Kael dan Zephyr duduk di tepi sebuah batu besar di tengah hutan, suasana malam begitu sunyi kecuali suara dedaunan yang bergesekan tertiup angin. Pertarungan melawan Cerberus telah berakhir, dan Kael kini sibuk menilai langkah berikutnya. Namun, kehadiran Zephyr mulai menjadi perhatian lain.
Zephyr, dengan senyum lebarnya, tampak sama sekali tidak terpengaruh oleh kelelahan atau bahaya yang baru saja mereka hadapi. Dia justru tampak lebih bersemangat dari sebelumnya.
"Kael, aku serius ingin ikut denganmu!" katanya dengan nada ceria. "Aku nggak tahu kenapa, tapi aku merasa kalau aku berada di dekatmu, aku akan jadi lebih kuat. Dan... kau terlihat seperti orang yang punya tujuan besar. Aku mau jadi bagian dari itu!"
Kael memandang Zephyr dengan tatapan dingin. "Kau tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Dunia ini tidak butuh orang yang terlalu percaya diri. Kau pikir hanya dengan semangat itu cukup untuk bertahan?"
Zephyr tidak tersinggung. Sebaliknya, dia menatap Kael dengan mata bersinar. "Aku tahu, dunia ini keras. Tapi aku bukan orang yang datang tanpa bekal. Kau mau tahu? Aku juga punya kemampuan yang bisa membantu kita!"
Kael mengangkat alisnya. "Kemampuan? Kalau hanya sesuatu yang biasa-biasa saja, aku tidak tertarik."
Zephyr tersenyum lebih lebar. "Dengar dulu! Aku punya dua kemampuan utama yang aku dapatkan sejak aku mulai berburu monster." Dia berdiri dengan penuh percaya diri, menggenggam tombak panjangnya yang bersinar lembut di bawah sinar bulan.
"Pertama," katanya sambil memutar tombaknya dengan kecepatan yang mengagumkan. "Phantom Thrust. Dengan kemampuan ini, aku bisa menyerang musuh dari jarak jauh menggunakan serangan tombak berbentuk bayangan. Serangannya cepat, dan bisa menembus pertahanan lemah!"
Dia menghentikan gerakan tombaknya, menancapkannya ke tanah dengan bunyi gemeretak. "Dan yang kedua," tambahnya, "Spear Barrier. Kemampuan ini memungkinkan aku menciptakan dinding tombak energi yang bisa melindungi kami dari serangan musuh atau menjebak mereka di dalamnya. Berguna, kan?"
Kael memandangnya dengan mata penuh penilaian. "Jadi, kau mengandalkan tombak? Kemampuanmu memang terdengar menarik, tapi tidak cukup."
Zephyr mengernyit. "Apa maksudmu 'tidak cukup'? Aku sudah bertahan sejauh ini, dan tombakku selalu membantuku mengalahkan monster."
Kael menghela napas panjang, suaranya terdengar dingin. "Kekuatan seperti itu hanya berguna melawan monster lemah. Dunia ini penuh dengan hal yang lebih berbahaya daripada itu. Monster yang kuat, manusia yang licik, dan hal-hal yang jauh lebih sulit dipahami. Kau yakin bisa bertahan?"
Zephyr tidak mundur. "Aku tahu, aku belum sehebat kau, tapi aku percaya bahwa kekuatanku akan berkembang seiring waktu. Lagipula, aku tidak hanya ingin ikut bertahan hidup. Aku ingin membuat perbedaan di dunia ini. Entah itu dengan tombakku atau caraku sendiri."
Kael menatapnya tajam, dan suasana di antara mereka menjadi tegang. "Membuat perbedaan?" Kael menggelengkan kepala. "Itu bukan tujuanku. Aku tidak peduli pada dunia ini atau apa yang terjadi padanya. Satu-satunya yang aku pedulikan adalah balas dendam. Dunia ini telah merenggut segalanya dariku, dan aku akan membuat mereka membayar."
Zephyr terdiam sejenak, mencoba memahami kata-kata Kael. Setelah beberapa saat, dia berbicara lagi dengan nada lebih serius. "Aku bisa lihat, kau menyimpan banyak kebencian di hatimu, Kael. Tapi... hidup dengan dendam saja tidak akan membawamu kemana-mana. Kau mungkin bisa menghancurkan musuh-musuhmu, tapi apa yang akan kau miliki setelah itu?"
Kael tidak menjawab. Dia memalingkan wajahnya, tidak ingin membahas lebih jauh. "Itu bukan urusanmu," katanya dingin.
Zephyr menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum lagi. "Baiklah, kalau itu yang kau pikirkan. Tapi aku tetap ingin ikut denganmu. Aku ingin belajar dari kekuatanmu, dan mungkin suatu saat, aku bisa membantu menunjukkan jalan yang lebih baik."
Kael mengangkat bahu. "Kalau kau ingin ikut, itu urusanmu. Tapi jangan harap aku akan mengubah tujuanku. Kalau kau menjadi beban, aku tidak akan ragu meninggalkanmu."
Zephyr tertawa kecil. "Itu kesepakatan yang adil. Tapi aku janji, aku tidak akan jadi beban. Kau akan lihat, tombakku akan berguna lebih dari yang kau kira."
Kael berdiri, menatap jalan gelap yang terbentang di hadapan mereka. Perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dengan Zephyr di sisinya, mungkin itu akan sedikit lebih menarik.
"Ayo, kita pergi," kata Kael akhirnya, berjalan mendahului Zephyr.
Zephyr dengan cepat mengikuti, tombaknya di pundak, dengan senyum ceria yang sama. "Siap, bos! Mari kita buat dunia ini gempar!"
Kael hanya menggelengkan kepala, tapi untuk sesaat, dia merasa sedikit lebih ringan. Meski tidak pernah diminta, kini dia memiliki seorang teman—meskipun mungkin, hanya untuk sementara.