Chapter 4 - Bab 4

***

POV Alia

Woooww. Benar-benar berbeda. Iya, berbeda! Selama aku tinggal di rumah paman, aku tidak pernah merasakan yang namanya kenyamanan maupun kenikmatan. Dan sekarang, setelah aku keluar dari rumah itu untuk menikah, aku baru merasakan kedua hal itu.

Seperti sekarang ini. Untuk pertama kalinya, aku tidur siang cukup lama. Hampir 2 jam! Wah-waaahh, tidak sopan sekali diriku ini. Hei, kalian berpikir kalau suami serta mertuaku ini orang berada, maka aku bersikap seenaknya begitu? Jidatmu! Aku tidak begitu ya! Begini-begini, aku masih tahu tata krama ya.

Setelah mencuci muka, aku memilih untuk turun ke bawah. Untuk apa? Yaaahh sekedar menawarkan diri untuk bersih-bersih atau apa. Aku tahu, Bunda sudah mewanti-wantiku sebelum tidur siang kalau selama tinggal disini nantinya, tidak perlu merepotkan diri untuk bersih-bersih rumah atau apa.

Tapi yang ada, kalau aku tidak begitu, rasa ketidak enakkan akan menguat di seluruh tubuh.

"Haaahh, ayah dan bunda mungkin belum tahu saja. Sebelum tinggal di rumah paman, aku selalu membantu papa jaga toko atau bantu mama masak, bersih-bersih. Ngga gerak-gerak saja kayak... Ada yang kurang begitu hmmm..."

"Loh? Nona Alia?"

"Demi sempak suamiku yang belum kering!" Aku melompat kaget saat ada yang memanggilku. Ternyata...

"M-Mbak Aisyah?" Dia toh... Kukira siapa.

"Waduh. Maafkan saya nona! Saya tidak-..."

"Ah. Tidak apa-apa. Maaf ya saya kadang latah begini. Benar-benar memalukan..." Kenapa sih diriku? Bisa tidak sih jangan latah begini?

"T-Tidak perlu minta maaf Nona. Memang saya yang salah karena tidak sengaja mengagetkan Nona. Oh ya, Nona. Itu kenapa sapu nona pegang?"

"Hm? Sapu?" Aku melihat sapu yang ditunjuk oleh Aisyah yang ku pegang ini. Aku akhirnya menjawabnya dengan enteng.

"Oooo. Hehehe, saya agak bosan. Jadi yaahhh mau ikutan bersih-bersih disini."

"Bersih-bersih? TIDAK BOLEH!"

"Eh?"

Waduh. Kenapa ini? Lah kok Aisyah tiba-tiba berubah menjadi marah begini dan meneriaki aku?

"Nona. Ingat kan apa kata Nyonya? Simpan tenaga Nona dan jangan merepotkan diri! Selama nona disini, nona hanya perlu bersantai saja, ingat itu! Kalau nona mau sesuatu, panggil saya. Biar saya dan rekan-rekan buatkan atau carikan. Jangan merepotkan diri begitu! Nona kan setelah ini jadi suami dari Tuan Muda! Tangan Nona harus selalu lembut pokoknya! Nona tidak lagi di rumah itu! Mengerti?!"

"Rumah itu?"

Sebentar. Apa maksud ucapannya yang terakhir itu? Rumah itu? Maksudnya... Aisyah tahu apa yang terjadi pada diriku di rumah paman? Tapi aku tidak membicarakan kepada siapapun.

SREEKK

"E-Eh. Mbak Aisyah! Jangan diambil!"

"Maaf nona. Ini juga demi kebaikan Nona. Nona sekarang hanya terus banyak istirahat juga banyak makan. Di mata saya, untuk ukuran tubuh nona ini terlalu kurus. Jadi, selama disini, banyak makan ya. Katakan saja kepada saya apa makanan kesukaan Nona. Biar saya koordinasikan kepada chef disini."

The what?! Setelah mengomeliku, merebut sapu dari genggamanku, lalu menasihati ngalor ngidul, sekarang kamu bilang kalau makanan disini... Dimasakkan oleh chef? Keluarga macam apa ini?! Ini bukan sekedar keluarga kaya, tapi keluarga Old Money!

"S-Saya tidak memilih-milih kalau makan. Pokoknya tersedia di meja makan ya dimakan. Alergi pun saya tidak ada, insyaallah. Tapi mbak... Serius tidak apa-apa saya seperti... Ongkang-ongkang kaki saja begitu? Lagipula, saya itu belum resmi menjadi bagian keluarga. Kalaupun sudah resmi ya... Aduh bagaimana ya yang mau bilang? Intinya, saya tidak mau diperlakukan spesial bangeeett seperti presiden begitu. Papa mama saya mengajarkan saya buat tidak berbuat seenaknya kepada orang lain, termasuk semena-mena begitu. Saya menghargai nasihat Mbak Aisyah yang baik. Tapi maaf, saya tidak bisa melakukannya. Saya akan tahu diri selama saya disini sebagai menantu dan juga sebagai istri. Kalaupun nantinya mbak dimarahin Nyonya, bilang saja sayanya yang tidak mau. Jawab jujur saja."

