"Aku adalah ...."
Suasana tegang. Diriku dipenuhi rasa penasaran. Apa ini akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku?
"Aku adalah ... Manusia~"
Jawabannya memegang perut sembari tertawa terbahak-bahak. Sepertinya memang aku yang terlalu berharap.
"Ini tidak lucu sama sekali!"
"Kau merusak suasananya!"
Aku berbalik meninggalkannya dengan kesal. Aku bisa dia tampak sangat bahagia setelah mengerjaiku seperti ini.
Aku pun berjalan pulang, melangkahkan kakiku masuk ke dalam. Menuju kamar dan terbaring disana. Rasanya sangat melelahkan.
Tubuhku begitu lelah setelah menangisi wanita yang bahkan tak bisa aku miliki.
Tanpa kusadari, jam berlalu dengan cepat. Samar-samar dalam sela tengah kesadaran. Aku melihat seseorang sedang memasak. Dari ujung pintu kamar yang mengarah langsung pada dapur ku.
Aku bergegas bangun, merangkak dari tempat tidur. Aku takut, seseorang yang tak aku kenal masuk ke dalam rumahku.
Aku bersiap bangun, mengambil panci yang tergeletak di meja makan. Perlahan, aku berjalan selangkah demi selangkah mendekati nya.
Aroma makanan yang aneh terlintas di helaian nafas. Aku menaikkan tangan ku ingin memukul nya dengan panci, namun tiba-tiba orang itu menoleh padaku.
"Hua!! Penyusup!!"
Teriakku ketakutan, namun wajahnya tampak familiar. Dari matanya yang merah Semerah darah aku mulai teringat.
"Kamu...?"
Orang itu tertawa terbahak-bahak lagi. Tangannya menggaruk kepalanya sembari menghela nafas menghentikan tawanya.
"Haha, maaf-maaf. Aku masuk ke dalam rumah mu~"
"Bagaimana kalau kita berkenalan? Namaku Valerio Azriel Antasena. Salam kenal."
Dia tersenyum dengan cerita. Tangan kami bersalaman dengan erat.
"Ah, namaku Jonathan ...."
Valerio tersenyum kecil dengan polos saat dia menggenggam erat tanganku.
"Dan untuk beberapa bulan kedepan, tolong biarkan aku menumpang disini ya ..."
Katanya memohon-mohon dengan matanya yang memelas.
"Dasar tak tahu malu. Lagi pula kenapa kau bisa tau alamatku, sih?? Padahal rumahku jauh dari sekolah ...."
Valerio tertawa getir sembari memegang dagunya, berpikir.
"Hmm ... tentu saja aku mengikuti mu!"
"Tak apa kan?? Kamu kan sangat baik~ Kita bisa menjadi teman!"
Aku hanya memegang dahi dan mengangguk kecil, sembari menghela nafas pelan.
"Baiklah, tapi hanya selama 8 bulan saja."
Dia meloncat dengan gembira.
"Terimakasih, Jonathan! Kau teman terbaikku!"
Dia terlihat sangat bahagia. Wajahnya terlukis dengan senyuman polosnya bersorak kebahagiaan.
***
Aku menghabiskan waktuku dengannya malam itu. Di kamar yang sempit aku mendorong tubuhnya menjauh dariku.
Kamarku sangat sempit jika harus berbagi ranjang dengannya. Apalagi mendengar dengkurannya yang memenuhi telingaku, membuatku makin tak bisa terlelap.
Malam yang terasa sangat panjang itu akhirnya berakhir. Aku terbangun dengan tubuhku yang sangat pegal. Tidurku sangatlah tidak nyenyak.
Aku menarik tubuhku keluar dari ranjang dengan malas. Malam yang sangat buruk.
Aku menatap Valerio yang selalu ceria di hari-hari nya.
" .... "
"Kamu terlihat sangat ceria ...."
Valerio berbalik setelah mendengar suara ku.
Valerio: "Oh, hai Jonathan! Aku sedang masak mie. Di rumah mu cuma ada mie? Tidak ada yang lebih sehat dari mie?"
Dia melihat mie goreng yang dengan sinis.
Valerio: "sangat tidak sehat ...."
Aku hanya bisa menghela nafas, jelas bahwa aku tidak menyukai nya.
Jonathan: "aku belum di kirim uang bulanan oleh orang tua ku. Jadi lebih baik masak saja, dan tak usah protes."
Aku menjawab dengan wajah yang lelah, karna tak bisa tidur semalam suntuk. Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diriku.
Aku keluar dari kamar mandi saat mencium aroma asap dari mie yang tertata di ruang makan.
Valerio: "Jonathan, aku sudah selesai. Kamu bisa makan dulu, aku akan mandi."
