Chereads / Lajur Takdir [Malay edition] / Chapter 41 - Bab 41: Permainan di Balik Layar

Chapter 41 - Bab 41: Permainan di Balik Layar

Kerumunan penonton mulai riuh, bingung dengan pengumuman yang tiba-tiba. Lana berdiri di lintasan, menatap Adrian di tribun dengan perasaan campur aduk. Siapa sebenarnya pria ini, dan apa rencananya?

Rafael keluar dari mobilnya dengan wajah penuh amarah. "Ini lelucon apa lagi? Tidak ada yang berhak menghentikan balapan ini!" teriaknya, menatap ke arah panitia.

Namun, sebelum panitia bisa memberikan penjelasan, seorang pria berseragam hitam muncul di tengah lintasan. Dia membawa mikrofon, wajahnya penuh wibawa.

"Nama saya Inspektur Hart," katanya dengan nada tegas. "Kami telah menerima laporan adanya sabotase dalam balapan ini. Bukti menunjukkan keterlibatan mafia dalam mengatur hasil pertandingan."

---

Rafael Terpojok

Rafael tampak pucat. Dia melangkah mundur, mencoba menjaga ketenangannya. "Ini fitnah! Tidak ada bukti bahwa saya terlibat!"

Hart tersenyum dingin. "Kami memiliki rekaman komunikasi yang menghubungkan Anda langsung dengan geng mafia. Dan kami juga menemukan perangkat sabotase di mobil Anda."

Penonton mulai berbisik, dan media langsung mengarahkan kamera ke Rafael.

Lana, yang masih mencoba mencerna kejadian ini, melangkah maju. "Apa maksud semua ini? Kenapa baru sekarang Anda bertindak?" tanyanya pada Hart.

Hart menatap Lana dengan serius. "Karena kami membutuhkan bukti yang cukup kuat. Dan balapan ini adalah jebakan untuk menangkap mereka semua."

---

Pengkhianatan Adrian

Di tengah kekacauan, Adrian turun dari tribun dan berjalan ke arah Lana. Wajahnya dingin, tanpa emosi.

"Aku tahu kau punya banyak pertanyaan," katanya. "Tapi percayalah, ini semua untuk melindungimu."

Lana menatapnya tajam. "Melindungiku? Kau memanfaatkan aku sebagai umpan!"

Adrian menghela napas. "Benar. Tapi ini satu-satunya cara untuk menghancurkan Rafael dan geng mafia. Kalau tidak, mereka akan terus mengejarmu."

Rai, yang baru tiba di lintasan, langsung menarik Lana menjauh. "Kau percaya padanya? Dia sama sekali tidak bisa dipercaya!"

Namun, sebelum Lana bisa menjawab, sebuah ledakan kecil terdengar di sisi lintasan. Semua orang terkejut.

---

Kejutan Baru

Dari balik asap, seorang pria muncul. Dia mengenakan jas hitam rapi, dengan wajah yang memancarkan kekejaman.

"Ah, jadi ini yang kalian sebut keadilan?" katanya dengan suara rendah namun mengintimidasi.

Hart langsung waspada. "Victor..." gumamnya, seolah mengenal pria itu.

Victor tersenyum tipis. "Kalian pikir bisa menjebak kami begitu saja? Sayang sekali, permainan ini belum selesai."

Lana menatap Victor dengan mata membelalak. Pria itu adalah pemimpin mafia yang selama ini mengendalikan Rafael dan gengnya.

Victor melangkah mendekati Rafael, yang langsung menunduk ketakutan. "Kau mengecewakan kami, Rafael. Tapi jangan khawatir, aku akan membereskan semuanya."

---

Kebangkitan Tekad

Lana mengepalkan tangannya, amarah membara di dadanya. "Kau pikir aku akan membiarkanmu lolos begitu saja?" serunya.

Victor tertawa pelan. "Kau memiliki keberanian, gadis kecil. Tapi keberanian saja tidak cukup untuk melawan kami."

Lana melangkah maju, matanya penuh tekad. "Aku tidak peduli seberapa kuat kalian. Aku akan melawan, untuk keluargaku, untuk semua orang yang kalian sakiti!"

Victor berhenti sejenak, menatap Lana dengan minat baru. "Menarik. Kalau begitu, aku akan memberimu tantangan. Sebuah balapan terakhir. Jika kau menang, aku akan pergi dan tidak akan mengganggumu lagi. Tapi jika kau kalah..."

Dia tidak melanjutkan kalimatnya, tapi ancaman itu terasa jelas.

---

Lana menatap Victor, mencoba membaca niatnya. Rai langsung menariknya ke samping. "Lana, ini terlalu berbahaya. Dia pasti sudah menyiapkan sesuatu."

"Tapi aku tidak punya pilihan," jawab Lana dengan suara tegas. "Kalau aku mundur sekarang, aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri."

Adrian mendekat, suaranya rendah. "Aku bisa membantumu. Tapi kau harus mempercayai rencanaku."

Lana mengangguk perlahan. "Kita tidak punya waktu banyak. Mari kita lakukan ini."

Victor tersenyum puas. "Bagus. Sampai jumpa di lintasan, Lana. Dan ingat, permainan ini bukan hanya soal kecepatan."

Saat Victor pergi, Lana berdiri di tengah lintasan, pikirannya dipenuhi berbagai strategi. Balapan terakhir ini akan menjadi pertarungan hidup dan mati—bukan hanya untuknya, tapi untuk semua orang yang dia sayangi.

(Bersambung ke Bab 42)