Chereads / TITIK DUA BINTANG / Chapter 6 - Keintiman Menjalar

Chapter 6 - Keintiman Menjalar

Yoto dan Ita datang menghampiri kami, lalu membuatku spontan mendorong Mey hingga dirinya hampir terjatuh dari bangku tempat duduknya.

"Mey.."Aku refleks menopang pinggangnya agar Mey tidak terjatuh menyentuh lantai.

"Uhh ehem.." Goda Yo dengan terus tersenyum melihat kami berdua.

Ita mematung melihat situasi aku dan Mey saat ini. Aku otomatis tidak sengaja melepaskan tanganku, membuat Mey akhirnya terjatuh. Ita yang melihat kejadian itu tertawa lepas melihat adiknya tersungkur lucu ke lantai. Mey menatap ku jengkel dan berjalan pergi menjauhi kami. Aku gemetar ketakutan melihat reaksinya, seperti anak anjing yang diancam tidak akan diberi makan malam.

Aku hendak beranjak berdiri untuk menyusul Mey tapi, Yoto dengan kasar menarik tanganku untuk kembali duduk.

Aku dipaksa medengarkan utaian kata yang keluar dari mulut Ita. Banyak hal yang harus diperbaharui untuk kondisi pembangunan rumah Mey. Ita mengutarakan 1 per 1 keinginan Mey , di mulai dari menambahkan balkon dengan view laut dan pantai di kamar utama yang adalah kamar Mey. Aku tidak terlalu mendengarkan Ita, ada Yoto ini. Biarkanlah dia yang mengurus, mencatat kemauan client. Aku yang akan mengeksekusi bagian designya saja.

Pikiranku kali ini hanya tertuju pada Mey. Mungkin, lengan Mey saat ini sedang terluka.

'Oy!! Ceroboh banget saattt.' Keluh ku dalam hati.

Plakkk...

Yoto menggeplak kepalaku sangat kuat. "Aduhh..." Aku tersadar dari lamunanku, melihat situasi sudah sunyi. Ita juga tidak menjelaskan apapun lagi terhadap kami.

"Oy, Mey minta kamu datang ke apart dia." Ucap Ita.

Mendengar pinta Ita aku pun bergegas membawa pad ku dan beranjak untuk pergi.

"Lah emang tau apart Mey di mana?" Yoto menarik lenganku. Membuatku terhenti sebentar.

Aku tahu apartementnya di mana tapi, di lantai serta nomor kamarnya aku sama sekali tak tahu. Bodohnya aku, rasa khawatir ini menuntutku tergesa-gesa ingin segera menemui Mey.

"Jalan sekitar 300m dari sini, nanti kamu ketemu gedung tinggi. Kamu masuk ke dalam! naik ke lantai 9 kamar, nama kamarnya lotus." Jelas Ita sangat detail.

Mendengar penjelasan Ita, aku langsung berlari menuju ke apartment Mey. Aku naik ke lantai yang sudah disebutkan oleh Ita tadi dan mengetuk kamar bertuliskan lotus di bagian pintu.

"Masuk aja!" Terdengar teriakan Mey dari dalam.

Aku masuk perlahan, benar saja Mey sedang mengobati luka gores yang berada di siku nya, Mey terlihat kesusahan karna tak dapat menjangkau lukanya. Aku menghampirinya yang terduduk di sofa dan merebut kapas yang sudah diberi obat dari tangan Mey.

Suasana sangat hening sekali, hanya terdengar sayup-sayup nafas Mey yang tidak beraturan.

Aku meneteskan obat ke sikunya, hal itu membuat Mey mendesah tipis kesakitan.

Duk.. Dukk.. Dukk..

Uhh, kali ini jantungku seperti terhunus pedang petir milik Dewa Hades. Sakit tetapi rasanya seperti candu. Mey Berdesah karena sakit tapi entah kenapa aku menikmati suara itu masuk ke telingaku.

Aku tanpa sadar terus menerus menekan-nekan lukanya. Mey terus mendesah kesakitan karna perbuatanku dan dengan spontan meremas lenganku untuk menahan rasa perih yang dia terima.

"Kamu lagi menikmati?" Ucapnya lirih dengan mata sedikit sayu.

Aku menghentikan kelakuan aneh ku. Aku merasa seperti tersihir karna terus menekan-nekan lukanya yang harusnya di tekan sekali saja sudah cukup.

"Maaf, aku tadi harusnya gak ngelepas peganganku." Kata ku lembut yang dengan perlahan mengangkat tangannya agar aku dapat menghembus lukanya.

Mata Mey yang sayu bolak-balik melihat ke arah bibirku dan lukanya. Nafasnya semakin terasa berat hingga membuatnya beberapa kali mencengkram pahaku yang cukup lengket dengan pahanya.