Aku mulai duduk dan memutar garpu pada mie. Membuat mie tertarik pada pusaran garpu dan akhirnya masuk ke mulut ku.
Rasanya hambar. Dengan mie nya yang masih keras. Serta telur nya yang masih mentah, membuat ku benar benar tak bersemangat bahkan untuk satu suapan. Ini benar-benar masakan terburuk yang pernah ku makan.
Aku memegang ujung dahiku dan menggelengkan kepala. Tak sanggup lagi aku untuk memakan masakannya.
Hari pertama ku dengannya sangatlah buruk. Dia sangat lambat dan malas. Aku sangat tidak menyukai nya apalagi saat dia merengek karna harus berjalan ke sekolah di pagi hari.
Hari berjalan seperti biasanya. Hari-hari sekolah yang membosankan. Apalagi dengan si bocah Valerio yang sangat anoying.
Seperti hari kemarin, aku melihat kekasih pujaan hatiku bersanding bersama pahlawannya. Tangan yang bergandeng erat satu sama lain. Rambut biru nya yang terhembus karna semburat angin sore itu.
Lagi, lagi, dan lagi. Aku kembali di hadapkan dengan pemandangan yang menyayat hatiku.
Namun aku mulai sadar, bahwa di sini aku tidaklah sendirian. Valerio tepat berada di sampingku menemani ku melihat pemandangan yang sangat romantis itu.
Saat air mataku ingin menetes tiba-tiba valerio berbisik padaku.
"Jonathan, kok cewek se cantik seila bisa bersanding bersama lelaki buruk rupa seperti Leo?"
Seketika aku tersedak. Air mata yang awalnya akan menetes berubah menjadi tawaan yang meriah karna perkataan Valerio yang mencetus.
Memang benar, setelah aku pikir. Seila tidak sebanding dengan Leo. Secara, seila adalah seorang anak dari keluarga terpandang. Sedangkan Leo hanyalah anak berandal yang suka tawuran. Sangat di sayangkan jika seila bersanding dengan Leo yang sudah buruk rupa juga buruk attitude.
"Hahaha!! Kamu benar Valerio. Dari pada seila bersama dengan Leo lebih baik seila-"
Saat aku hendak melanjutkan kalimatku, tiba-tiba seila berbalik dan melihat ku bersama Valerio.
Aku bisa melihat mata merahnya yang sangat indah saat menatapku. Dengan senyuman manisnya yang tiadatara dia melambai padaku dengan lembut.
Aku terhanyut dengan parasnya lagi dan lagi. Aku bisa merasakan saat dia menatapku seperti itu jantung rasanya seakan berhenti berdetak. Aku terpaku pada dirinya yang cantik dan gemulai.
Valerio hanya tertawa kecil sembari menepuk pundak ku memberi ku kode bagaimana indahnya seila karin aletta saat menatapku seperti itu.
Hingga, setelah sekian lama aku melihat tatapan mata pujaan hatiku. Aku pun kembali dengan riang bersama Valerio ke rumah.
"Setelah di tikung temen sendiri akhirnya aku bisa melihat tatapan indah itu lagi...!"
Aku bergumam syukur menatap ke langit senja yang membiru.
Valerio hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum kecil. menatap kegilaan ku saat membahas seila.
Malam itu kulalui sedang riang gembira. Makanan Valerio yang terasa hambar pun aku makan dengan lahap mengingat bagaimana kekasih pujaan ku begitu cantik saat menatapku. Aku bisa benar-benar gila karna wanita itu.
Sepanjang malam yang panjang dengan dengkuran Valerio ku lalui dengan penuh senyuman indah. Benar-benar hari yang sangat bahagia.
Namun, malam itu. Tidak seperti biasanya. Aku merasakan tidak ada sosok Valerio di sampingku. Aku terbangun melihat ke arah kalender. Hari ini tanggal 31 Maret. Yang berarti besok tepat tanggal 1 April.
Aku bangun dan melangkah diriku menuju ke arah dapur. Di sana, aku melihat Valerio sedang memandang sesuatu yang aneh. Udara berhembus kencang menerpa bajuku. Aku melihat dengan jelas. Itu adalah sebuah portal yang aneh. Berbentuk seperti pecahan besar melayang di udara.
Aku mulai bertanya-tanya lagi. Siapa sosok Valerio yang sebenarnya. Namun sialnya, aku ketahuan oleh Valerio.
Tatapan mata merah darahnya membuat ku takut. Matanya melotot padaku. Tertawa dan mendekat padaku.
"Yo, Jonathan ..., tidur mu nyenyak ya?"
"Hari ini ... Sudah malam ... Atau sudah tau?"
((Bersambung))