Chereads / Di Antara Dua Pilihan / Chapter 2 - Bab 2

Chapter 2 - Bab 2

"Sudah kucoba hubungi, tapi nomor Dave tidak aktif!" Keluhku kesal.

"Apakah kamu meninggalkan pesan suara untuknya di WA?" Helen bertanya untuk kesekian kalinya kepadaku. Seperti bertanya kepada anak umur tiga tahun yang sedang tersesat dan di tanyai oleh ibu-ibu yang takut jika dirinya tersesat di jalan.

"Ada. Aku meninggalkan pesan suara dan meneriakkan kata, Dasar pria brengsekk! Apakah itu termasuk pesan?" Ucapku mengatakan yang sebenarnya.

Helen pun tertawa terbahak-bahak mendengarkan perkataanku. "Kalau begitu Dave pasti akan mendapatkan pesanmu dan mungkin juga dia mendapatkan serangan jantung karena pesanmu itu!" Guyonnya lagi.

"Lalu apa yang kamu lakukan sekarang? Bagaimana kabarmu dengan Roy?" Tanyaku yang membuatnya terdiam sejenak.

Helen berusaha menutupi kegelisahannya dariku. "Roy sedang sibuk, mungkin untuk saat ini kami akan jarang berkomunikasi." Ucap Helen mencoba beralasan untuk kekasihnya itu.

"Kalau kamu sudah lelah menunggu, datanglah ke tempatku. Akan kubuatkan makanan enak untukmu." Ucapnya lagi padaku.

Memasak adalah hobi Helen, dia berpikir bahwa jika dia pandai dalam hal memasak, dia dapat memanjakan perut kekasihnya itu dan pria itu tidak mungkin akan berpaling dari dirinya.

"Aku jadi tak sabar menunggunya. Kalau begitu, aku tutup dulu teleponnya. Nanti aku akan telepon lagi." Ucapku pada Helen, setelah dia menjawab OK, aku mengakhiri panggilan tersebut.

Seharusnya aku berterima kasih kepadanya. Karena Helen berusaha menghibur dan menenangkan keluh kesahku.

Tetapi yang kuinginkan adalah makan malam romantis dengan Dave. Menikmati malam yang romantis dengan beberapa makanan mewah di atas meja, serta menyesap segelas wine dengan perlahan bersama kekasihku itu.

Aku akan mencoba menunggunya sepuluh menit lagi, ini adalah batas kesabaranku.

***

Di Apartemen

Dave membuat segelas kopi dan menikmati kopi itu secara perlahan. Sambil menatap ke layar laptop, Dave melanjutkan pekerjaan yang belum selesai dibuatnya, saat ia berada di kantor tadi.

Karena pekerjaan ini sangat penting untuknya, dia berusaha menyelesaikannya setiap dia ada waktu luang. Anggap saja dia sedang bekerja lembur.

Setelah kopi itu telah habis diminumnya, Dave meninggalkan bekas gelas kopinya di tempat pencucian piring. Seharusnya hari ini adalah giliran Dave untuk mencuci piring.

Tetapi seperti biasanya, Dave menunggu sampai seluruh peralatan makan yang ada di lemarinya habis terpakai dahulu, baru Dave akan mencuci piring setelahnya.

Dave sangat lelah, dia baru saja pulang kerja. Pekerjaannya yang tertunda saja harus dikerjakan lagi di rumah. Rasanya Dave tidak dapat mengerjakan pekerjaan lain lagi.

Apalagi membuat tangannya menjadi dingin. Malam ini cuaca terasa sangat dingin, karena hujan yang turun terus menerus mengguyur Kota Jakarta.

Dave menaruh pakaian kotornya di dalam keranjang pakaian. Kemudian Dave kembali lagi melanjutkan pekerjaannya yang sudah hampir selesai. Setelah beberapa saat akhirnya pekerjaannya telah selesai ia kerjakan.

Dave menghempaskan dirinya di atas sofa besar. Dia mencoba meregangkan tubuhnya yang baru bisa dia luruskan, dengan perasaan yang sangat lega. Laura selalu mengomelinya agar membersihkan diri terlebih dahulu dan menukar ke pakaian bersih baru boleh bersantai. Apalagi sofa kulit itu juga baru dibeli oleh Laura seminggu yang lalu.