Aku tidak mendengar satu untaian kata pun terlontar dari mulut Mey. Hal itu membuat ku menoleh ke arahnya untuk memastikan dia mendengar ucapanku. Aku melihat Mey dengan rupa yang tidak seperti biasanya, sedari tadi matanya hanya terus tertuju ke arah bibirku saja.

Mey mendekatkan dirinya lebih dekat lagi denganku, hal itu membuat badan ku mengambil posisi mundur.

Seperti tak peduli dengan posisiku yang berusaha untuk tidak terlalu dekat dengannya, Mey menyeret duduknya secara terus menerus untuk dapat mencapaiku.

Dukk..Dukk..Dukkk

Atmosfer ini membuatku keringat dingin, matanya yang sayu dan perubahan wajahnya sangat jelas memaparkan bahwa dia menginginkan diriku.

"Mey.." Aku mulai panik dengan situasi ini.

Namun Mey tidak peduli dan terus melanjutkan aksinya hingga aku terpojok sampai ke pinggiran sofa.

"Mey, mey aku bel-" Mey menghentikanku berbicara dengan jari telunjuknya.

Mey meraih wajah ku dan memajukan wajahnya secara perlahan lalu berbisik, "Di sini gak akan ada orang."

Aku sedikit terlena akan bisikannya yang membuatku terangsang.

Otak ku terasa kesemutan, kami saling memandangi wajah cukup lama. Aku memberanikan diri untuk menarik pinggang Mey agar kami lebih mematikan jarak, hal itu membuat Mey tersenyum menggoda.

Mey kembali melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda, kali ini tanpa sadar aku mengikuti sinyalnya.

'Pi Fon..'

Teriakan itu mencuat menggema dari otakku, mengembalikan ingatan saat aku melihat Mey berciuman dengan kekasihnya.

'Aku mohon, tunggu aku..'

Kembali terdengar ucapan Caka, mantan pacarku sebelum kami berpisah.  Kata kata itu memenuhi seluruh ruangan di dalam otakku secara tiba-tiba. Hingga,

Nggiiiiiingggg...

Suara dentingan panjang ini membuatku sadar sepenuhnya.

"Mey.." Aku mendorong kedua pundak Mey menjauh.

Raut wajah ku berubah seperti ada kekeliruan di antara aku dan Mey. Mey terlihat bingung dan langsung membenarkan posisi duduknya. Mey melihatku heran, dia mungkin sadar kalau diriku tak merasa nyaman di dekatnya.

" Aku kira, kamu mau.." Ucapnya ragu-ragu.

"Kayaknya ini gak benar deh." Aku membalas ucapannya sambil menarik pad ku dari meja.

Mey menjatuhkan dirinya ke sandaran sofa, mendongakkan wajahnya ke atas dan menghela nafas kasar sebagaimana orang kesal.

"Ita nyuruh aku ke sini. Kamu mau revisi di bagian yang mana?" Aku menyodorkan pad ku, untuk memperlihat design interior bagian ruang tamu rumahnya.

"Revisi semuaa!" Serunya kesal.

"Eh.. maksudnya semua?" Tanyaku bingung.

Mey menarik pad ku garang, lalu mencoret-coret tidak jelas design yang telah ku siapkan. Aku terdiam melihat kelakuannya.

"Design ulang!" Serunya lagi mencampakkan pad ke tanganku dan beranjak pergi dari sofa itu.

Aku hanya bisa terdiam dengan perlakuannya. Rasanya sangat kikuk sekali berbeda dari suasana beberapa menit yang lalu.

"Mey, tapi kan kamu waktu itu udah setuju sama designku, paling cuma ada beberapa perubahan." Aku mencoba melontarkan pendapatku agar Mey berpikir ulang dengan perkataannya.

Namun, bukan jawaban yang ku terima malah lontaran muka amarah yang ku dapat. Mey menatapku dengan percikan api tersulut dari ujung matanya. Aku merasa seperti calon mangsa yang akan segera dia lenyapkan. Melihat bentukan Mey yang terlihat seperti cheeta liar dan ganas, membuatku hanya bisa tertunduk takut.

'Ya Tuhan tolong lah aku..'

Aku meronta di dalam hati, rasanya ingin cepat pulang untuk menghidari situasi ini.

***

Aku mengerjakan design ulang ruang tamu rumah Mey hingga waktu menunjukan sudah hampir tengah malam.

Aku mencoba membuat beberapa ide design untuk kamarnya juga jadi bisa sekalian aku tunjukan kepada Mey. Mey masih memasang wajah berangnya usai kejadian tadi siang.

