Tujuh hari berlalu sejak Kael pertama kali memasuki Hutan Gelap. Tubuhnya kini terasa lebih kuat, langkahnya lebih ringan, dan pikirannya lebih tajam. Namun, selama tujuh hari itu, ada satu hal yang terus dia nantikan—selesainya cooldown skill Gluttony.
Dia berdiri di tepi jurang kecil yang memandang ke lembah lebat, di mana monster berkeliaran seperti bayangan yang tak henti bergerak. Saat ini, dia membutuhkan kekuatan baru. Namun, kekuatan itu harus berasal dari makhluk yang benar-benar layak.
"Coolldown selesai, Kael," suara dingin dari kristal hitam itu bergema dalam pikirannya. "Cari targetmu dengan hati-hati. Kekuatan yang kau dapatkan akan bergantung pada makhluk yang kau serang."
Kael memandang lembah itu dengan mata tajam. Dia sudah memutuskan. Hari ini, dia akan mencari target yang sesuai untuk mendapatkan kemampuan baru—dan dia juga ingin menguji senjata yang mulai menjadi ciri khasnya: cakar tajam yang dia ciptakan sendiri menggunakan bahan-bahan dari hutan, diperkuat dengan kekuatan kristal hitam.
Dia melompat turun dari tepi jurang dengan gesit, menjejakkan kaki di jalur berbatu di bawahnya. Tubuhnya bergerak senyap, menghindari perhatian monster kecil yang berkeliaran.
Saat memasuki kawasan yang lebih gelap dan rapat, Kael mendengar suara gemuruh yang aneh di kejauhan. Suara itu bukan hanya suara monster, melainkan sesuatu yang lebih kacau—seperti pertempuran.
Dia segera bergerak menuju sumber suara itu. Jantungnya berdetak lebih cepat. Apakah ini pertarungan antar-monster? Atau mungkin seorang petualang yang tersesat?
Ketika dia tiba di tempat kejadian, pemandangan yang dia lihat cukup mengejutkan. Seorang remaja lelaki seusianya sedang bertarung melawan monster besar berbentuk serigala hitam dengan tiga kepala, bulu yang tampak seperti logam, dan mata merah yang menyala.
Kael mengenali monster itu dari deskripsi dalam catatan Ordo—Iron Fang Cerberus. Monster peringkat menengah yang terkenal akan kecepatannya dan pertahanannya yang nyaris mustahil ditembus.
Remaja itu, meskipun jelas kalah pengalaman, tampaknya tidak gentar. Dia menggunakan pedang pendek yang sudah terlihat retak, mencoba menahan serangan-serangan monster itu. Tapi dari caranya bergerak, jelas dia berada di ambang kelelahan.
"Heh, sedikit lagi, ya!" seru remaja itu dengan suara penuh semangat meskipun situasinya jelas tidak memihaknya.
Kael mengamati dengan hati-hati dari balik pohon. Dia tahu ini adalah peluangnya untuk menyerang monster itu, tetapi remaja tersebut bisa menjadi penghalang.
Ketika Cerberus melancarkan serangan besar, remaja itu terpental dan terjatuh keras ke tanah, pedangnya terlepas dari tangan. Monster itu bersiap untuk memberikan serangan akhir.
Kael mendesah pelan. "Kalau dia mati di sini, aku kehilangan targetku," gumamnya sambil melangkah keluar dari persembunyiannya.
Dengan gerakan cepat, Kael melompat dan mendarat di depan remaja itu.
"Heh?!" Remaja itu menatapnya dengan mata terbelalak. "Siapa kau?!"
"Diam dan mundur," kata Kael dingin tanpa menoleh.
Remaja itu mengangkat tangannya dengan ekspresi terkejut tapi geli. "Wah, tenangnya... aku malah disuruh santai diwaktu mau mati."
Kael tidak menjawab. Matanya fokus pada Cerberus yang sekarang memperhatikan kehadirannya dengan sikap waspada.
"Baiklah," gumam Kael sambil menggerakkan tangan kanannya. Cakar tajam berwarna hitam mulai menyelimuti jari-jarinya, bersinar samar di bawah cahaya bulan.
Monster itu menggeram sebelum menerjang ke arah Kael.
Dengan langkah sigap, Kael melompat ke samping, menghindari serangan monster itu. Dia mengayunkan cakar hitamnya ke sisi tubuh Cerberus, meninggalkan bekas luka dalam di salah satu kepala monster itu.
Auman kesakitan menggema di udara.
"Whoa!" Remaja itu, yang sekarang berdiri di pinggir, menatap Kael dengan mata penuh kekaguman. "Itu keren banget! Apa itu? Pedang rahasia? Atau kekuatan kutukan?!"
Kael mendesah. "Apa kau tidak bisa diam sebentar?"
Namun, dalam beberapa detik perhatiannya teralihkan, Cerberus kembali menyerang. Monster itu melompat dengan kecepatan luar biasa, dan salah satu cakar tajamnya hampir mengenai Kael.
Kael berbalik dengan cepat, menyerang balik menggunakan cakarnya. Kali ini, dia memanfaatkan celah di leher monster itu. Serangan itu cukup untuk melemahkan salah satu kepala, membuatnya terjatuh ke tanah.
Melihat peluang ini, Kael tidak menyia-nyiakannya. Dia melompat ke atas tubuh Cerberus dan menghujamkan cakar hitamnya ke jantung monster itu.
Saat Cerberus mengerang terakhir kalinya, tubuhnya mulai hancur perlahan, meninggalkan kristal berwarna merah gelap di tanah.
Kael memungut kristal itu, merasakan energi baru yang mengalir melalui tubuhnya.
"Feral Claw," suara kristal memberitahunya. "Kemampuan untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatan seranganmu selama beberapa detik, dengan risiko mengurangi daya tahanmu."
Kael menggenggam kristal itu erat. "Ini cukup bagus," gumamnya.
Di belakangnya, remaja itu tertawa sambil mendekatinya. "Hei, itu luar biasa! Aku kira aku bakal mati di sini."
Kael menatapnya dengan datar. "Kenapa kau ada di sini? Kau jelas tidak siap untuk bertarung di hutan ini."
Remaja itu menggaruk kepalanya sambil tersenyum lebar. "Yah, aku sedang mencari keberuntungan. Siapa tahu aku bisa dapat sesuatu yang keren! Tapi kayaknya keberuntungan itu malah muncul dalam bentukmu."
Kael menghela napas. "Nama?"
"Ah, aku lupa memperkenalkan diri!" Remaja itu menunjuk dirinya sendiri dengan dramatis. "Namaku Zephyr. Dan kau?"
Kael ragu sejenak sebelum menjawab. "Kael."
Zephyr mengulurkan tangannya. "Baiklah, Kael. Karena kau sudah menyelamatkanku, bagaimana kalau kita berteman? Aku jago bicara, dan kau jelas jago bertarung. Kombinasi sempurna, kan?"
Kael memandang tangannya dengan ragu. Tapi, melihat senyuman ceria Zephyr, dia akhirnya menjabat tangan itu.
"Hmph. Lakukan apa yang kau mau."
Zephyr tertawa. "Kau keren, bro. Aku rasa perjalanan kita akan menarik!"