Chereads / Di Antara Dua Pilihan / Chapter 4 - Bab 4

Chapter 4 - Bab 4

Seperti layaknya seseorang menatap orang lain di tengah-tengah kerumunan orang banyak. Hanya terjadi sesaat dan kemudian melangkah pergi meninggalkan orang tersebut. Baik itu pria maupun wanita yang berjalan di sepanjang jalan.

Berjalan sambil melamun dan tenggelam di dalam pikirannya masing-masing. Sama halnya seperti diriku yang terhanyut dalam pikiranku sendiri, sehingga tanpa sadar sesuatu hal yang buruk sedang datang menghampiriku, seperti malam ini, di tengah lebatnya hujan deras yang membasahi seluruh tubuhku.

Tapi kebanyakan orang hanya akan menonton saja dan mereka tidak akan melakukan apa-apa. Mereka bahkan tidak akan menghiraukanmu, apalagi aku yang dalam keadaan seperti sekarang ini, mereka akan berpura-pura tidak melihatmu dan bergegas pergi dari pandanganmu detik itu juga.

Akupun tidak mempermasalahkan hal ini, karena semua orang sibuk dengan dirinya masing-masing. Hal seperti ini adalah hal yang wajar, hanya terciprat oleh lumpur dan bukannya mengalami kecelakaan di jalan.

Terdengar decit ban dan lampu rem menyala. Ternyata itu adalah suara mobil sport silver tadi. 'Apakah orang itu akan berhenti dan akan turun meminta maaf kepadaku?' Pikirku sembari menyipitkan mata, menggunakan telapak tanganku untuk melindungi wajahku dari percikan air hujan.

Aku berusaha melihat di kegelapan malam dan menembus air hujan yang deras, di tengah bisingnya jalanan di kota ini. Gumpalan asap putih berhembus dari knalpot mobil sport perak yang melambat, mesinnya pun berderum kencang. Aku menyadari jantungku berdebar dengan kencang.

Apakah aku merasa takut? Waswas? Marah? Atau aku merasa senang karena pria itu berniat berhenti dan mungkin akan menghampiriku? Itulah yang aku pikirkan saat ini.

Lampu putih mobil sport perak itu menyala saat akan berjalan mundur, ban mobilnya berdecit keras. Untuk beberapa saat aku menatap pria yang mengemudikan mobil sport perak itu, yang sedang memalingkan wajahnya ke belakang dan menatap ke arahku. Pria itu sepertinya sedang berusaha mencari celah di antara kemacetan di jalan ini.

Bunyi klakson memekakkan telinga, seperti paduan suara yang kompak menyanyikan sebuah lagu kebangsaan negara. Melihat mobil sport perak itu yang berusaha menghindari kendaraan lain dan nyaris menabrak sebuah metromini yang sedang menepi di pinggir jalan. Kondektor pun sepertinya sedang memaki-maki dirinya yang hampir menabrak metromininya.

Sesaat pengemudi mobil sport perak itu terlihat ragu-ragu. Lalu mobil sport perak itu akhirnya meraung kencang di tengah jalan dan melesat ke jalur cepat. Walaupun aku tidak ingin pria itu tahu jika aku sedang memperhatikan dirinya. Mataku benar-benar tidak dapat berpaling dari dirinya itu.

Di antara orang-orang yang berlalu lalang, aku melihat pria itu melirik ke belakang sambil menatapku sepersekian detik, sebelum akhirnya mobil itu menghilang di jalur cepat dan menghilang di kegelapan malam. Sepertinya, akulah yang telah berpikiran terlalu banyak tentang pria itu.

Sambil mengusap air hujan yang jatuh mengenai wajahku, aku berdiri mematung sejenak dan berpikir. Sepertinya akulah yang terlalu naif jika berpikir bahwa pria itu akan berhenti untukku, di tengah jalan yang macet dan derasnya air hujan yang mengguyur Ibukota ini.

Tentu saja pria itu tidak akan mungkin turun, hanya untuk memastikan keadaanku saja, dan bertanya apakah aku baik-baik saja. Mungkin dia juga tidak akan peduli, jika aku telah menghabiskan uang sebanyak lima juta rupiah hanya untuk sebuah gaun yang aku kenakan malam ini.

Pria itu tidak akan berpura-pura menjadi pahlawan, yang datang untuk menyelamatkan gadis cantik seperti yang ada di film-film. Itu adalah khayalan yang sangat jauh, untuk gadis biasa seperti diriku ini.

Malahan aku berpikir jika dia adalah pria yang sombong, egois dan tidak mementingkan perasaan orang lain. Mau diriku dipenuhi oleh lumpur di jalanan ataupun dipenuhi oleh tanah setelah kembali dari kebun. Siapa yang akan peduli?

Akupun tersadar dari lamunanku ini. Tubuhku sudah sangat kedinginan karena air hujan yang terus membasahi tubuhku ini. Sepertinya aku harus cepat pulang.

Sungguh hari ini perasaanku seperti nano-nano yang rasanya pahit, asam, dan asin. Kedinginan, lelah, kesal, jengkel, kecewa, semua perasaan itu yang telah kurasakan saat ini.

Sambil memegang mantelku erat-erat, aku mulai berjalan kembali ke dalam kerumunan pejalan kaki. Lumpur yang menempel di tubuhku sudah hilang seluruhnya diguyur oleh derasnya air hujan.

