"Jangan pergi." Killorn melepaskan desahan ringan, menutupi matanya dengan buku-bukunya, semburat ekspresi kesakitan terlintas di raut mukanya yang nakal. Bahkan di tengah rasa sakitnya, dia tetap memerintah perhatian dengan karisma liarnya. "Semuanya masih terasa sakit, Ophelia."
Ophelia panik, mendekat ke arah suaminya, telapak tangannya beristirahat di dada lelaki itu. Dia menatap wajah dan tubuhnya yang berotot, bertandakan kisah-kisah kemenangan. Bahunya yang lebar ditekankan oleh tunik yang dipakainya, bibir lembutnya terkatup rapat.
"D-dimana," Ophelia menuntut, menekan ke arahnya.
"Di mana-mana," keluh Killorn, melingkarkan lengannya yang terbebas mengelilingi dirinya. "Aku butuh kamu di sini bersamaku."
Hati Ophelia melembut ketika dia mengangguk cemas. "A-apakah kamu ingin lebih banyak d-darah—"
"Tidak, hanya kamu."
Ophelia berkedip bingung. "S-setelah saya membantu orang-orang di bawah—"