Ini pertama kalinya aku bicara banyak kepada orang lain setelah ayah dan bunda. Sebenarnya... Capek juga bicara banyak, lah aku kan introvert? Ngomong banyak begini tentu pakai banyak tenaga ya. Tapi, kalau tidak begini yang ada aku bakal dilarang terus.

"Nona..."

END POV ALIA

***

"Nona..." Sekali lagi, mata Aisyah berkaca-kaca. Terharu akan kata-kata Alia yang begitu merendah diri.

"Nona... Nona benar-benar akan cocok bersama Tuan muda! Sudah pasti itu!" Ucap Alia sembari mengacungkan jempol.

"A-Ahahaha... B-Begitu ya? Tapi sayanya saja tidak tahu orangnya seperti apa." Gumam Alia.

"Eh? Oooo ya wajar nona. Kan Tuan muda dan Nona sudah jarang bertemu jadi mungkin nona tidak ingat. Tapi Tuan muda sangat ingat kepada Nona."

"Hah? J-Jadi... Benar yang dibilang Tania? Dia tahu aku?" Alia terkejut dengan jawaban Aisyah lalu ia bertanya lagi.

"Mbak Aisyah. Katakan. Siapa nama calon suamiku ini?" Tanyanya.

"Ah. Sudah waktunya. Maaf nona. Yang ini saya tidak bisa jawab. Saya harus ke belakang buat bersihkan halaman. Saya pergi dulu ya."

"Mbak. Mbak Aisyah! Aiihhh, tinggal jawab saja kenapa sih? Nyebelin banget dah."

Aisyah menghindari pertanyaan Alia untuk tidak menjawab pertanyaan wanita muda itu. Ada alasannya, karena tiga orang yang ada di atas balkon memberinya isyarat untuk menghindar dari Alia segera. Mereka bertiga melihat semuanya. Dan tentunya mendengar seluruh perkataan Alia.

.

"Benar-benar wanita yang langka. Bagus Bagaskara! Kamu benar-benar menemukan menantu yang langka buat ayah dan bunda!" Pria paruh baya itu menepuk pundak putranya dengan bangga, tatapannya pun menunjukkan kepuasan.

"Benar apa kata ayahmu. Alia memang wanita yang berbeda. Masih muda tapi pemikirannya begitu meranah luas, ngga suka akan kedudukan tinggi dan lebih menyukai keserdehanaan. Bunda rasa, lebih baik mempercepat pernikahan kalian berdua ini." Ucap wanita itu, senyumannya pun begitu teduh saat melihat Alia.

Pria yang ada diapit mereka berdua, juga terlihat tersenyum bangga atas apa yang dilakukannya. Restu orang tua sudah dapat, sekarang tinggal dirinya menunjukkan diri ke depan Alia. Tatapannya seperti begitu menginginkan Alia.

'Tinggal menunggu hari, kamu sudah ngga bebas kemanapun. Kamu akan ada di sangkar burungku, selamanya. Alia gadis kecilku...'

***

Setelah sekian lama, sore pun tiba. Selesai Alia mandi, ia terkejut karena ada beberapa pelayan yang menyelonong masuk ke dalam kamar. Mereka dengan sigap menarik Alia ke depan meja riasan dan mulai mengerjakan tugas mereka.

Alia tidak bisa berbuat apapun. Hanya pasrah sembari menunggu apa yang dilakukan pelayan itu selesai. Ia benar-benar ingin segera selesai.

'Aiihhh aku ini punya tangan punya kaki. Ya masa sampai didandanin begini iihhh? Aku bisa sendiri hei kalian!' batin Alia kesal.

Akhirnya, penderitaan Alia selesai sudah. Apa yang dilihat para pelayan itu benar-benar membuat mereka... Terharu. Kenapa?

Di depan mereka, Alia begitu cantik layaknya boneka. Padahal hanya menggunakan riasan sedikit tapi kenapa pancaran kecantikannya begitu luar biasa seperti boneka?

"Ya Tuhan, Nona. Lihatlah diri Nona! Seperti boneka!"

"Hooh! Padahal cuma pakai riasan sedikit loh di wajah nona! Ditambah, pakai baju model lolita begini! Seperti boneka hidup kyaaaa!"

"Tuan muda tahu saja ya kalau Nona aka cocok pakai baju lolita begini! Jujur, saya terpesona sewaktu Nona datang. Sampai mengira, boneka atau manusia itu? Kok cantik bener? Ternyata manusia secantik boneka!"

