***
"A-Apa? S-Saya dijodohkan?"
Seorang wanita berpakaian lusuh terkejut saat mendengar perkataan dari pria paruh baya yang ada di depannya. Pria itu adalah pamannya sendiri.
"Ya, itu benar. Dia seorang pria yang mapan, jangan khawatir. Masih bagus juga aku memikirkan kehidupanmu ke depannya. Bukankah kamu selalu bilang ya kalau kamu akan membalas Budi kepada kita berdua karena sudah merawat sampai sebesar ini? Maka dari itu, terima perjodohan ini. Setelah kamu menikah dengannya, kamu bukan urusan kami lagi dan semuanya akan diserahkan seutuhnya kepada suamimu, mengerti sampai sini?"
Sungguh, perkataan yang begitu kejam menurut Alia. Ia menundukkan kepalanya, sudah hidup seperti ini kenapa pula harus diserang kembali secara bertubi-tubi? Kenapa cobaan hidupnya begitu besar?
'Eh sebentar. Tadi paman bilang calon suamiku ini... Orangnya mapan. Ah kenapa ngga kepikiran masalah ini?'
Sang paman yang bernama Rudi, mengira Alia akan menangis tak terima dengan perjodohan ini. Ia hampir saja murka dan geram melihatnya dan akan berniat memukul Alia dengan rotan panjang. Namun...
"Boleh paman, boleh! Kapan saya bertemu dengannya?! Dan kapan pula pernikahannya?! Kalau bisa, dipercepat pun ngga masalah!"
Jawaban yang sunggung mencengangkan, bahkan suara jangkrik pun seakan-akan menggema di ruang keluarga itu. Rudi dibuat heran dengan Alia, bahkan ia bisa melihat binar penuh semangat di wajah wanita muda itu. Segembira itukah dirinya apabila akan dijodohkan dengan pria asing?
"Kamu... Yang benar saja, Alia?"
"Ya paman. Saya yakin dan akan menerima perjodohan ini. Jadi, kapan saya bisa bertemu dengannya?"
***
"Hei. Kamu tadi dengar ngga sewaktu Alia dipanggil Tuan Rudi? Mereka kan membicarakan perjodohan Alia. Tapi kenapa Alia bisa... Se excited itu?"
"Hooh. Dan lihat itu si Alia. Senyum-senyum sendiri sampai sekarang. Sudah gila kayanya itu anak."
"Huh. Pasti dijodohkan dengan orang tua spek sugar Daddy itu. Amit-amit, aku kalau jadi Alia mana mau aku dijodohkan dengan pria seperti itu. Hiiii kesannya kayak... Pedofil."
"Maklumlah. Emang Alianya yang aneh."
Bisikan demi bisikan mengenai gosip dirinya yang akan dijodohkan sampai di telinga Alia. Bahkan, Alia tak memperdulikannya dan menganggap itu hanya angin lalu. Senandungan ia gumamkan di mulutnya, tanda ia sangat bahagia karena tak lama lagi ia akan segera keluar dari rumah neraka ini.
'Senangnya hatiku! Ngga peduli suamiku nanti seperti orang tua, yang penting hidupnya mapan dan aku ngga susah-susah banget hidupnya, hehehe. Oke, yang pertama harus dilakukan adalah... Aku harus menarik perhatiannya. Masak makanan kesukaan, bersihkan seluruh rumah sampai genteng, hiburin dia kalau capek kerja, semuanya! Pokok aku harus tampil baik di depannya biar aku kalau capek langsung disuruh istirahat begitu saja. Hewhew, inikah buah kesabaranku selama ini karena sudah bertahan disini? Akhirnya, aku keluar dari rumah ini sebentar lagi...'
"Ngomong-ngomong... Misalnya saja nih ya, misalnya. Umurku kan masih 19 mau 20 tuh, terus dapat suami usia 30 tahun. Waduh. Apakah aku jadi... Wanita yang diobsesikan begitu oleh suami sendiri seperti dalam novel dark romance itu? Terus, bisa melihat roti sobek tiap hari, menikmati rahang tegasnya, wajahnya yang tampan, terus bonus itunya yang besar... AAAKKHHH kebanyakan halu kamu, Alia! Eh tapi... Kalau bisa terealisasikan kenapa tidak ya? Hehehe, semoga calon suamiku ini seperti yang kukatakan tadi, amiiinnn!"
Saking asyiknya Alia mengkhayal sendiri, ia tidak menyadari jika ada seorang wanita cantik berpakaian mini datang sembari menendang tumpukan daun kering di pojok dekat pohon.
DUAASSHHH
"Sh** man! Malah ditendang! Dikira nyapu gampang apa?!" Emosi Alia saat melihat wanita itu.
