Chereads / Petualangan dan Cinta Bersama Abdi Negara / Chapter 23 - Rindu Tapi Sabar

Chapter 23 - Rindu Tapi Sabar

 Rindu. Perasaan yang sederhana, namun begitu mendalam. Rindu yang tumbuh setiap kali jarak memisahkan kami. Rindu yang hadir dalam setiap detik, dalam setiap menit, dan setiap jam yang terasa begitu lambat. Aku tahu, ini adalah ujian, ujian yang harus kulalui dengan sabar. Rindu bukanlah hal yang buruk, tapi ia mengajarkan aku untuk menunggu, untuk menghargai waktu, dan yang paling penting, untuk belajar sabar.

 Setiap kali aku merindukan Redo, aku selalu teringat pada janji kami. Janji untuk selalu saling mendukung, meski keadaan memisahkan kami. Kami telah berjanji untuk kuat, untuk terus berjuang meskipun terkadang keinginan untuk bertemu itu begitu besar. Aku tahu, ini bukan perjalanan yang mudah. Kami harus melalui berbagai ujian, salah satunya adalah jarak yang membentang begitu jauh. Tapi aku percaya, setiap langkah yang kami ambil, setiap keputusan yang kami buat, akan membawa kami lebih dekat pada hari bahagia yang selama ini kami impikan.

 Kini, Redo sedang jauh di Sorong, menjalani tugasnya sebagai seorang tentara. Tugas yang memisahkannya dari keluarganya, dari aku, dan dari semua yang dia cintai. Aku bisa merasakan betapa beratnya baginya, namun dia selalu menguatkan aku. Setiap kali aku merasa lelah dengan rindu yang terus menggelora, dia selalu ada dengan kata-kata penyemangat. Dan meskipun begitu, ada kalanya perasaan ini begitu sulit untuk kutahan. Rindu itu seperti datang begitu saja, tanpa bisa dihentikan.

 Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan yang sedikit berbeda. Aku tidak bisa mengelak dari kenyataan bahwa jarak yang memisahkan kami memang berat. Namun, aku mencoba untuk tetap sabar. Aku tahu, tidak ada yang bisa menggantikan keberadaan Redo di sisiku. Tidak ada yang bisa menggantikan pelukannya, tawa kami yang saling melengkapi, atau bahkan hanya sekadar mendengar suaranya yang menenangkan. Namun, aku juga tahu, kami sedang berada dalam jalur yang benar. Setiap perjuangan ini adalah bagian dari cerita panjang kami, dan aku yakin, di ujung perjalanan ini, kami akan meraih kebahagiaan yang sudah lama kami impikan.

 Pagi itu, setelah aku bangun dan melakukan aktivitas seperti biasa, aku membuka ponselku dan menemukan pesan dari Redo. Hatinya yang selalu hangat seolah menyentuhku meskipun kami terpisah oleh ribuan kilometer. "Pagi, Sayang. Maaf aku belum bisa didekat kamu saat kamu butuh aku. Tapi percayalah, aku selalu ada di hatimu. Aku rindu banget," begitu pesan dari Redo yang membuat hatiku sedikit lebih lega.

Aku membalas pesan itu dengan kata-kata yang sama. "Pagi, Sayang. Aku juga rindu banget. Rasanya sulit banget untuk tidak bisa bertemu langsung, tapi aku sabar, kita pasti akan bertemu lagi."

 Kami saling tukar pesan sepanjang hari, meski kami tahu ada jarak yang memisahkan, ada komunikasi yang membuat kami tetap merasa dekat. Di tengah kesibukan masing-masing, kami mencoba untuk menjaga ikatan ini tetap kuat. Namun, semakin lama aku merasakan perasaan rindu itu semakin dalam. Tidak ada yang bisa menggantikannya. Tidak ada yang bisa menghilangkan perasaan ini selain bertemu langsung.

