Ezora dan Asharu berdiri di depan pintu ruangan besar dengan lambang Lost terpampang megah di atasnya. Vazer menunggu mereka di dalam, duduk di kursi besar yang tampak seperti singgasana. Dinding ruangan itu dipenuhi layar holografik yang menampilkan berbagai data dan peta dunia. Suasana ruangannya terasa serius, hampir menegangkan, namun juga memberikan kesan perlindungan yang kuat.
"Masuk," kata Vazer dengan suara tenang namun tegas.
Ezora dan Asharu saling bertukar pandang sebelum akhirnya melangkah masuk. Mereka berhenti tepat di depan meja besar Vazer.
"Aku memanggil kalian untuk menawarkan sesuatu yang penting," ujar Vazer. Tatapannya bergeser dari Asharu ke Ezora. "Kalian tahu, organisasi ini — Lost — tidak hanya dibentuk untuk melindungi, tetapi juga untuk melawan ancaman yang lebih besar. Kami memerlukan anggota yang berkomitmen untuk tujuan ini. Aku ingin kalian bergabung."
Asharu menelan ludah, tampak ragu. "Tapi… kami masih terlalu muda. Apa kami bisa melakukannya?"
Vazer tersenyum tipis. "Usia bukanlah penghalang. Yang kami butuhkan adalah keberanian dan keinginan untuk belajar. Kalian berdua sudah menunjukkan potensi besar sejak awal. Dan percaya padaku, Lost akan menjadi keluarga kedua kalian."
Ezora, yang sejak tadi diam, akhirnya membuka mulut. "Jika aku bergabung… apakah kau bisa membantuku menemukan ayahku?"
Tatapan Vazer melunak. "Aku tidak hanya akan membantumu, Ezora. Aku berjanji kita akan menemukan ayahmu. Apa pun yang diperlukan."
Setelah mendengar itu, Ezora mengangguk. "Baiklah. Aku akan bergabung."
Asharu melihat Ezora dengan kagum sebelum ikut mengangguk. "Aku juga."
Vazer berdiri dari kursinya, mendekati mereka. "Keputusan yang bijak. Mulai hari ini, kalian akan menjalani pelatihan intensif. Bukan hanya keterampilan bertarung, tapi juga strategi, teknologi, dan berbagai kemampuan lain yang diperlukan."
Ezora dan Asharu mengikuti Vazer ke ruang pelatihan yang luas. Ruangan itu dipenuhi berbagai alat latihan futuristik, mulai dari simulator realitas virtual hingga medan tempur holografik. Di salah satu sudut, Light sedang berlatih. Dia melawan sebuah robot latihan yang menyerangnya tanpa henti. Gerakan Light begitu cepat dan terampil, membuat setiap serangannya terlihat seperti seni.
"Lihat Light," ujar Vazer. "Dia adalah salah satu prajurit terbaik kami. Setiap gerakannya dihitung, setiap serangannya efektif. Dia adalah contoh dari apa yang bisa kalian capai di sini."
Ezora dan Asharu memperhatikan dengan kagum.
Di sisi lain arena, Magi terlihat duduk di atas kursi tinggi dengan beberapa layar holografik di depannya. Dia mengawasi setiap sudut ruangan dengan serius, mencatat perkembangan para anggota yang berlatih. Asharu, penasaran, menghampirinya.
"Hei, Magi," panggil Asharu. "Kenapa kau tidak ikut berlatih seperti mereka?"
Magi mendongak dari layarnya dan tersenyum. "Karena aku bukan tipe petarung, Asharu. Tugas utamaku adalah mengawasi dan memastikan semuanya berjalan lancar. Informasi dan keamanan adalah spesialisasiku. Aku ini otak di balik layar."
Asharu mengangguk, meskipun dia belum sepenuhnya mengerti. "Tapi bukankah kadang kau ingin turun langsung ke medan? Melawan musuh?"
Magi tertawa kecil. "Itu bukan gayaku. Aku lebih suka memikirkan cara untuk menghentikan musuh sebelum mereka sempat menyerang."
Sementara itu, Vazer membawa Ezora ke salah satu simulator. "Cobalah ini," katanya, menekan beberapa tombol hingga simulator itu menyala. Sebuah medan holografik muncul di depan mereka, menampilkan skenario kota yang dihancurkan. "Ini adalah simulasi dasar. Tugasmu adalah menyelamatkan seorang warga sipil dan membawa mereka ke tempat aman."
Ezora mengangguk, meskipun sedikit gugup. Dia melangkah masuk ke dalam simulator, dan skenario langsung dimulai. Dia harus berlari, menghindari puing-puing yang jatuh, dan mencari jalan melalui kota yang kacau. Awalnya, Ezora kesulitan, tetapi perlahan-lahan dia mulai terbiasa.
Ketika simulasi selesai, Ezora keluar dengan napas terengah-engah. Vazer tersenyum. "Kerja bagus untuk percobaan pertama. Tapi ingat, ini baru permulaan."
Di sisi lain ruangan, Asharu juga diberi latihan. Namun, latihannya lebih fokus pada strategi dan komunikasi. Dia harus memimpin tim virtual melalui labirin penuh jebakan, menggunakan taktik untuk memastikan semua anggota tim selamat.
Setelah beberapa jam latihan, mereka berkumpul kembali di tengah arena. Light mendekati mereka, mengangguk dengan bangga. "Kalian berdua punya potensi besar. Jangan menyerah."
Ezora tersenyum lemah. "Ini lebih sulit dari yang kukira."
Light tertawa kecil. "Semua hal baik memang sulit pada awalnya. Tapi percayalah, kalian akan terbiasa."
Vazer, yang berdiri di dekat mereka, melipat tangan. "Latihan ini hanya langkah awal. Kalian harus terus mendorong diri sendiri. Lost bukan tempat untuk yang lemah. Tapi aku yakin kalian punya apa yang dibutuhkan."
Ezora dan Asharu saling menatap, tekad mulai tumbuh di dalam diri mereka. Meski perjalanan ini berat, mereka tahu bahwa ini adalah langkah yang harus mereka ambil. Lost kini menjadi bagian dari hidup mereka, dan mereka siap menghadapi apa pun yang datang.
"Ayo, kita lanjutkan," ujar Vazer sambil berjalan ke arah simulator lain. "Masih banyak yang harus kalian pelajari."