Tetapi Dave terlalu lelah dan malas. Sehingga dia mengabaikan perkataan dari Laura. "Aku sangat lelah, aku akan tiduran sebentar saja di sini. Lagi pula Laura sedang tidak ada di sini dan dia juga tidak akan melihatku seperti ini." Gumamnya pelan sambil memejamkan matanya yang sudah tinggal tiga watt itu.

Dave tidak terbiasa sendirian, saat tiba di apartemen beberapa saat lalu, Dave terkejut tidak menemukan Laura di apartemen kecilnya ini. Sejak Dave mendirikan Imperial Design tahun lalu, hampir setiap malam dia lembur bekerja.

Biasanya Laura sudah ada di apartemen, memasak makanan kesukaannya, bahkan sebelum Dave dapat membuka pintu, aroma makanan yang harum sudah tercium dari luar.

Tapi malam ini hanya memperlihatkan kesunyian. "Mungkin aku lupa jika Laura bekerja lembur hari ini. Atau mungkin Laura pergi ke rumah Helen untuk bergosip." Gumamnya pelan sembari menekan tombol remot TV.

Dave menggeser-geser acara TV yang mungkin akan membuatnya tertarik untuk menontonnya. Tidak ada acara yang bagus, terasa membosankan seperti biasa hanya ada sinetron dan acara musik. Saking membosankan, Dave akhirnya tertidur di sofa dengan TV yang menyala.

Ketika terbangun, Dave mengusap air liurnya yang menetes dari sisi mulutnya. Masih bingung karena mengantuk, dia terbangun dan terduduk. Kemudian dia melihat jam yang terpasang di atas dinding rumahnya.

Karena ruangan yang gelap, Dave harus bangun dan menyalakan lampu ruangan terlebih dahulu. Tanpa sadar menumpahkan minuman yang dia taruh di atas meja kecil, hingga menumpahkan air ke bawah lantai.

"Ah sialnya, kenapa bisa tersenggol sih?" Gerutunya kesal. Kemudian Dave dengan cepat menyalakan lampu di ruangan itu. Dan melirik ke jam dinding yang berada di atas dinding rumahnya, ternyata sudah jam delapan malam. Dengan cepat Dave mengambil kain pel di dekat kamar mandi dan membersihkan tumpahan air itu menggunakan kain pel tersebut.

Dave mengerutkan keningnya, di mana Laura? Mengapa sudah larut masih juga belum pulang. Pikirnya lagi, seharusnya jam segini Laura sudah pulang ke apartemen.

Pandangan Dave jatuh pada sisa puntung rokok yang tinggal separuh di asbak. Kemudian dia menyalakan lagi rokok tersebut.

Dave menghisap rokoknya dengan perlahan, sambil berjalan ke arah balkon. Menekuk badannya sedikit, melihat keluar sambil menempelkan kedua tangannya di pegangan balkon itu.

Dave menyipitkan matanya di kegelapan malam, memperhatikan jalan yang sedang di guyur hujan lebat. Berharap Laura sedang berjalan pulang menuju ke arah apartemennya ini.

Akan tetapi tidak ada tanda-tanda gadis itu akan pulang. Hanya dapat melihat beberapa orang sedang berteduh untuk menghindar dari guyuran air hujan, di pinggir-pinggir tempat yang beratap.

Mengerutkan dahi, Dave kembali ke dalam ruangan dan berdiri di depan cermin. Menatap dirinya di dalam cermin, wajahnya kumal, terlihat kuyu, rambut berantakan dengan kantong mata yang cukup tebal. Hingga pakaian yang dikenakan pun terlihat seperti pemulung di pinggir jalan.

"Brengsekk, kenapa aku terlihat kusam sekali. Sepertinya aku harus mandi dan perlu bercukur. Rambutku juga sudah mulai gondrong, besok harus segera potong rambut." Lalu Dave berputar kesamping dan memperhatikan perutnya yang sudah terlihat membuncit.

"Ya ampun, aku kelihatan seperti wanita hamil, tidak heran jika Laura bilang, dia bisa merasakan ada seorang bayi di dalam perutku ini." Sambil mengelus-ngelus perutnya yang buncit di depan cermin.

Yang di butuhkan Dave sepertinya harus mulai rajin berolah raga untuk membakar lemak di dalam perutnya. Dia harus mulai lari pagi, menyempatkan waktu untuk sit up dan push up di rumah

Malah mungkin Dave harus pergi ke gym untuk membentuk perutnya, siapa tahu bisa membentuk perutnya menjadi six pack, serta mengencangkan otot yang mungkin saja bisa mengalahkan Ade Rai.

