"Ada kemungkinan Tuannya ingin menceritakan beberapa kisahnya sendiri, jadi saya akan menceritakan bagaimana kami bersaudara bertemu dengan beliau. Apakah itu baik-baik saja?"
Aku mengangguk tanpa kata-kata, karena masih ada makanan di mulutku. Seperti Natha, para iblis ini tidak akan memanjakanku kecuali aku makan—tentu saja atas perintah Tuannya—jadi aku mendengarkan mereka sambil sarapan.
Dengan senyuman, Lesta mengetuk meja dan mulai menceritakan kisahnya dengan wajah yang penuh kenangan. "Mari kita lihat... Saya rasa itu hampir lima puluh tahun yang lalu. Tuannya sudah mendapatkan reputasi yang cukup pada saat itu, karena prestasinya dalam perang sebelumnya,"
"Oh, apakah itu perang di mana mereka menghadapi makhluk yang terkorupsi?"
"Oh, kamu tahu tentang itu, Tuan Muda?"
Lalu, aku merapatkan bibirku. Sial—aku hanya tahu itu karena aku membaca jurnal Natha. Oh...tapi itu bukan rahasia lagi, kan? Aku sudah memberitahu Natha bahwa aku membaca jurnalnya.
