Bab 2 :
Arga masih menatap surat itu, perasaannya campur aduk. Seluruh kehidupannya baru saja berubah dalam hitungan menit. Dia kini seorang miliarder, pewaris tunggal dari perusahaan besar yang ayahnya dirikan. Namun, rasa tidak percaya dan kebingungan menyelimuti pikirannya. Apa yang ayahnya sembunyikan selama ini? Mengapa tidak pernah ada petunjuk sedikit pun tentang kekayaan keluarga mereka?
Ingatan tentang ayahnya mulai memenuhi benaknya. Selama ini, ayahnya selalu tampil sederhana. Ketika orang tua lain bercerita bangga tentang kesuksesan mereka kepada anak-anaknya, ayah Arga malah hampir tak pernah menyinggung soal pekerjaan atau bisnis. Semua terasa seperti teka-teki yang baru sekarang terbuka.
Setelah membaca surat itu lagi untuk memastikan, Arga mencoba menelepon nomor pengacara yang tertulis di bagian akhir surat. Suara pria berusia sekitar enam puluhan menjawab dari seberang, terdengar ramah namun tegas. "Tuan Arga, saya sangat menunggu Anda menghubungi. Apakah Anda punya waktu untuk bertemu? Ada banyak hal penting yang perlu kita bahas tentang warisan dari ayah Anda."
Arga setuju, dan pertemuan dijadwalkan untuk sore itu. Dia merasa seperti terhisap ke dalam dunia yang asing. Dari seorang pria yang baru saja bercerai, kini dia adalah pemilik dari sebuah perusahaan besar. Perasaan asing dan tak percaya itu semakin kuat saat ia sampai di kantor pengacara yang terletak di sebuah gedung tua berlantai lima di pusat kota.
Pengacara itu, Pak Raditya, menyambutnya dengan ramah. "Silakan duduk, Tuan Arga," katanya, menunjuk kursi di seberang meja kayu besar. Arga duduk dengan canggung, sambil berusaha menenangkan pikirannya. Di ruangan yang dipenuhi dokumen dan buku hukum, ia merasakan beban baru yang tak ia duga sebelumnya. Pak Raditya menatapnya sejenak sebelum mulai berbicara.
"Sebagai ahli waris tunggal, Anda memiliki akses penuh terhadap seluruh aset perusahaan dan segala properti yang dimiliki ayah Anda. Namun, mungkin yang belum Anda ketahui adalah bahwa perusahaan ini memiliki nilai yang lebih besar dari sekadar angka di rekening bank. Selama ini, ayah Anda adalah salah satu investor utama di beberapa proyek properti terbesar di negara ini. Dia juga memiliki saham di beberapa perusahaan teknologi yang sedang berkembang pesat."
Mendengar penjelasan itu, Arga terperangah. Ayahnya, yang selama ini begitu sederhana dan tidak pernah membicarakan pekerjaan, ternyata adalah salah satu pemain besar di dunia bisnis. "Jadi… semua ini milik saya sekarang?" tanya Arga dengan suara pelan, masih sulit mempercayai kenyataan ini.
"Benar, Tuan Arga," jawab Pak Raditya dengan nada serius. "Namun, ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan. Ayah Anda telah menetapkan beberapa syarat dan catatan dalam wasiatnya. Tampaknya, beliau ingin Anda memahami tanggung jawab yang datang dengan kekayaan ini."
Pak Raditya kemudian mengeluarkan sebuah dokumen tebal dari laci meja dan menyerahkannya kepada Arga. "Ini adalah surat wasiat yang ditulis oleh ayah Anda. Di dalamnya, beliau merinci harapan-harapan untuk Anda dan cara mengelola perusahaan ini."
Arga membuka halaman pertama dan mulai membaca. Isi surat itu cukup panjang, dan dalam setiap paragraf, dia bisa merasakan kasih sayang sekaligus ketegasan ayahnya. Ayahnya menyebutkan beberapa hal spesifik yang perlu diperhatikan, termasuk nasihat untuk menjaga integritas, memperlakukan para pekerja dengan adil, dan selalu berpikir panjang sebelum mengambil keputusan besar.
Di halaman terakhir, ada sebuah catatan pribadi yang ditulis tangan oleh ayahnya. Kata-kata itu begitu dalam, menyentuh hati Arga.
> "Anakku, Arga. Dalam hidup, kita akan dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menentukan siapa kita sebenarnya. Kekayaan ini bukan tujuan, tetapi alat untuk mencapai sesuatu yang lebih besar. Gunakan dengan bijak, dan jangan pernah lupakan siapa dirimu. Semoga suatu hari kamu mengerti mengapa aku tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya."
Arga menghela napas panjang. Tiba-tiba, semua kenangan bersama ayahnya berputar kembali. Ayahnya adalah sosok yang pendiam, jarang menunjukkan emosinya, tetapi ia selalu mengajarkan nilai-nilai yang kuat tentang kerja keras dan kejujuran. Kini, setelah ayahnya tiada, Arga baru menyadari betapa besar tanggung jawab yang telah diwariskan kepadanya.
"Pak Raditya, apa yang harus saya lakukan selanjutnya?" tanya Arga, suaranya terdengar ragu.
"Langkah pertama adalah memahami bisnis ini dari dalam, Tuan Arga. Anda perlu mengenal para pemimpin di perusahaan dan memahami proyek-proyek yang sedang berjalan. Saya juga akan membantu Anda untuk menyesuaikan diri dengan peran baru ini," kata Pak Raditya dengan tenang. "Namun, ingatlah bahwa ini adalah perjalanan panjang. Anda memiliki seluruh kendali, tetapi juga seluruh tanggung jawab."
Arga meninggalkan kantor pengacara itu dengan kepala yang penuh pikiran. Dia tahu hidupnya baru saja mengalami perubahan besar, tetapi dia juga merasakan sesuatu yang aneh: sebuah tantangan yang tak bisa dia hindari. Mungkin inilah yang ayahnya ingin sampaikan kepadanya selama ini—bahwa hidup adalah tentang menghadapi kenyataan dengan keberanian.
Saat berjalan pulang, Arga mulai merenungi apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Di satu sisi, dia merasa cemas dengan masa depan yang penuh ketidakpastian ini. Tapi di sisi lain, ada dorongan dalam dirinya untuk menjawab tantangan ini. Perjalanan hidupnya baru saja berubah arah, dan dia harus memutuskan apakah akan menjadi pria yang hanya hidup dalam bayangan ayahnya, atau menjadi dirinya sendiri yang penuh integritas.
---