"Nona. Kasih tahu dong apa rahasia skincare nya! Saya juga pingin punya wajah mulus seperti Nona!"

"Iya nona. Saya juga pingin tahu."

"Saya juga."

Alia menggaruk kepalanya. Sejujurnya, ia juga bingung karena selama ini ia hanya mencuci muka dengan sabun wajah dan air bersih. Iya, itu saja! Aneh tapi nyata, nyatanya wajahnya bersih.

"T-Tidak ada sih, hanya dengan sabun muka." Jawab Alia pelan.

"Sabun muka apa?" Dengan sangat antusias, semua pelayan yang ada disana bertanya bersamaan.

"E-Eh... Itu..."

"Mau sampai kapan kalian merudung anakku?"

"N-Nyonya!"

Aura tiba-tiba mencekam. Mora tiba-tiba muncul di depan pintu kamar sembari melipat tangannya di depan dada. Tatapannya begitu menusuk pada para pelayan itu.

"Ngapain kalian ha? Apa yang sudah kalian lakukan pada menantuku?" Tanya Mora penuh penekanan.

"T-Tidak ada Nyonya! Kami akan pergi!"

Karena begitu takut pada sang nyonya besar, akhirnya mereka semua segera kabur keluar dari kamar Alia. Mora hanya menggelengkan kepalanya.

"Alia."

"I-Iya bunda?"

Sejujurnya, Alia masih canggung berbicara dengan Mora, calon ibu mertuanya. Karena sudah berani membentaknya juga Baskara beberapa jam yang lalu.

Mora mendekati Alia, tangannya mengelus kepala Alia dengan lembut.

"Alia, anakku... Maaf ya ayah dan bunda ngga bisa makan malam bersamamu. Tiba-tiba kakek mertuamu sakitnya kambuh. Makanya, bunda dan ayah harus kesana buat menjaganya. Kami juga ngga bisa mengandalkan nenek mertuamu untuk menjaga kakek sendirian karena beliau juga sudah tua."

'Kukira apa toh...'

Entah kenapa, rasanya begitu gembira saat calon mertuanya membatalkan makan malam bersama. Toh, ia juga bisa masak makan malamnya sendiri di dapur. Atau meminta Aisyah untuk menemaninya.

"Tidak apa-apa bunda. Saya tidak masalah kok, nanti saya bisa masak sendiri makan malam saya." Jawab Alia lembut.

"Kata siapa masak makan malam sendiri?"

"Heh?"

Mora tiba-tiba tersenyum misterius, membuat Alia curiga seketika.

"Kamu tetap makan malam, bukan di rumah seperti rencana kita. Tapi di luar. Dan kebetulan, anakku alias calon suamimu sangat bersedia kalau makan malam bersamamu. Baguslah kalau kalian bertemu dan bertatap muka, yang pasti kamu akan mengenalnya kembali apalagi dia sangat menantikanmu." Ucap Mora.

"Sebentar bunda. S-Saya mau tanya sesuatu masalah... Calon suami saya. Mbak Aisyah dan Bunda bilang dan itu hampir sama, kalau saya kenal dengan calon suami saya dan dia... Merindukan saya. Sebenarnya, siapa calon suami saya? Namanya juga siapa? Jujur, selama ini saya tidak mendekati pria manapun." Ucap Alia bingung.

"Nanti kamu juga tahu. Sudah ya, sekarang siap-siap. Anakku sudah menunggumu di tempat yang sudah disiapkannya. Nah ayo, bunda antar kamu ke depan."

Lagi-lagi, Alia tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Dan lagi-lagi pula, Alia kecewa dengan apa yang ia dapatkan sekarang.

'Haaahh, sudahlah. Jangan memaksa mereka juga buat utarakan jawaban. Ingat Alia, jangan berbuat yang ngga-ngga. Selama nanti jadi bagian keluarga ini, kamu harus tetap jaga sikap dan jaga etika. Atau papa bakalan mengomel di atas sana.'

Sebisa mungkin, langkahnya ia samakan dengan langkah Mora yng begitu anggun dan rapi. Dibandingkan langkahnya Mora, langkah kaki Alia itu seperti sosok lelaki, tak ada anggun-anggunnya. Benar-benar memalukan menurut Alia.

***

"Hati-hati ya. Nanti kamu bakal ditunjukkan jalannya sama Olif. Olif, jaga anakku ya. Kalau ada apa-apa, nyawau taruhannya." Ancam Mora pada sopir pribadi keluarga itu, Olif.

"Siap Nyonya! Seperti biasa..."

"Saya berangkat dulu bunda. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Mobil itu berjalan perlahan, melaju menuju jalanan raya yang akan menuju ke tujuan. Selama perjalanan, Alia tidak menyadari kalau di depan, samping kanan kiri, dan belakang mobil yang dinaikinya, ada banyak mobil bodyguard yang menjaga keamanan Alia.