"B***S**! AKU MINTA DINIKAHKAN DENGAN ARYA APA SUSAHNYA SIH? ALIA SAJA KENAL DENGAN PRIA YANG DIJODOHKAN DENGANNYA. TAPI KENAPA AKU MINTA DIJODOHKAN DENGAN PRIA YANG KUCINTAI SETENGAH MATI MALAH NGGA DIRESTUI?"
"N-Nona Tania. Tenanglah..."
"Hah! Tenang kamu bilang? Gara-gara pak tua itu, aku ngga pernah mendapatkan apa yang kumau! AKU MINTA DINIKAHKAN DENGAN ARYA NGGA BOLEH! PADAHAL DIA ITU PENERUS PERUSAHAAN AYAHNYA. AAAKKHHHH BAGAIMANA KALAU DIA DIJODOHKAN DENGAN YANG LAIN? HUWAAAAA."
Wanita yang nampak sebaya dengan Alia itu adalah sepupunya, Tania. Tania menangis meraung akibat dirinya tak direstui oleh Rudi apabila menikah dengan pria yang namanya Arya. Alia mendengar semuanya, dan ia cukup terkejut.
"Sebentar... Aku? Kenal dengan calon suamiku? Boro-boro kenal, ketemu saja ngga pernah. Dia ini dengar gosip dari siapa? Aih, Tania, Tania. Sudah temperamental, keras kepala, kekanak-kanakan, bahkan kamu ngga pernah mendengar apa kata orang tuamu. Padahal, yang pernah kudengar... Pria itu bermasalah, tapi ngga tahu juga masalah apa hmmm..."
Alia menggidikkan kedua bahunya. Ia tak ingin mendengarnya lebih jauh lagi. Itu urusan Tania, bukan urusannya sendiri. Sekarang yang paling penting, Alia harus mempersiapkan urusannya sendiri.
"Hmmm, pakai baju apa ya? Paman bilang, besok aku bakalan dijemput. Baju yang ku punya... Oh, untung masih aku simpan rapat-rapat. Hehehe, makasih ya mama sudah membuatkan baju yang cantik sebelum mama pergi bersama papa. Alia sudah pernah pakai sekali dan pas ukurannya. Alia bakal jaga dengan baik baju buatan mama."
***
Keesokan harinya...
Pagi itu, setelah dirinya membersihkan diri di kamar mandi, tiba-tiba saja beberapa pelayan wanita masuk ke dalam kamar kecilnya itu. Mereka menarik kedua tangan Alia sampai Alia dibuat kepanikan.
"A-Apa ini? Kenapa kalian menarikku? Lepaskan aku!"
"Diam. Ini perintah dari Nyonya Reyna. Sekarang, turuti apa kata kami."
Tubuh ringkih itu dibawa ke kamar mandi yang lumayan besar. Diseretnya tubuh Alia masuk ke dalam bathub luas yang berisikan air dan bunga.
BYUUUURRR
"Puwaaahh... OHOK OHOK..."
"Akh, sakiittt..."
"Rilekskan badanmu. Kami akan menyikat tubuhmu." Ucap salah satu pelayan.
"Hah? Aku sudah mandi, hei Anda! Kalian ngga melihat apa rambutku tadi basah?!"
Gertakan Alia tak di dengar oleh mereka semua. Sudah diduga Alia, kalau mereka semua ini takkan pernah membela atau berdiri di sisinya. Mereka ini selalu setia kepada sang Tuan Rumah.
'Huh, menyebalkan. Untung hari ini hari terakhir aku disini. Mulai nanti, good bye buat kalian.' batin Alia kesal.
Selesai mandi bunga, sekali lagi tubuh Alia yang penuh bekas luka dirawat seadanya dan setelahnya dikenakan gaun yang lumayan sempit terutama di area dadanya yang lumayan berisi. Rasanya sesak, bahkan Alia merasa hampir tak dapat bernafas tenang.
"Sesak..."
Apa penderitaannya sampai di situ saja? Tidak, belum selesai. Rambut panjang lurusnya disikat sampai mengkilau, bahkan Alia kesakitan saat rambutnya terasa seperti ditarik.
'Ini kapan selesainya, tolong...'
"Selesai."
Akhirnya, penderitaan selesai sudah. Alia melihat refleksi dirinya di depan cermin. Benar-benar berbeda, tapi ia juga terkejut dengan gaun yang dikenakannya. Gaun itu berwarna merah maroon dengan panjang di atas lutut, bahkan bagian buah dadanya terpampang nyata di depannya. Ia sampai menutup kedua area pribadinya, saking malunya.
"Ngga ada model yang lainnya apa?" Tanya Alia.
"Ngga ada. Itu yang diberikan Nyonya dan pakai. Sekarang, siapkan barang-barangmu karena utusan calon suamimu segera sampai."