Kemudian Dave berjalan menuju ke kamar mandi, lalu dia membersihkan dirinya. Rambutnya sangat lepek, sudah berhari-hari tidak keramas, malam ini dia harus keramas. Selesai mandi, dia segera berpakaian dan mengeringkan rambut yang masih basah itu.

Kemudian Dave teringat dengan ponselnya yang kehabisan daya. Dave mencari charger untuk mengisi daya baterai ponselnya yang sudah mati dari sore tadi dan dia tidak dapat menerima panggilan dari orang lain setelah ponselnya mati tadi.

Siapa tau kekasihnya itu meninggalkan pesan suara kepadanya saat Laura tidak dapat menghubungi nomornya. Cacing di perut Dave sudah meronta untuk diberi makan, karena sibuk bekerja seharian ini, dia belum sempat makan.

Dave sangat kelaparan, mungkin Dave bisa menghubungi Laura dan minta dibawakan makanan olehnya saat perjalanan pulang nanti.

Membayangkan masakan padang di warung makan padang milik Mak Udin, Dave segera mencolokkan ponselnya pada charger, untuk mengisi kembali daya ponselnya. Lalu dia duduk kembali di sofa, tanpa sengaja melihat selembar kertas yang terselip di bawah meja kecil di dekat sofa.

Dave berpikir itu mungkin brosur dari restoran pizza yang baru dibuka kemarin, atau mungkin brosur yang menawarkan pemasangan internet. Biasanya Dave akan membiarkan kertas itu. Namun rasa penasaran menghampirinya. Lalu Dave mengambil kertas tersebut.

Sepucuk kertas surat dengan namanya di tuliskan di atasnya. Dave memandanginya dan berpikir, mungkin surat itu terjatuh saat Laura meletakkannya di atas meja.

Sesaat Dave menjadi panik, jangan-jangan itu adalah surat perpisahan untuknya dari Laura. Tangannya sedikit gemetar membayangkan hal tersebut.

Namun Dave menghilangkan kemungkinan itu, Dave tidak berpikir Laura akan tega untuk meninggalkannya. Mereka telah enam tahun bersama dan bahkan dua tahun diantaranya telah menjalani kehidupan bersama seperti layaknya suami istri.

Memang dirinya dan Laura bertengkar beberapa kali belakangan ini. Tetapi setiap hubungan pasti mengalami masa-masa itu, tidak mungkin ada hubungan yang berjalan dengan lancar dan mulus.

Jalan TOL saja kadang ada macetnya, walau sering dibilang jalur bebas hambatan. Sambil menyengir karena pikiran anehnya, Dave mulai membuka surat yang dari tadi dia pegang.

Ponselnya telah menyala, dering notif pesan WA itu menghentikan gerakan tangannya. Dave melirik ke layar ponsel yang masih diisi daya, menampilkan nama pengirim pesan suara.

Itu adalah pesan suara dari Laura. Kemudian Dave membuka pesan itu dan memutarnya, kemudian menempelkan ponselnya ke dekat telinga.

"Dasar pria brengsekk!" Umpatan Laura menggelegar di telinganya.

"Apa-apaan Laura?" Dave masih tercengang mendengar umpatan kekasihnya itu.

Dave terdiam selama beberapa detik, sesuatu terbesit di dalam benaknya. Dave akhirnya samar-samar mengingat sesuatu.

"Jangan bilang kalau hari ini kami ada janji kencan? Jangan bilang kalau aku seharusnya menemani Laura makan malam romantis di luar?" Dave tiba-tiba membeku.

Tanpa sadar Dave membuka lipatan kertas yang tadi dia pegang. Di dalam terdapat tulisan tangan dari Laura.

'Sayang, aku menunggumu di restoran Perancis di jalan Akasia. Setelah kamu pulang kerja, segeralah pergi ke sana. Aku akan menunggumu di sana. Dari Laura yang mencintaimu.' Pesan yang di tulis oleh kekasihnya itu disertai emoji hati.

Wajah Dave terlihat pucat. Waktunya dia pulang sudah lewat lebih dari dua jam yang lalu. Gambar hati membuat hatinya sendiri anjlok sampai ke lantai. Dave sepertinya dalam masalah yang cukup besar malam ini.

"Bagaimana ini, apa yang harus aku katakan kepada Laura saat dia pulang nanti?" Ucapnya pelan dengan perasaan bersalah dan gelisah.