"Nanti setelah sampai di depan, saya akan mengantarkan nona sampai di tempatnya ya. Nona bisa masuk sendiri kesana." Ucap Olif tiba-tiba.

"Oh, i-iya, pak Olif."

Setelah menjawab Olif, sebenarnya Alia ingin bertanya kepada sopir pribadi itu mengenai calon suaminya. Tapi... Tidak jadi. Karena ia mengira pasti sama saja seperti Aisyah ataupun Mora yang seperti menghindar untuk menjawab.

"Saya tahu nona ingin bertanya tentang Tuan muda."

"Ya?" Sungguh, Olif tiba-tiba menceletuk demikian. Bagaimana bisa ia tahu apa yang dipikirkannya?

"Hehehe, saya tahu dari wajah nona yah penasaran itu. Intinya, Tuan muda itu sangat mirip, terlalu mirip malah dengan Tuan besar. Sebelas duabelas intinya. Sifatnya, perpaduan antara Tuan besar dan Nyonya. Tapi jauh lebih parah daripada beliau berdua. Kadang juga tidak bisa ditebak Tuan muda itu. Tapi saya yakin nona bisa menghadapinya, karena nona kan kenal dengannya..."

"Pak Olif."

"Ya?"

"Pak Olif sudah pernah kena bogem kah?"

"Bogem?"

DUAAGGHHH

***

Sungguh, Alia benar-benar kehabisan kesabarannya. Sudah tiga orang ini mengatakan jawaban yang sama. Jawaban yang mengatakan bahwa dirinya kenal dengan calon suaminya. Siapa memangnya?! Saking kesalnya, ia meninju pipi Olif sampai lebam hingga pria itu hampir kehilangan kendali setir mobil. Semua bodyguard yang mengawal Alia pun turut panik dan turun dari mobil, takut jika Alia dicelakai diam-diam. Ternyata, Olif yang dicelakai diam-diam oleh Alia.

"S-Silahkan Nona... Aduh pipiku..."

"Hmmm."

Dengan rasa kesal yang begitu besar, Alia turun dibimbing dengan Olif. Bodyguard yang melihat pipi Olif yang lebam pun jadi was-was apabila berbuat yang tidak-tidak pada sang calon Nona. Ternyata nona mereka... Adalah wanita yang bar-bar.

Langkah Olif dan Alia berhenti sampai di suatu ruangan VIP pada restoran bintang lima itu. Tapi Alia sudah tidak selera lagi, bahkan ingin pulang rasanya.

"Sshhh... Silakan nona, Tuan muda ada di dalam. Silakan masuk-... Aw Aw Aw... Pipiku..."

"Ya. Makasih. Gitu saja sakit? Lakik apa bukan sih kamu? Huh, kenapa semua di rumah nyebelin ih? Tinggal jawab siapa dia apa susahnya sih?"

Pintu terbuka dan Alia masuk ke dalamnya. Sementara Olif kembali ke mobil untuk kembali ke mansion. Ia akhirnya tahu kenapa sang Nona merasa kesal.

"Aaaahhh karena gara-gara ngga ada yang menjawab identitas Tuan Bagaskara toh. Ya gimana ya? Tuan Bagaskara yang minta sendiri buat ngga beritahu nona masalah identitasnya. Tapi jadi begini sudah... Aduuhhh..."

***

Ruang VIP itu begitu mewah juga elegan di saat yang bersamaan. Tapi bagi Alia, itu begitu luas jika untuk dua orang makan malam. Memangnya dirinya dan sang calon suami akan lomba makan banyak apa?

"Hm? Siapa?"

Matanya menangkap siluet pria yang menghadap kaca jendela besar dengan setelan kantornya yang lengkap beserta dengan coat lebar berwarna coklat tu. Siapa dia? Jangan bilang... Dia calon suaminya?

"Siapa dia?" Gumam Alia.

"Sudah datang ya?"

"Eh? Suara itu..."

Ya, suara pria itu yang berkata demikian. Alia yang mendengarnya mengernyit, ia seperti familiar dengan suara pria itu.

"Gadis kecil. Kamu sudah lupa denganku hm? Biasanya kamu langsung lari peluk aku kalau bertemu..."

"Hah?"

Pria misterius itu membalikkan tubuhnya. Menatap Alia lurus dengan senyuman lebarnya. Ia juga merentangkan tangan kekarnya, bermaksud menyambut Alia.

Alia melihat pria itu, ia melebarkan matanya terkejut. Pria yang di depannya... Benarkah dia? Benarkah dia yang selama ini ia rindukan? Benarkah dia pria yang selalu bermain dengannya semasa dirinya masih kecil?

"K-Kak Bagaskara..."

~Bersambung~