 Sore itu, aku duduk di teras rumah, memandangi langit yang mulai gelap. Aku mengingat kembali saat-saat kami bersama, saat Redo memelukku dengan penuh kasih sayang, saat dia menatapku dengan mata yang penuh cinta. Setiap momen itu terasa begitu berharga. Setiap senyumannya, setiap tawa yang kami bagi, semua itu seperti menjadi kenangan yang semakin mendalam.

 Namun, rindu juga mengajarkan aku untuk sabar. Aku tahu, meskipun saat ini aku hanya bisa merasakannya lewat pesan atau telepon, suatu hari nanti kami akan bertemu. Kami akan bersama lagi, merayakan kebahagiaan yang telah lama kami tunggu. Dan ketika saat itu tiba, rasa rindu ini akan berubah menjadi kebahagiaan yang luar biasa.

 Tapi tidak hanya rindu yang menguji kesabaran kami. Ada kalanya kami harus menghadapi ujian yang lebih besar, ujian dari dalam diri kami sendiri. Terkadang, saat jarak memisahkan, muncul keraguan atau perasaan cemas yang tak bisa dipungkiri. Namun, Redo selalu mengingatkan aku untuk tetap sabar, untuk percaya bahwa setiap cobaan ini hanya sementara. Kami berdua tahu, kami sedang berjalan menuju tujuan yang lebih besar.

 Suatu malam, aku mengirimkan pesan panjang kepadanya. Aku menulis tentang betapa aku merindukannya, tentang betapa sulitnya menjalani hubungan jarak jauh ini. Aku menulis tentang bagaimana aku sering merasa cemas, bagaimana aku khawatir jika jarak ini. Aku menulis tentang ketakutanku akan masa depan. Namun, Redo membalas dengan kata-kata yang menenangkan hatiku. "Aku tahu kamu merasa cemas, Sayang. Tapi kita sudah berjanji untuk saling percaya. Jangan biarkan rasa takut itu menghentikan langkah kita. Aku percaya, kita bisa melewati semua ini. Aku rindu, tapi kita harus sabar. Hari bahagia kita akan datang."

 Kata-kata itu seperti obat yang menenangkan hatiku. Aku merasa tenang, seolah segala keraguan yang sempat muncul perlahan menghilang. Aku tahu, Redo juga merasakan hal yang sama. Kami berdua saling menguatkan, meskipun kami tahu ujian ini tidak mudah. Kami harus terus berjuang, terus berusaha untuk menjaga cinta kami tetap hidup meskipun jarak memisahkan.

 Hari-hari berlalu, dan meskipun aku terus merasakan rindu yang mendalam, aku mulai belajar untuk lebih sabar. Aku tahu bahwa rindu ini adalah bagian dari cinta kami yang harus kami jalani. Setiap detik yang kami tunggu-tunggu akan membuat pertemuan kami semakin indah. Aku tidak ingin terburu-buru, aku ingin menikmati setiap momen ini. Karena aku tahu, setiap hari yang kami lewati bersama, meski hanya dalam bentuk pesan atau telepon, adalah bagian dari perjalanan menuju kebahagiaan kami.

 Aku belajar bahwa sabar bukan hanya tentang menunggu, tapi tentang bagaimana kita menjalani waktu yang kita miliki dengan penuh rasa syukur. Sabarlah, dan percayalah bahwa setiap usaha, setiap doa, dan setiap perjuangan kita akan membuahkan hasil. Rindu itu akan berubah menjadi kebahagiaan, karena kita berdua tahu bahwa cinta kita lebih kuat dari jarak yang memisahkan.

 Dan ketika hari bahagia itu tiba, aku tahu aku akan memeluknya dengan penuh rasa syukur, karena aku telah melewati semua ujian ini dengan sabar, dan cinta kami telah membuktikan bahwa jarak bukanlah halangan, melainkan bagian dari perjalanan panjang yang harus kami lalui bersama.

Sabar, ya aku sabar menunggu hari bahagia kita.