Langkahku terhenti mendengar pernyataan Mey yang terlalu blak-blakan. Aku tercengang dengan air mata yang masih mengalir deras dari mata ku. Jantungku seperti masih belum siap menerima pengakuannya.
"Yoto bilang cowok itu mantan kamu. Dia gak pantas untuk kamu tunggu. Ngapain kamu ketemu dia lagi?" Ujar Mey melanjutkan perkataannya.
Aku yang sudah naik darah, kembali berjalan mendekatinya. "Tau apa kamu?"
Mey mencengkram bajuku, menariknya keras hingga aku terseret ke arahnya.
"Aku tau segalanya tentang kamu Oy!" Serunya lantang.
"Apa yang kamu harapin dari aku Mey?" Tanyaku dengan nada membentak seperti tak ingin kalah.
"Aku mau Kamu Oy." Mey menyeka tangisku lalu memelukku.
Perkataan itu membuat waktu terasa berhenti sebentar. Aku kalut, karena aku merasakan setitik perasaan senang beriringan dengan hatiku yang masih nyut-nyutan.
"Gilak Ya!! Kamu anggap aku mainan? Pacar mu Pi Fon! Jangan jadiin aku fantasi bacaan novel mu itu!!" Teriak ku memaksa Mey menghentikan pelukannya.
"Aku gak main-main sama perasaan ku ke kamu Oy!" Mey menggenggam tanganku.
Aku menggeleng-gelengkan kepala ku. Semua ini rasanya seperti tidak nyata. Kenapa semua ini harus terjadi berturut- turut terhadapku?
"Aku bisa putusin Pi Fon sekarang!" Mey mengambil handphonenya dari meja dan mencoba menelpon kekasihnya.
"Mey Kamu gilak ya!! Perempuan sama Perempuan Itu gak akan pernah bisa!" Aku merampas handphonenya dan meletakkannya kembali ke meja.
Mey menarik leher ku kearahnya dan tanpa permisi mencium bibirku. Ciuman itu membuat kami terlempar jatuh ke dekapan sofa yang sangat nyaman. Aku kaget saat itu, tapi hati ku tak bisa berbohong. Aku juga menginginkannya.
Mey melumat bibir ku dengan lahap. Api meledak dalam diriku. Aku tergoda dan mulai mengikuti alur. Bibir Mey terasa lembut, aku bagaikan sedang menikmati potongan salmon segar. Wangi khas tubuhnya tercium nikmat, aku merasakan wangi melon masuk dengan sopan ke hidungku saat bibirku menjalar ke area lehernya.
Mey melekukkan badannya seperti kenikmatan menjalar ke seluruh tubuhnya. Aku melanjutkannya hingga ke perutnya yang hangat, "ahh..." Terdengar desahan kecil.
Aku membuka paksa resleting hot pants putih yang dipakainya, menariknya perlahan dan mengecup pelan pahanya.
"Ahhh... Oy.." Mey berdesah cukup lantang kali ini.
Desahan itu membuat energi ku bangkit entah darimana. Aku bagaikan macan jinak yang menyantap daging dari tuannya , hasratku yang lapar membuatku mencicipinya dengan buas. Mey menggeliat-geliat selayaknya ular yang berhasil ku taklukkan. Aku akan memberinya pelajaran karena telah berani menggodaku.
Mey menghentakan tubuhnya tak terkendali mungkin aku mengenai ujung kenikmatannya.
Mey menarik rambut ku halus, seperti memerintahkan untuk menjamah kembali bibirnya. Aku menurutinya bagaikan budak.
"Kamu belajar darimana Oy?" Tanya Mey dengan rintihan kecil.
"Naluri." Bisik ku.
Setelah menjawab pertanyaannya. Suara serak yang Mey lontarkan membuatku semakin ingin berkuasa memilikinya. Ku biarkan naluri ku lepas liar untuk memuaskan keinginan Mey hingga akhirnya, Mey mencapai titik nikmat, terhentak dengan hebatnya dan Mey memancarkan senyum puas sebagai makanan penutupku, lalu..
Plaakkkk...
Mey menamparku.
"Mey.." Aku terdiam kaget. Takut apa yang ku lakukan salah.
"Kamu bilang Perempuan dan perempuan gak bisa? Apa yang kamu lakuin terhadapku?" Mey kembali mendominasi keadaan.
Aku hanya tertunduk malu, dengan perbuatanku yang seakan-akan di kontrol oleh seseorang yang juga berdiam di diriku.
"Cinta itu seperti air. Terserah dia mau bermuara di wadah yang mana! Dia ga bisa menentukan akan pergi ke samudera atau malah jatuh ke perut manusia. Semua gak bisa di prediksi." Jelas Mey lantang yang gelagapan menarik kembali hot pantsnya ke poisis semula.
Aku hanya bisa tersenyum tipis. Mungkin cintaku telah bermuara di Mey sejak pertama kali melihatnya.
