Lana berdiri di podium, piala kemenangan di tangannya. Tepuk tangan riuh menggema, tapi hatinya tidak tenang. Pesan ancaman yang muncul di layar mobilnya terus terngiang-ngiang. Dia tahu, kemenangan ini hanyalah awal dari konflik yang lebih besar.
Rai mendekatinya, wajahnya tegang. "Lana, kita harus bicara. Mereka tidak akan berhenti di sini. Rafael pasti sudah merencanakan sesuatu yang lebih besar."
Lana mengangguk, menatap piala di tangannya. "Aku tahu, Rai. Tapi aku tidak akan mundur. Mereka sudah terlalu jauh menghancurkan hidupku. Sekarang giliranku untuk melawan."
---
Strategi di Balik Layar
Kembali ke garasi, Lana dan Rai mulai menyusun rencana. Rai mengeluarkan peta besar yang menunjukkan lokasi lintasan-lintasan balapan berikutnya.
"Mereka pasti akan mencoba menyerangmu di salah satu lintasan ini," kata Rai, menunjuk lintasan di kota besar berikutnya. "Balapan ini memiliki sorotan media yang lebih besar. Mafia akan memanfaatkannya untuk mengirim pesan."
"Kalau begitu, kita akan memanfaatkan mereka," kata Lana dengan nada tegas. "Aku ingin menunjukkan pada dunia siapa mereka sebenarnya. Kita akan membuat mereka terpojok."
Rai mengerutkan kening. "Lana, itu berbahaya. Mereka tidak hanya bermain kotor di lintasan. Mereka punya kekuatan di luar sana."
"Dan aku punya sesuatu yang mereka tidak miliki," jawab Lana, matanya bersinar penuh tekad. "Keberanian untuk melawan mereka secara terang-terangan."
---
Kemunculan Sekutu Baru
Saat mereka berbicara, seorang pria misterius memasuki garasi. Dia mengenakan jaket kulit hitam dan kacamata gelap, dengan wajah yang sulit ditebak.
"Aku mendengar kalian butuh bantuan," katanya dengan suara berat.
Rai langsung waspada, sementara Lana menatap pria itu dengan curiga. "Siapa kau?" tanyanya.
"Namaku Adrian," jawab pria itu. "Aku punya informasi tentang Rafael dan mafia. Aku juga punya sesuatu yang bisa membantu kalian."
Adrian membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah perangkat elektronik kecil. "Ini adalah alat untuk melacak komunikasi mereka. Dengan ini, kalian bisa mengetahui langkah mereka sebelum mereka bergerak."
Rai tampak skeptis. "Kenapa kau ingin membantu kami?"
Adrian tersenyum tipis. "Karena aku punya urusan pribadi dengan Rafael. Dia menghancurkan keluargaku, sama seperti dia mencoba menghancurkan kalian."
Lana memandang Adrian, mencoba membaca niatnya. Setelah beberapa detik, dia mengangguk. "Baiklah. Tapi kalau kau mencoba bermain ganda, aku tidak akan ragu untuk melawanmu juga."
---
Latihan Intensif
Dengan alat baru dari Adrian, Lana dan Rai mulai melacak pergerakan mafia. Mereka juga memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kemampuan balapan Lana.
"Lana, kau harus belajar mengendalikan mobil dalam situasi ekstrem," kata Rai saat mereka berada di lintasan latihan. "Kita tidak tahu apa yang akan mereka lakukan di balapan berikutnya."
Lana mengangguk, fokus sepenuhnya. Dia mulai berlatih teknik drifting yang lebih agresif dan belajar membaca lintasan dengan lebih cepat.
Adrian, yang ternyata memiliki pengalaman balapan, juga memberikan beberapa tips. "Jangan hanya mengandalkan kecepatan. Kadang-kadang, melambat di saat yang tepat bisa memberimu keuntungan besar."
---
Beberapa hari sebelum balapan berikutnya, Lana menerima sebuah paket tanpa nama. Di dalamnya terdapat foto dirinya bersama ibunya, dengan tulisan di belakangnya:
"Kami tahu siapa kau. Dan kami tahu kelemahanmu."
Lana menggenggam foto itu erat, matanya menyala penuh amarah. Dia tahu bahwa mafia tidak hanya ingin mengalahkannya di lintasan, tapi juga menghancurkannya secara pribadi.
"Kalau mereka pikir ini akan membuatku takut," katanya, suaranya rendah namun penuh tekad, "mereka salah besar."
Namun, saat dia bersiap untuk balapan berikutnya, sebuah berita mengejutkan muncul di layar televisi:
"Rafael mengumumkan bahwa dia akan bertanding langsung melawan Lana di lintasan berikutnya!"
Rai menatap layar dengan wajah pucat. "Ini jebakan, Lana. Dia tidak akan bermain bersih."
Lana hanya tersenyum tipis. "Aku tidak peduli. Aku akan menunjukkan pada mereka bahwa aku tidak bisa dihancurkan."
(Bersambung ke Bab 40)