelengkapan administrasi pernikahan kami, semangat kami untuk mempersiapkan segala sesuatunya tak pernah surut. Redo, keluargaku, dan keluarganya, semuanya bersemangat untuk membuat pernikahan kami menjadi momen yang tak terlupakan. Kami mulai berbicara serius tentang konsep pernikahan, siapa yang akan menjadi MC, tamu yang akan diundang, hingga gaun pengantin yang akan aku kenakan.

 Namun, karena jarak yang memisahkan kami, kami memutuskan untuk membahas semua itu lewat video call. Setiap kali kami terhubung melalui layar ponsel, kami tetap merasa dekat, meskipun hanya bisa bertemu melalui layar.

 Satu sore, kami berkumpul di rumah, dan aku mengajak mereka semua untuk video call dengan keluarga Redo yang ada di Raja Ampat. Ibu dan Bapak Redo duduk di ruang tamu rumah mereka, sedangkan aku dan orang tuaku duduk bersama di ruang tamu rumahku. Meski jarak memisahkan kami, suasana terasa hangat dan penuh tawa. Percakapan lewat video call ini jadi momen berharga yang kami nikmati.

"Kita harus benar-benar memikirkan tentang konsep pernikahan ini," ujar Ibu Redo dengan penuh semangat melalui layar. "Pernikahan itu bukan hanya tentang dua orang, tapi tentang keluarga yang bersatu."

Aku mengangguk, setuju dengan apa yang Ibu Redo katakan. Pernikahan kami memang lebih dari sekadar dua individu, ini adalah perayaan persatuan dua keluarga yang saling menyayangi dan mendukung. Ibuku juga terlihat sangat antusias. Ibu, seperti biasa, penuh dengan ide-ide praktis. Kami mulai mendiskusikan siapa yang akan menjadi MC pernikahan kami.

Redo menyarankan agar adiknya yang bernama Yusup dilibatkan dalam kami. Akupun juga setuju. Sebagai calon pengantin, aku tentu tak bisa lepas dari pembicaraan tentang gaun pengantin.

"Gaun pengantinmu harus sempurna, Sayang," kata Ibu dengan penuh perhatian. "Kamu harus terlihat seperti putri di hari spesialmu."

Aku tersenyum mendengar nasihat Ibu. Selama ini, aku memang selalu berangan-angan tentang gaun pengantin yang akan ku kenakan. Aku ingin gaun yang elegan namun tetap terlihat indah, yang membuatku merasa nyaman dan cantik pada saat yang bersamaan. Redo pun selalu berkata, "Apa pun gaunnya, yang penting kamu bahagia." Tetapi aku tahu, bagi kami berdua, itu adalah momen sekali seumur hidup.

 Setelah itu, kami mulai membahas soal adat. Kami berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Redo dengan adat Maluku, sementara aku berasal dari Jawa. Kami harus menyatukan dua tradisi yang berbeda, dan itu membutuhkan banyak diskusi. Kami memutuskan untuk menggunakan adat Jawa

"Kita juga harus memikirkan siapa yang akan diundang," ujar Bapak Redo. "Selain keluarga, tentu teman-teman kalian yang sudah sangat dekat."

Kami mulai memikirkan siapa saja yang harus diundang. Teman-teman dekat kami, saudara-saudara, serta orang-orang yang selama ini menjadi bagian penting dalam hidup kami. Redo ingin mengundang teman-teman seangkatannya di militer, sementara aku ingin teman-teman kuliah dan sahabat-sahabat lama hadir. Kami juga tidak ingin melupakan tetangga-tetangga yang sudah begitu mendukung hubungan kami.

 Namun, meskipun kami sudah memiliki banyak ide, tetap saja ada satu hal yang paling membuatku khawatir: tiket perjalanan Redo dari Sorong ke Jawa. Redo yang sekarang sedang bertugas di Sorong harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik agar bisa hadir tepat waktu. Meskipun Redo sudah terbiasa dengan kehidupan dinas yang penuh tantangan, kami ingin agar pernikahan ini berjalan lancar. Kami mulai mencari informasi mengenai tiket pesawat, akomodasi, dan transportasi yang akan dia gunakan. Kami berharap tidak ada hambatan dalam perjalanan Redo menuju hari spesial kami.

 Dalam percakapan melalui video call itu, kami juga berbicara tentang apa yang akan terjadi setelah pernikahan. Kami tahu bahwa ini adalah sebuah perubahan besar dalam hidup kami. Aku dan Redo berbicara tentang bagaimana kami akan mengatur kehidupan setelah menikah. Kami menyadari bahwa pernikahan bukanlah akhir dari perjalanan kami, tetapi awal dari kehidupan baru yang penuh tantangan dan kebahagiaan.

"Rasanya seperti mimpi, Sayang," kata Redo, matanya berbinar. "Semua ini mulai terasa nyata. Kamu tahu, ini adalah langkah besar dalam hidup kita. Aku hanya ingin semuanya berjalan lancar."

Aku tersenyum, merasakan kehangatan dalam hatiku. "Aku juga merasa begitu, Redo. Aku percaya kita bisa melewati semua ini bersama. Dan yang lebih penting lagi, kita akan menjadi satu keluarga. Keluargaku dan keluargamu akan menjadi satu."

Melalui video call ini, aku merasa begitu dekat dengan Redo dan keluarganya. Mereka memang jauh di Sorong, tetapi jarak tidak menghalangi kami untuk berbagi kebahagiaan. Aku merasa begitu bersyukur karena memiliki Redo, karena dia selalu mendukungku dan keluargaku dengan sepenuh hati. Begitu juga dengan keluarganya, yang selalu ada untuk kami berdua.

 Hari-hari semakin cepat berlalu. Waktu yang kami habiskan untuk merencanakan pernikahan ini membawa kami lebih dekat satu sama lain. Kami lebih memahami satu sama lain, berbagi impian dan harapan tentang kehidupan yang akan datang. Aku merasa begitu bersyukur karena Redo dan keluarganya selalu berada di sisiku, mendukung setiap langkah kami menuju hari bahagia itu.

 Meski masih ada banyak hal yang harus dipersiapkan, aku tahu satu hal yang pasti: pernikahan ini bukan hanya tentang dua orang yang jatuh cinta, tetapi tentang dua keluarga yang bersatu, saling menguatkan, dan saling menyayangi sepanjang hidup. Dan meskipun kami berbicara tentang semua itu lewat video call, aku merasa lebih dekat dengan Redo dan keluarganya. Kami yakin, dengan saling mendukung, segala sesuatu akan berjalan lancar, dan hari pernikahan kami nanti akan menjadi momen yang penuh kebahagiaan.