"Enak kan?" Tanya ku menggoda.
Mey tertawa kecil sambil memeluk ku erat.
Kami tertidur setelah moment bahagia itu terjadi. Gak bisa kubayangkan. Wanita yang ingin ku cicipi sekarang tertidur pulas di pelukan ku. Moment bersama Caka terobati dengan kehadiran Mey. Apakah secepat itu kah luka ku bisa sembuh? Atau memang aku sudah tak punya perasaan apapun lagi terhadap Caka? Atau Mey yang terlalu ahli mengobati perasaanku yang merasakan perihnya di campakkan?
***
Aku terbangun dari tidurku yang sepertinya panjang sekali. Terlihat Mey sedang memandangi ku dengan damai. Menyentuh wajah ku perlahan sambil menutup matanya.
Adegan ini sangat familiar, seperti aku mengingat sesuatu yang samar. "Kamu ngapain Mey?"
"Kamu dari dulu memang sudah indah." Ucapnya lembut sambil mengecup bibirku.
"Mey maksudnya apa?" Tanyaku bingung.
Mey hanya tersenyum manis. Senyumannya terasa bagaikan pancake stroberi. "Kamu sekarang milik ku Oy! Lepaskan cintamu yang lalu. Aku ingin mendampingimu sampai ujun usia."
Aku tersenyum tipis mendengarkan perkataan itu dari wanita yang aku rasa tidak akan bisa memliki kata-kata se-manis untuk diucapkan saat pertama kali bertemu.
"Pacar kamu gimana?" Tanyaku.
"Pi Fon gak layak bersama ku. Setiap dia merasa bosan, dia akan mencari pelampiasan menggantikanku lalu kembali." Jawab Mey meraih pipiku.
"Pi Fon kayak gitu?" Aku bertanya seakan-akan tak percaya. Karena Pi Fon terlihat baik dan penyayang.
Mey mengeluarkan handphone dan menunjukkan beberapa video dan foto perselingkuhan Pi Fon. Aku memeluk Mey erat, pasti sakit rasanya dikhianati berkali-kali. Mey mendongakkan wajahnya untuk melihatku dan berkata, "Perasaan ku terhadap Pi Fon tidak pernah ada. Aku begitu bahagia menemukan mu Oy."
"Ah Modus. Terus ciuman di taman ria namanya apa? Cosplay jadi pacet kamu?" Ledekku tertawa kecil sambil membelai wajah Mey.
"Sengaja biar kamu panas." Jawabnya cekikikan.
Lagi-lagi Mey membuatku terheran-heran dengan hal tak terduga yang terlontarkan dari mulutnya. Aku refleks bertanya, "Kamu tau aku di sana sebelum aku nyamperin?"
Aku benar-benar kehilangan akal. Tindakan Mey ternyata sudah dua langkah lebih di depanku. Dia hanya cekikikan puas melihat ekspresi kagetku. Suasana berubah, Mey bergerak menindihku di tempat tidurnya, mendekatkan bibirnya ke kuping ku dan membisikkan, "Kamu mau merasakan naluri ku Oy?"
Aku menepuk dahinya pelan sebagai reaksi penolakan. Mey memasang wajah cemberut setelah perlakuanku itu.
"Aku lapar Mey! Aku harus bekerja sekarang juga. Kalau gak aku bisa gila dengerin ocehan revisi mu." Keluh ku.
Mey tertawa kecil dan kembali mendekatkan bibirnya ke telingaku, "Oke, aku masakin kamu makan dulu. Setelah itu aku inginkan lebih dari yang kamu lakukan semalam sayang."
Suaranya nyaring terdengar di telinga ku. Suara serak menggoda yang membuatku tak bisa menahan hasrat ku untuk mencicipinya lagi bahkan ingin melahap semua yang ada diri nya.
Aku menarik Mey yang hendak beranjak pergi dari tempat tidur. Kami melakukannya lagi, ciuman kali ini terasa lebih hangat. Mey memandu ku dengan perlahan. Dia membuka kancing kemeja putihku, Mey terpaku mengagumiku. Perlahan memendamkan wajahnya di sana. Nalurinya membuai hasrat yang mungkin selama ini dia pendam mencuat keluar.
Dengan wajahnya yang penuh nafsu Mey memelintir lidahnya tepat di tempat yang membuat ku kejang . Wanita imut ku berubah menjadi wanita buas saat ini. Dia tidak berhenti di situ lanjut hingga ke bawah, mengelus lembut paha ku dengan bibirnya yang lembut sementara tangannya membelai paha ku yang lain.
"Mey.." Panggilku dengan suara setengah terbenam nafsu.
Aku gemetar hebat, saat lidah nya bertemu dengan area kenikmatan ku. Aku kejang hingga tak sadarkan diri.
Ini kali pertamaku merasakan hal seperti ini.
Mey membuatku candu hingga tak bisa lagi melarikan diri.