Tahun demi tahun ku lewati. Tak terasa, sudah tujuh tahun diriku memendam semua perasaan ini padamu. Akankah suatu hari nanti aku bisa mengungkapkan semuanya padamu?
Namun mengapa. Semuanya terasa sudah tak berarti? Apakah, tujuh tahun yang ku lalui sia-sia? Sampai kapan kau akan mempermainkan hati ku dengan paras mu yang tak akan pernah bisa ku gapai? Apakah ini cara takdir untuk memisahkan kita?
Entah sejak kapan, pandangan mata merah indah mu mulai berpaling dariku. Mengapa kau menghindari ku? Apakah aku salah untuk mencintaimu? Atau karna ..., aku tidak pantas bersanding bersamamu?
Pikiran itu selalu terbayang dalam benakku. Apakah ... takdir menuliskan akhir yang tak pernah bahagia? Di penghujung goresan luka yang selama ini aku bawa ...? Aku tidak pernah mengerti ... Semuanya terbayang dalam benakku. Melamun. Memikirkan akhir yang hancur di depan mataku.
Hal yang aku takutkan terjadi. Semakin aku melihatnya semakin tersiksa diriku. Tanpa ku sadari air mataku mulai terjatuh. Setetes demi setetes, aku usapkan pada lengan baju ku. Tak ada hentinya. Aku terisak menyedihkan di balik tembok melihat bagaimana mereka berpeluk hangat.
Kau sangat indah saat itu. Hingga aku tak sanggup lagi menatapkan pandangan ku pada dirimu. Aku terlalu menyedihkan untuk menjadi pahlawan mu. Aku hanyalah penjahat egois yang menginginkan hati mu sepenuhnya.
Apa ini karma atas semua keegoisan ku?
Apakah ini cara takdir untuk memisahkan kita? Apakah ini balasan atas segala keegoisan ku untuk memenangkan mu?
Aku bergumam dalam hati. Rasanya begitu sesak.
Ku lirikkan ujung mata ku melihat bagaimana mesra nya kedua pasangan baru itu. Perasaan marah, sedih, dan kecewa seakan menjadi satu bercampur dalam keputusasaan.
***
Seperti biasanya, ketika semuanya berjalan tak sesuai dengan harapan yang aku angankan. Ketika semuanya sudah berakhir, aku berjalan selangkah demi selangkah.
Angin berhembus kencang menerpa dengan sinarnya di penghujung kilauan, menyemburat menghias langit-langit kelabu.
Kubawa diriku menyela lebih jauh. Melihat ke bawah, memasrahkan diriku seutuhnya. Berlarut dalam kesedihan.
"Apakah aku berakhir se menyedihkan ini?"
Suaraku bergema di balkon, mengalir diantara hembusan angin yang seakan membelai kesedihan ku.
Ku langkahkan kakiku perlahan saat tiba-tiba aku mendengar suara seseorang sedang meneriakiku.
"Hei?! Apa yang akan kau lakukan disana?!"
Aku menoleh, mata kami bertatapan tanpa kesengajaan yang terlintas.
Sebuah pertanyaan mulai muncul dalam benakku. "Siapa dia?? Sejak kapan disana??" Tatapku bingung.
Ku beranikan diriku untuk berbicara menatap padanya dengan tajam.
"Siapa kamu?!"
Tanyaku sembari melihat di sekelilingku, Aku bingung. Selama ini tidak ada satu orangpun yang bisa masuk ke balkon sekolah selain diriku.
"Namaku tidaklah penting. Jika kau mati, maka sejarah yang sudah tertulis akan berubah."
Aku semakin bingung. Dengan apa yang di maksudnya. Sama sekali tak ku mengerti apa dari setiap kalimat yang ia lontarkan padaku. Apa dia seorang peramal atau orang sakti yang bisa memprediksi masa depan?
Aku mulai bertanya lagi dengan keheranan yang menusuk pikiranku.
"Apa maksudmu? Sejarah ... ? Apa yang tertulis dalam sejarah?"
Orang itu hanya memegang dahinya sembari berpikir dengan alisnya yang di naikkan ke atas.
