Kael menatap langit malam dari pintu masuk gua kecil tempatnya berlindung. Luka-luka di tubuhnya mulai mengering, tetapi rasa sakit itu tidak sebanding dengan kekacauan yang melanda pikirannya.
Ellena, Darion, Nathaniel—nama-nama yang kini kembali mengusik hatinya. Semua itu adalah kenangan dari masa lalu yang ingin dia lupakan, tetapi terus mengejar seperti bayang-bayang yang tak terhindarkan.
"Kau tidak bisa terus seperti ini, Kael," suara kristal hitam itu menggema di benaknya. "Jika kau tidak siap menghadapi mereka, kau hanya akan mati sia-sia."
Kael menggenggam dadanya, tempat kristal itu berdenyut seperti jantung kedua. "Aku tahu. Tapi kekuatan tidak datang dengan mudah, bukan?"
Kristal itu tertawa dingin. "Benar. Tapi kau telah diberkati dengan Gluttony. Jika kau menggunakannya dengan bijak, kau akan menjadi jauh lebih kuat."
Kael menggeleng. "Bahkan dengan Gluttony, aku masih terlalu lemah. Nathaniel dan pasukannya hampir membunuhku. Jika aku tidak memperbaiki diriku, aku tidak akan pernah bisa melawan mereka... atau dunia ini."
Dia terdiam sejenak, menatap ke dalam kegelapan hutan yang tampak menakutkan namun memikat.
"Ada tempat yang bisa membantumu," suara kristal itu melanjutkan. "Hutan Gelap. Tempat di mana hanya mereka yang benar-benar berani dan putus asa yang berani masuk."
Kael mengernyit. Dia pernah mendengar cerita tentang Hutan Gelap dari dokumen-dokumen rahasia Ordo. Tempat itu terkenal sebagai sarang monster liar, penuh dengan bahaya yang bahkan para petualang terlatih pun enggan mendekatinya.
"Kenapa aku harus pergi ke sana?" tanya Kael.
"Karena di sana, kau tidak hanya akan bertahan, tetapi berkembang," jawab kristal itu. "Hutan itu akan memaksa dirimu untuk melampaui batas. Kau akan menghadapi ketakutan, rasa sakit, dan kematian. Jika kau bertahan, kau akan menjadi sesuatu yang lebih."
Kael terdiam. Dia tahu bahwa ini bukan sekadar latihan biasa. Hutan Gelap bukan tempat untuk sembarang orang, tetapi di balik semua bahaya itu, ada peluang.
---
Fajar mulai menyingsing saat Kael memutuskan untuk meninggalkan gua. Dia berjalan perlahan, menahan rasa nyeri di tubuhnya sambil mengumpulkan keberanian untuk langkah berikutnya. Dengan pandangan penuh tekad, dia memulai perjalanan menuju Hutan Gelap.
Sepanjang perjalanan, suara kristal terus memberinya arahan, menggambarkan apa yang mungkin dia temui di sana.
"Hutan itu bukan hanya rumah bagi monster, tetapi juga rahasia-rahasia kuno. Kau akan menemukan sumber daya, jebakan, dan bahkan makhluk yang dapat memperluas kekuatanmu. Namun, kau harus tetap waspada. Hutan itu tidak akan memaafkan kesalahan sekecil apa pun."
Setelah berjam-jam berjalan, Kael akhirnya tiba di tepi Hutan Gelap. Pepohonan besar menjulang tinggi, cabang-cabangnya menyatu membentuk kanopi gelap yang menghalangi cahaya matahari. Udara di sekitar hutan terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengintai di setiap sudut.
Kael berhenti sejenak, menatap lebatnya hutan di depannya. "Ini dia," katanya pelan, suaranya penuh tekad. "Jika aku ingin menjadi lebih kuat, aku harus masuk."
Dia melangkah maju, memasuki hutan yang dipenuhi bayangan dan kegelapan.
---
Di dalam Hutan Gelap, suasana terasa berbeda. Segala sesuatu di sana seolah hidup—dahan pohon yang bergerak pelan, suara gemerisik daun, dan aroma tanah basah yang pekat.
Kael berjalan perlahan, memperhatikan sekelilingnya. Dia tahu bahaya bisa datang kapan saja.
"Pertama-tama, kau harus menemukan tempat berlindung," kata kristal. "Hutan ini akan menjadi gurumu, tetapi juga musuh terbesarmu."
Kael menemukan sebuah pohon besar dengan akar yang membentuk ruang kecil di bawahnya. Dia membersihkan tempat itu dan memutuskan untuk bermalam di sana.
Malam pertama di hutan terasa panjang. Kael tidak bisa tidur nyenyak, selalu waspada terhadap suara-suara yang aneh. Namun, meskipun rasa takut menghantuinya, ada api kecil di dalam dirinya yang terus menyala—keinginan untuk menjadi lebih kuat.
---
Hari-hari berikutnya, Kael mulai mempelajari lingkungan sekitarnya. Dia menemukan tanaman yang bisa dimakan, sumber air yang aman, dan jalur-jalur yang sering dilalui oleh monster kecil.
Namun, dia juga belajar tentang batasannya. Luka-luka di tubuhnya membuatnya sulit bergerak cepat, dan rasa lapar mulai menggerogoti tubuhnya.
Di tengah penderitaan itu, kristal hitam terus memberikan bimbingan. "Kesulitan ini adalah ujianmu. Setiap hari kau bertahan di sini, kau semakin kuat. Jangan menyerah, Kael."
Kael memanfaatkan setiap kesempatan untuk melatih kemampuannya. Dia mencoba mengasah Gluttony meskipun tidak bisa menggunakannya secara langsung. Dia belajar untuk membaca jejak, menghindari bahaya, dan menguatkan tubuhnya dengan latihan fisik.
Waktu berlalu tanpa terasa. Tubuh Kael perlahan mulai terbiasa dengan ritme Hutan Gelap. Dia menjadi lebih gesit, lebih kuat, dan lebih waspada.
---
Di malam ketujuh, Kael duduk di atas batu besar, menatap bulan yang redup di langit. Dia mengepalkan tangannya, merasakan kekuatan yang mulai tumbuh dalam dirinya.
"Hutan ini benar-benar mengubahku," katanya dengan suara rendah.
"Ini baru permulaan," suara kristal menjawab. "Tapi ingat, kekuatan sejati datang dari bagaimana kau menggunakannya, bukan hanya memilikinya."
Kael mengangguk pelan. Dia tahu perjalanan ini masih panjang. Tetapi untuk pertama kalinya sejak dia meninggalkan Ordo, dia merasa ada harapan. Di dalam Hutan Gelap ini, dia tidak hanya bertahan—dia berkembang.