"Ini benar-benar akan berhasil, kan?" tanya aku kepada Izzi, yang berdiri di sampingku dengan tudung menutupi rambut emasnya yang cerah.
"Tenang saja, Bos--aku yakin!" katanya dengan napas berat, menekankan dengan tangan di pinggangnya.
Aku menatap revolver di tanganku, yang diisi dengan peluru yang sudah kubuat beberapa hari terakhir sementara Izzi memperbaiki formasi-formasi magis yan terukir pada revolver yang sedang kami kerjakan. Pandanganku beralih ke padang luas di depanku, dibatasi oleh pohon-pohon yang diciptakan dengan sihir dan dinding batu di dalam kamar latihan pribadiku.
Semua ini berawal ketika aku menceritakan kepada Izzi tentang apa yang terjadi beberapa hari terakhir, untuk menjelaskan mengapa aku tidak berada di menara penelitian. Seperti yang kuduga, dia tampak jijik mendengar tentang Sarterian, dan menghela napas ngeri mendengar masalah tentang Tuhan Keinginan.