Yang ada di pikiranku saat ini adalah segera cepat pulang ke apartemen, membersihkan diri dan berbaring di tempat tidur. Hari ini sungguh sangat melelahkan untuk tubuhku dan juga jiwaku.

*****

Wiper mobil bergerak dengan cepat membersihkan kaca mobil dari air hujan yang menghantam jatuh ke bawah kaca mobil itu. Mobil sport perak itu melesat menuju lampu merah.

"Aku akan meneleponmu kembali nanti. Barusan sepertinya aku membuat suatu masalah untuk seseorang." Pria itupun mengakhiri panggilan teleponnya, kemudian dia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.

Pria itu meletakkan kedua tangannya di atas setir kemudi, matanya pun melirik ke arah spion mobil. 'Gadis itu masih berdiri di sana, sambil membersihkan dirinya.' Batinnya di dalam hati.

Pria itu masih saja menatap sosok gadis yang semakin mengecil di dalan kaca spion mobilnya, saat mobilnya melaju melewati jalan Akasia.

Terdiam di trotoar jalan, gadis itu basah kuyup oleh hujan yang dihiasi oleh lumpur. Lumpur yang ada pada tubuh gadis itu adalah hasil karya dari roda-roda ban mobilnya tadi.

Pria itu sedikit mengutuk dirinya sendiri dan menyesali perbuatannya. "Kenapa aku tidak memperhatikan gadis itu sebelumnya? Kenapa juga aku tidak melihat gadis itu sedang berjalan di trotoar, saat aku menyalip mobil di sebelah mobilku tadi?" Gumamnya pelan. Dirinya merasa bersalah pada gadis itu.

Dan sekarang dirinya tidak dapat melepaskan pandangannya dari sosok gadis tersebut. Bukannya dia tidak berusaha berhenti untuk melihat apakah gadis itu baik-baik saja di sana. Dia bahkan melambatkan mobil di belakang taksi yang berhenti tiba-tiba untuk menaikkan penumpang.

Dengan tidak sabar pria itu mengetuk-ngetukkan jarinya di atas setir kemudinya. Tapi hatinya sedikit bersalah pada gadis itu. Dia menatap jam di dasbor mobil, sudah jam delapan lewat dua puluh lima menit.

Dia sudah ada janji dengan teman-teman lamanya di klub malam dan dia sudah hampir terlambat karena kemacetan yang disebabkan oleh hujan deras ini.

Kemudian pria itu melirik kaca spion lagi. Dia merasa tidak bisa meninggalkan gadis itu sendirian di trotoar dengan penampilan seperti itu. Dapatkah dia bermurah hati seperti itu? Pria itu mulai kesal dengan jalan pikirannya, ada apa sebenarnya dengan dirinya ini.

Pria itu sudah terbiasa membuat keputusan dengan tegas dan cepat. Dia penuh pendirian dan tidak plin plan.

Ya sudahlah, lagi pula gadis itu juga tidak terluka, hanya saja pakaiannya yang menjadi kotor karena lumpur itu, pikirnya saat ini.

Dia akan bertemu dengan teman-temannya, sudah cukup telat baginya untuk tiba tepat waktu dari waktu yang telah dijanjikan. Dia sekarang tidak dapat kembali.

Tetapi, hati kecilnya kemudian berbisik di telinganya, agar dia kembali lagi menemukan gadis itu. Dia akan mencoba kembali lagi untuk menemukan gadis itu. Perasaan bersalahnya pada gadis itu, mengalakan segalanya.

Menekan pedal gas dalam-dalam, pria itu akhirnya mengambil jalan untuk berputar dan berbalik ke jalan yang telah dilewati olehnya tadi. Menerobos beberapa kali lampu merah, untungnya tidak ada polisi lalu lintas di saat hujan deras seperti ini.

Malam ini, hujan benar-benar sangat lebat. Padahal dia baru saja kembali dari luar negeri siang tadi. Perubahan cuaca ini membuatnya sedikit tidak nyaman.

Dengan hati-hati pria ini melirik ke luar jendela mobil. Matanya menyipit dan memperhatikan trotoar tempat di mana gadis itu sebelumnya berdiri. Gadis itu mungkin masih di sekitar sini, pikirnya lagi.

Dia ingin menemukan gadis itu dan turun untuk menghampirinya. Menanyakan apakah gadis itu baik-baik saja dan ingin meminta maaf atas tindakan yang dia tidak sengaja. Namun, dia masih belum dapat melihat sosok gadis itu di sekitar sini.

Mungkin gadis itu telah berjalan lebih jauh, dengan perlahan dia berjalan ke depan dan memperhatikan jalan dengan baik. Namun sudah lama dia mencari, dia tidak dapat menemukannya.

Dia tidak dapat menemukan sosok gadis berambut hitam panjang, yang mengenakan gaun merah berlapis mantel itu lagi. Dengan penuh harap dia masih melanjutkan pencariannya dan pada akhirnya itu sudah terlambat baginya menemukan gadis itu lagi. Gadis itu pada akhirnya telah pergi meninggalkan troroar jalan.

Akhirnya dia pun menyerah untuk mencarinya lagi. Dengan menghela napas kasar, dia menghempaskan dirinya ke kursi kemudi dan menatap jalan yang masih dipenuhi oleh pejalan kaki. Menatap kegelapan malam yang disinari oleh lampu jalan.

Dengan sedikit melamun melihat para pejalan kaki yang berjalan sambil berdesakkan. Dia sedikit terkejut dengan kelakuannya ini. Apakah dia kecewa karena kehilangan sosok gadis cantik tersebut?