Terbangun dengan nafas yang sesak, pria muda yang belum diketahui usia dan namanya menoleh kearah sekitarnya. Mendapati dirinya berada di sebuah ruangan sederhana tanpa furniture apapun.
Yang terdapat di ruangan tersebut hanyalah sebuah TV tabung dan kursi yang ia sedang duduki saat ini. Sebuah lampu bohlam yang terlihat sudah hampir saatnya untuk tiada lah yang menerangi ruangan tersebut.
Berdiri perlahan, pria tanpa nama tersebut berjalan menuju TV tabung. Melihat sekitar TV tersebut ia mendapatkan sebuah kertas yang terselip di bagian belakang TV.
"Jika dirimu telah terbangun dan menemukan surat ini selamat untuk dirimu, Marcus. Seperti yang kamu ketahui saat ini, dirimu sedang berada di permulaan yang baru. Dirimu yang saat ini adalah harapan baru bagi kami semua, tidak perlu khawatir agan segalanya, karena kami akan selalu memperhatikan dirimu."
"Marcus." Pria tersebut bergumam sendiri setelah melihat kertas tersebut.
Memejamkan matanya berkali-kali. Pria yang saat ini telah diketahui namanya mulai memproses segalanya yang telah terjadi saat ini.
"Dadaku sesak, aku harus keluar dari ruangan ini." Ucap Marcus dengan santainya.
Melirik ke arah belakang, Marcus melihat sebuah pintu besi berwarna hijau. Terdapat beberapa bagian yang sudah berkarat, menandakan tempat yang ia pijakan sekarang jarang disentuh oleh makhluk hidup.
Meraih ganggang pintu secara perlahan, berharap untuk keluar dari ruangan tersebut secepatnya. Sayangnya harapan nya harus sirna setelah pintu tersebut tak dapat dibuka.
"Tidak terbuka."
Berusaha untuk sekali lagi membuka pintu tersebut, ia kali ini mengerahkan hampir seluruh tenaganya. Sayangnya pintu tersebut masih saja tak mau terbuka.
Mundur beberapa langkah, Marcus bergumam sekali lagi. "Sia-sia, pintu tersebut tak mau terbuka."
Sepeti yang Marcus ucapkan, pintu tersebut yang terlihat seakan-akan dibuat khusus untuk dirinya agar menghalangi jalannya untuk keluar.
Belum menyerah, Marcus mulai mendekati TV tabung yang selama ini berada di sekitarnya. Dirinya menatap TV tersebut dengan jarak yang sangat dekat.
"Tidak terjadi apa-apa."
Dirasa TV tersebut tak mau menyala jika hanya ditatap, Marcus memukul bagian atas TV tua tersebut seperti yang dilakukan pria tua jika TV kesayangannya bermasalah.
Ajaibnya elektronik yang terlihat usang tersebut berhasil menyala, senyum kecil terlihat di wajah Marcus saat cara yang terlihat meragukan tersebut ternyata berhasil.
"Aku harap dirimu memberikan diriku jawaban, Tuan TV." Ucap Marcus yang kemudian mengambil posisi duduk di kursi belakang nya.
TV tersebut menampilkan layar statis selama beberapa menit yang akhirnya kemudian menampilkan sebuah tayangan video yang membuat Marcus merasa aneh.
Sebuah pesta yang meriah di taman belakang rumah. Baik yang muda maupun tua sedang menikmati momen tersebut dengan tawa ceria, tak ada diantara mereka yang sedang bersedih. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Marcus yang saat ini sedang terkurung disebuah ruangan.
"Hangat, sangat hangat. Aku ingin berada di sana juga."
Dengan wajah datarnya ia melihat seluruh wajah yang nampak terlihat dilayar TV. Sebelum dirinya sedikit terkejut saat melihat seseorang yang ia sangat familiar.
"Happy birthday to you, happy birthday to you. Selamat atas ulang tahun yang ke delapan belas, anakku, Marcus."
Sontak Marcus yang melihat hal tersebut langsung berdiri dari duduknya, ia tak menyangka akan melihat dirinya sendiri berada di video tersebut. Ia sendiri sebelumnya tak mengingat bahwa pernah berada di tempat tersebut dan bersama orang-orang yang terlihat di layar TV tersebut.
Semakin lama ia berusaha untuk mengingat, semakin sakit pula kepalanya. Rasa sakit tersebut sampai pada titik Marcus tak bisa mengendalikannya.
"Kami semua selalu mengawasimu, Marcus."
Pandangannya mengabur, nafasnya terengah-engah, jalannya mulai tak terkendali. Marcus yang pikirannya menjadi kacau mulai bergerak tak tentu arah di ruangan tersebut.
Berteriak histeris, Marcus yang mulai kehilangan akal sehatnya langsung menerjang kearah Tabung. "Matikan! Matikan! Tolong hentikan!"
Tangannya mengepal kuat, menghantam layar TV tabung tersebut dengan sekuat tenaga.
"Marcus, tolong ucapkan permintaanmu. Ibu, ayah dan seluruh tamu undangan sangat ingin mendengar permintaan mu."
Darah mulai mengalir dari tangan Marcus, bahkan jari jemari tangannya yang sebelumnya terlihat indah dan mulus mulai bengkok selayaknya ranting pohon.
"AKU BILANG, MATI!!!"
Dengan tenaganya yang tersisa, Marcus memberikan TV tersebut pukulan terakhir nya sebelum layar TV tersebut rusak. Membuatnya benar-benar mati.
"Aku ingin membuat semua orang bahagia."