Bab 1:
Arga Pratama duduk di ruang tamu apartemennya yang luas, menatap keluar jendela besar yang menghadap ke jalanan kota Jakarta yang padat. Suara kendaraan yang terus melaju, gedung-gedung pencakar langit, dan kesibukan kota seakan berlalu begitu saja di depannya. Namun, di dalam dirinya, ada keheningan yang tidak bisa ia hindari. Baru saja beberapa jam yang lalu, pengadilan memutuskan perceraiannya dengan Rika, istrinya yang telah ia nikahi selama tujuh tahun.
Pada awalnya, Arga merasa yakin bahwa keputusan ini adalah yang terbaik. Hubungannya dengan Rika sudah lama terasa asing, seperti dua orang yang hidup dalam dunia berbeda meskipun tinggal dalam rumah yang sama. Tetapi saat perpisahan itu menjadi kenyataan, perasaan kosong mulai menyusup dalam dirinya. Ada sebuah kehampaan yang tak bisa dijelaskan, seolah-olah segala sesuatu yang telah ia bangun bersama Rika kini hancur tanpa bekas.
Rika bukanlah wanita biasa. Penuh ambisi, pintar, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam pernikahannya, meskipun Arga tak pernah bisa memberikan perhatian yang cukup. Selama bertahun-tahun, ia menutupi kesalahan-kesalahannya, mencoba untuk menjaga agar semua tetap terlihat sempurna di luar. Namun, Arga tahu, Rika bukanlah wanita yang bisa ditipu selamanya. Dia menemukan kebenaran tentang hubungan gelap yang Arga jalin dengan seorang rekan bisnis, dan itu menghancurkan segalanya. Perceraian itu bukan hanya sebuah keputusan, tetapi sebuah pelarian dari kenyataan yang telah ia ciptakan.
Di pengadilan, Rika tampak tenang, bahkan sedikit tidak terpengaruh. "Semua milikmu," kata Arga dengan suara datar saat mereka menyelesaikan pembagian harta. Harta mereka—rumah mewah yang sudah mereka bangun bersama, mobil yang sering mereka gunakan untuk berlibur, serta rekening bersama yang terisi penuh. Semua itu kini diserahkan kepada Rika. Ia tak merasa menyesal, bahkan merasa seperti ada kebebasan yang aneh, meski di saat yang sama, rasa takut juga datang menyelusup. Hidup baru seperti apa yang menantinya?
Setelah pengadilan, Arga merasa seperti kehilangan pijakan. Ia berusaha keras menenangkan diri. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Semua yang dia capai selama ini terasa kosong tanpa ada yang bisa dibanggakan. Pekerjaannya sebagai pengusaha properti yang sukses, kehidupan sosial yang mewah, semuanya hanya menutupi rasa hampa dalam dirinya. Mungkin, selama ini, dia terlalu sibuk mengejar ambisi dan kekuasaan, tanpa benar-benar merasakan arti kehidupan.
Saat keluar dari gedung pengadilan, Arga merasa ada sesuatu yang tak terduga. Seorang pria berpakaian rapi menghampirinya dan menyerahkan sebuah amplop coklat berstempel resmi. Arga menerima amplop itu dengan kebingungan. "Ini untuk Anda, Tuan Arga," kata pria itu sambil memberikan senyuman tipis.
Arga membuka amplop itu dan menemukan sebuah surat yang ditandatangani oleh pengacara ayahnya. Ayahnya, yang sudah meninggal beberapa bulan lalu, selalu menjadi sosok yang jarang berbicara tentang kekayaan keluarganya. Arga tahu bahwa ayahnya sukses, tapi dia tak pernah menyangka sebesar ini. Surat itu menjelaskan bahwa ia adalah satu-satunya ahli waris dari perusahaan keluarga dan seluruh kekayaan yang selama ini disembunyikan. Tanpa ia ketahui, ayahnya telah menyiapkan segala sesuatu untuk masa depan Arga.
"Dengan surat ini, kami ingin memberitahukan bahwa Anda adalah ahli waris tunggal dari seluruh aset dan saham perusahaan keluarga. Semua properti dan kekayaan yang dimiliki oleh almarhum Ayah Anda kini menjadi milik Anda," bunyi surat itu.
Arga tertegun. Selama ini, dia merasa seperti seorang yang tak memiliki akar, seperti berlari mengejar sesuatu yang tak pernah bisa ia gapai. Namun kini, dunia berubah seketika. Ia bukan hanya seorang pengusaha biasa, tetapi kini menjadi miliarder—miliknya adalah perusahaan besar yang sudah diwariskan turun temurun. Ini adalah kekayaan yang selama ini tak pernah ia ketahui ada, dan yang lebih mengejutkan lagi, Arga tahu bahwa ini adalah amanah besar yang harus ia jaga.
Namun, kebahagiaan yang ia bayangkan tidak datang. Ia merasa lebih tertekan daripada sebelumnya. Bagaimana ia bisa mengelola perusahaan besar ini? Apakah ia siap untuk mengambil alih semua yang telah diberikan kepadanya? Arga merasa asing dengan dunia baru yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya, bahkan lebih asing daripada dunia yang pernah ia ciptakan bersama Rika.
Di sisi lain, ada satu pertanyaan yang terus menghantuinya: Apakah dengan kekayaan ini, ia bisa mengisi kekosongan hatinya? Apakah ini bisa menggantikan semua yang hilang dalam pernikahannya? Ataukah ia akan terjebak dalam kesepian yang lebih dalam lagi?
Arga menatap surat itu, merasakan ketegangan yang menyelusup ke dalam dadanya. Tanpa sengaja, ia melemparkan pandangannya ke luar jendela, melihat kota Jakarta yang terus bergerak maju, begitu jauh dari perasaan yang ia alami. Dia tahu, hidupnya tak akan pernah sama lagi. Sebuah babak baru telah dimulai—dan Arga harus menemukan jalan untuk menghadapinya, meski dunia seakan menuntut lebih darinya dari yang bisa ia beri.
---