"Mey.." Panggilku gusar.

Mey beralih memandangku seperti mata elang. Dia meyelipkan tangan ke dadanya menunggu perkataanku selanjutnya.

"Udah malam banget, boleh dilanjut besok gak?" Tanyaku pelan-pelan selayaknya orang mengeja.

Mata Mey seperti mengeluarkan aura merah, rasanya akan keluar laser dari sana untuk mencabik-cabik badanku.

Krukkk.. Krukkk..Krukkk

Tanpa perintah, perutku seperti protes dengan suara lantang meminta seserahan untuk dimakan.

"Eh?" aku spontan memegang perutku.

Mey tertawa lepas kali ini, mungkin dia mendengar perutku keroncongan sangat keras seperti memakai toa.

Aku hanya bisa menyengir kayak kuda menahan malu karena ditertawakan oleh wanita ular yang berdiri tepat di hadapanku.

Mey berjalan menuju dapur kecilnya dan sigap mulai memasak. Tidak ada sedikitpun asupan makanan yang masuk membuatku lebih menginginkan makanan instan seperti mie cup. Aku berjalan ke arah dapur mininya untuk menanyakan," Mey ada mie cup?"

"Kamu istirahat dulu! sana duduk di dekat balkon! aku bakal siapin kamu makanan." Jawabnya memerintah sambil memotong-motong beberapa daun bawang yang tak kuasa untuk ku cium aromanya.

Aku menaati perkataan Mey untuk menghindari bebauan saat Mey memasak. Duduk di balkon menikmati aroma laut yang tidak begitu jauh dari sini. Mengistirahatkan bola mata dan jari-jari ku dari layar rana ku bekerja.

Tak lama, Mey datang dengan aroma masakan yang sangat membuatku terlena. Hidangan yang dipersembahkannya membuat perutku semakin brutal mengeluarkan aksi demo agar segera memakannya. Mey menghidangkan tumis udang dan ayam asam manis.

Mey mangambil nasi beberapa centong ke piringku serta terus memberiku lauk pauk. Aku tersenyum kagum, melihat Mey melayani ku ramah.

'Betapa beruntungnya Pi Fon.'

Aku bergumam dalam hati.

Setelah mengucap doa, tanpa basa-basi aku langsung melahap semua yang ada di piringku. Rasanya nikmat sekali, aku melayang karena masakan Mey. Mey tertawa kecil melihatku makan dengan rakusnya. Dia menghentikan langkah tanganku yang bersedia memasukan sendok dengan segumpal nasi dah udang besar di atasnya. Aku berniat memasukannya ke dalam mulutku dalam porsi besar.

"Pelan-pelan makannya, nanti kesedak." Ucapnya lembut.

"Ahh Mey, aku jarang makan makanan kayak gini." Balasku dengan mulut penuh makanan.

Mey masih terus tertawa kecil melihat kelakuanku. Dia meletakan nasi dan lauk di sendoknya dengan porsi lebih kecil dan mengarahkannya ke mulutku,"Hah.. Makan."

Aku terdiam bingung cukup lama. Hatiku bergetar karna ulah Mey yang berniat menyuapi ku makan. Aku melebarkan mulutku untuk menerima pendaratan makanan dari Mey. "Setiap hari, aku sanggup buatin kamu makanan lebih enak dari ini." Ucapnya lagi dengan tersenyum manis.

Aku terhanyut dalam kata-kata itu. Ada bumbu gurih di dalamnya yang membuat perkataan itu terasa nikmat di dengar. Mey menyihirku dengan tingkah lakunya.

Makan malam kali ini sangat menyenangkan. Ini pertama kaliny dalam hidup makan masakan perempuan lain selain Ibu dan Mama Yoto.

"Makasih Mey." Kataku sambil bersiap untuk pulang.

"Kamu yakin gak mau nginep aja? Ini dah malam banget loh." Mey mencoba meyakinkanku untuk tinggal malam ini.

Aku terseyum kecil mendengarnya memohon seperti itu."Aku bisa minta makan mulu kalau nginep di sini. Lain kali ya." Aku mengelus lembut kepalanya. Mey tersenyum tipis sebagai bentuk balasan ucapanku.

Kami berjalan bersama, menghantarkanku sampai depan pintu kamarnya. Aku pulang dalam kondisi kenyang jasmani dan moody.

Banyak hal yang terjadi hari ini. Bisa dibilang ini salah satu hari berhargaku. Keintiman antara aku dan Mey mulai menjalar saling berhubungan. Namun, Aku harus bertindak seperti apa untuk selanjutnya? Aku masih menerka-nerka dan tidak ingin terlalu terbawa arus yang Mey hantarkan.