Semua pelayan langsung meninggalkan Alia di ruang make up itu. Alia mengepalkan kedua tangannya, padahal ia harusnya menikmati hari ini karena akan keluar. Tapi apa ini? Kenapa dirinya seakan-akan masih menerima penghinaan lagi?
Air mata jatuh mencelos dari mata hazelnya yang indah. Ia menangis.
"Kalian... Suatu saat kalian akan merasakan penderitaan tak berujung. Doa orang yang teraniaya... Akan selalu didengar oleh Allah, dan Allah ngga tidur, asal kalian tahu..."
Tak ingin berlarut dalam kesedihan, Alia bangkit dari kursi itu dan beranjak cepat menuju ke kamarnya. Ia akan berganti baju, tidak peduli kalau ia terkena murkaan bibinya. Karena langsung saja setelah berganti, ia akan keluar bersama utusan sang calon suami.
***
"Wah, waaahh hadiahnya banyak sekali!"
Hadiah demi hadiah berdatangan dan itu memang ditujukan oleh Alia seorang. Tapi, Reyna yang merasa gembira dan bahagia menerimanya. Hadiah itu berisikan barang-barang mewah serta mahal. Tapi... Hadiah itu tidaklah banyak, hanya beberapa.
"Terima kasih, terima kasih banyak!" Ucap Reyna.
"Cih, padahal segini saja Arya bisa membeli, apalagi lebih banyak daripada ini. Arya juga bisa membeli barang keluaran tahun ini, bukannya barang mewah keluaran tahun lalu. Memang miskin ya calon suami Alia."
Gumaman Tania yang bermaksud menyindir calon suami Alia, membuat utusan itu geram mendengarnya. Bahkan mereka ingin menghajar wanita di depannya itu, kalau tidak segera dihetikan oleh pemimpin utusan.
"Ekhem. Dimana nona Alia?"
"Oh iya. Sebentar. Alia! Cepat turun!"
Tepat dalam sekali panggilan dari Rudi, Alia turun dengan penampilan barunya. Ia tidak lagi mengenakan gaun mini yang sempit tadi. Alia mengenakan blouse biru muda dengan pita biru laut menghiasi kerah lebarnya. Ia juga mengenakan rok hitam dibawah lutut juga rambutnya yang ia kepang satu lalu dikesampingkan. Dilihat saja, Alia seperti wanita muda yang modis di usianya. Bukan lagi seperti sosok wanita penghibur seperti tadi.
Bahkan pelayan lelaki yang melihatnya pun sejenak terpana. Benarkah ini Alia yang mereka kenal sebagai wanita kumal? Kenapa seperti... Berbeda sekarang?
"Maaf membuat Anda menunggu." Alia membungkuk sedikit pada utusan itu.
"Tidak apa-apa, nona Alia. Apa hanya ini barang yang mau dibawa?" Pria itu melihat tas tenteng yang digenggam Alia, dan Alia mengangguk.
"Baiklah. Mari kita berangkat."
Sebelum Alia melangkah keluar dari pintu itu, Tania keburu menari tangannya dan menatap Alia tajam.
"Baju apa itu? Mana baju yang ibu belikan? Apa kamu sengaja mau mempermalukan ibu hah?!"
Dengan santai dan penuh keberanian, Alia langsung menghempaskan tangan Tania dan tersenyum.
Ia lalu menjawab dengan lantang...
"Apa baju yang kamu maksud itu... Baju seperti wanita kurang belaian? Apa kamu dan ibumu sengaja mendandaniku serta menjadikanku selayaknya wanita penghibur hm? Aku ngga sama sepertimu, Tania. Keluar dari rumah ini, aku bisa membuktikan kalau aku jauh lebih berharga daripada dirimu."
"Apa kamu bilang?"
"Nona Alia. Mari."
Sekali lagi, pemimpin utusan itu memanggil Alia untuk segera pergi bersama mereka. Alia lalu berpamitan tanpa sepatah kata pun. Saat ia berbalik, senyuman lebar terpatri di wajahnya. Akhirnya, ia bebas.
'Finally! Akhirnya kita bisa bertemu, wahai calon suamiku!'
***
Sementara itu di rumah mewah bernuansa coklat dan putih...
Seorang pria menatap sebuah foto bergambar seorang gadis kecil berusia sekitar 10 tahun dan dirinya yang kala itu berusia 20 tahun. Kekehan tawa menggema di ruang kerjanya.
"Gadis kecilku... Akhirnya kita bertemu kembali. Dan kupastikan, detik ini aku akan mengurungmu di dalam dekapanku. Sesuai yang kamu mau kala itu, yang ingin tinggal bersamaku, selamanya..."
~Bersambung~