"Duh, gimana ya jelasin nya ... Pokoknya, semuanya akan benar-benar berakhir jika kau mati hari ini!"
Orang itu menarik ku menjauh dari ujung balkon. Tangannya yang dingin menyentuh ku dengan keras, menggenggam ujung bahuku untuk segera menjauh.
"Lepaskan aku!! Apa mau mu?"
Tentu saja aku memberontak. Tanpa ku sadari, tangan ku melayang pada dadanya memukul nya keras.
[Krak]
Sepertinya aku bertindak terlalu jauh. Orang itu terjatuh sembari memegangi dadanya, menahan rasa sakit yang tak sengaja aku lontrakan padanya.
"M-maaf ... Apa kau tak apa?"
Jelas aku merasa bersalah. Aku sudah menyakiti orang yang ingin menolong ku. Rasanya perasaan sakit seakan mengikuti ku masuk. Apa ini adalah sebuah rasa simpati? Apakah aku bersimpati pada orang yang bahkan tak ku kenal sama sekali?
Aku yang biasanya tidak pernah peduli pada orang lain, kini aku merasa sedikit bersalah.
Orang itu melirik ku tajam dengan marah padaku. Aku bisa merasakan emosi kemarahan yang melimpah dalam lubuk hatinya.
"A-aku tak bermaksud ...."
Aku ingin memberikan sebuah genggaman tangan padanya, menunjukkan kepedulian ku. Namun, saat tangan ku hendak memegang tangannya dia menempis tangan ku dan bangun tanpa mempedulikan sikap khawatir ku padanya.
"Tidak perlu, makasih."
Jawabannya dengan singkat sembari menatap tajam seakan masih marah kepada ku. Dia hanya menghela nafas ringan sembari menatap ku.
"Sudahlah, lagi pula kamu juga tidak akan mengerti."
Ucap nya dengan pelan seakan sudah tak mempedulikan ku lagi. Entah mengapa, namun perasaannya saat seperti itu membuat ku sedikit sakit. Selama ini tak ada yang pernah menolak ku mentah-mentah seperti itu. Namun semua itu tak mengubah rasa penasaranku padanya.
"Katakan padaku sekarang, siapa dirimu sebenarnya?"
Sekali lagi anak itu hanya menatap tajam. sangat mencurigakan, saat dia mendengus dengan mata merahnya yang tajam melirik. Dengan tangan nya yang ia silangkan ke dadanya. Ia tersenyum sinis dengan angkuhnya.
"Duh, dasar orang tua keras kepala. Kenapa kau menanyakan hal-hal yang tak berguna itu berulang kali?"
Orang itu hanya tersenyum sinis menatap di penghujung matanya yang di penuhi oleh misteri.
"Apa maksudmu ...? Aku masih muda kok."
Aku menjawab dengan polos tanpa mempedulikan apa yang ia maksud. mungkin dia lebih muda dariku.
Aku terus memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang terus terlintas dalam benakku. Semuanya seakan melayang di dalam angan-angan yang terbentang.
Orang itu hanya menatap diriku dengan mata merah darah nya. Sekilas, mata itu mengingatkanku akan seseorang.
Dari gemerlap kilauan sinar senja yang menyemburat di antara kilauan kelabu itu, sosoknya tersenyum di penghujung siang yang menjelang sore. Suasana mulai tegang di antara kita berdua.
Orang itu menatap ku tajam, matanya yang menatap ku dengan tatapan seram namun juga misterius.
"Apa kau benar benar serius ingin mengetahui diriku yang sebenarnya? Bagaimana jika suatu saat kau menyesal karna mengetahui semuanya?"
Tanya nya dengan seringai, sebelum akhirnya dia mulai membuka suara.
"Jonathan alie Sanjaya."
"Aku adalah ...."
((Bersambung))
***
Hallo-hallo reader~
Jika kalian suka dengan karya ku? jangan lupa tekan tanda [ + ] untuk tau keseruan hourglas on red eart yaa~
terimakasih untuk yang sudah membaca~