Chereads / Know Me, Please / Chapter 18 - Janjiku

Chapter 18 - Janjiku

Seorang wanita berhijab berusia 48 tahun menghampiri Ardi. Bu Dian adalah ibunya Ardi.

"Apa yang terjadi?"

"Mamanya Trisya meninggal akibat kecelakaan. Tadinya aku yang akan pergi ke rumah sakit karena papa Richard sedang ke Denpasar. Tapi Trisya ngotot ingin ikut. Akhirnya kami pergi bersama. Sesampai disana dan setelah melihat mamanya, tiba-tiba Trisya menjerit histeris. Mungkin dia tidak sanggup melihat kondisi mama. Lalu mendadak dia kontraksindan air ketuban juga sudah pecah. Dokter menyarankan untuk segera dilakukan tindakan persalinan.."

"Dia mungkin sangat terpukul karena ibunya meninggal dengan cara seperti itu."

Bu Dian mengikuti Ardi masuk ke ruangan dimana Trisya dirawat.

"Tidur?"

"Iya.."

"Anakmu dimana?"

"Masih di inkubator.."

Trisya membuka matanya.

"Ibu? Kapan datang?"

"Baru saja," bu Dian mencium pipi Trisya. "Selamat ya nak.. Sudah jadi ibu."

"Tapi mama.."

Bu Dian memeluk Trisya.

"Tidak apa-apa.. Ada ibu yang akan menemanimu menjaga anakmu."

***

"Abang..!" Panggil Trisya. "Bang..! Aduh kemana lah Ayahmu ini, nak?"

"Baaang!!!"

"Yaa.. kenapa sayang?" Ardi masuk ke kamar.

"Abang kemana?"

"Ada bang Tirta di depan, dia diskusi menanyakan tentang laporan."

"Papa tadi telpon.. katanya mau adakan acara syukuran Arsya di rumah papa sekaligus syukuran ulang tahun papa. Aku bilang ke papa, tanya abang dulu. Mungkin maksud papa biar bisa menampung banyak tamu kalau di rumah papa. Aku pikir tidak apa-apa juga. Karena relasi papa kan banyak. Papa ingin memperkenalkan cucunya pada rekan-rekannya di hari ulang tahunnya."

"Kapan?"

"Lusa."

"Kamunya bisa gak?"

"Abang.. ini sudah 90 hari loh setelah Arsya lahir. Minggu depan aku bahkan sudah bisa masuk kerja."

"Sudah 3 bulan ya? Tidak terasa.. Cepat sekali waktu berlalu," Ardi meraih Arsya yang susah tidur di pangkuan Trisya, meletakkannya di dalam box

Trisya tersenyum sambil duduk di sofa.

"Jadi bagaimana?" tanya Trisya.

"Ya sudah, ikuti saja maunya papa," Ardi duduk di samping Trisya sambil merangkul bahunya.

Trisya membaca chat yang masuk di handphonenya.

"Hallo sayang, apa kabarmu? Lama tak bertemu denganmu. Aku merindukanmu.."

Sebuah chat yang disertai photo benda pribadi seorang lelaki.

"Ada apa?" tanya Ardi.

"Tidak apa-apa."

Ardi meraih handphone Trisya.

"Abang, jangan dibaca."

Ardi membuka chat tersebut.

"Siapa ini?"

"Aku tidak tahu.."

Ardi mencoba menghubungi nomor tersebut.

"Hallo, sayang.. Ternyata kau merindukanku. Mari kita bertemu jika saling merindukan satu sama lain."

"Siapa ini? Kenapa mengirimkan chat tak senonoh pada istriku?"

"Oh.. sudah menikah dia? HEBAT. Dulu kuajak menikah dia tidak mau, hanya mau jadi peliharaanku. Dengan bermodalkan mulutnya yang pintar memuaskan aku. Kau pasti tahu rasanya kan? Kecuali.. kalau milikmu tak pernah diservis oleh mulutnya."

Ardi menutup telpon.

"Ada apa, bang?" Tanya Trisya.

Ardi meletakkan handphone di meja.

"Bang.." panggil Trisya.

"Katanya kamu pernah menjadi simpanannya.. Coba kamu ingat."

"Siapa?"

"Memangnya ada berapa banyak lelaki paruh baya yang memeliharamu dan mengakui kalau kamu dibayar mahal untuk memuaskan birahi mereka? Sehingga kamu tidak bisa menduga siapa orangnya?"

"Apa?"

Ardi buang muka, raut wajahnya terlihat merah antara amarah dan kecemburuan.

"Kenapa kau tega mengatakan hal menyakitkan ini padaku? Aku tahu masa laluku buruk! Untuk bisa bertahan hidup dan biaya kuliahku, aku rela menjadi peliharaan banyak lelaki yang pantas kupanggil ayah! Kau hanya mendengar cerita dari mereka tentang betapa murahannya aku demi uang tapi kau kan tidak pernah tahu bagaimana aku diperlakukan bagai binatang oleh mereka?"

Usai bicara Trisya keluar dari kamar.

Ardi termenung. Teringat percakapan malam usai pesta pernikahan mereka.

(Flashback)

Ardi menghentikan ciumannya ketika melihat bekas luka bakar berbentuk Love bertuliskan Huruf S di dalamnya tepat di atas dada kanan Trisya.

"Ini apa?"

Ardi mengusap bekas luka yang lebih mirip tatto itu.

"Om Steven yang membuatnya. Ia meletakkan besi panas berlogo love dengan inisial namanya.. Pertanda kalau aku selamanya adalah milik dia.." ucap Trisya lagi. "Dia bilang, anjing kecilku selamanya milikku.."

Ardi menatap wajah Trisya.

"Pasti sakit saat ia menorehkannya".

"Tidak sesakit luka bakar dari rokok yang disundutkan mama ke punggungku.."

Ardi melihat punggung Trisya.

Trisya terlihat seperti menahan airmata. Ardi mencium punggung Trisya.

"Tidak apa-apa..Setelah ini tidak akan ada lagi yang menyakitimu.." janji Ardi.

"Kau tak perlu menjadi suami yang sebenarnya hanya karena menikahiku.. Cukup bertanggungjawab menjadi ayah anakku saja. Aku bisa paham jika kau dalam kesadaran tak lagi menginginkan perempuan yang sudah banyak disentuh laki-laki," Trisya menarik selimut menutupi tubuhnya yang terbuka.

Ardi menarik bahu Trisya agar menatapnya. Di kecupnya lembut bibir wanita itu sebelum akhirnya melumatnya. Disingkirkannya selimut yang menutupi tubuh Trisya.

"Ah.." Trisya mencengkram ujung sprei ketika tiba-tiba merasakan tubuhnya dimasuki lelaki itu.

"Aku akan mencintaimu tanpa melihat masa lalumu," bisik Ardi di telinga Trisya.

"Kau yakin, bang?"

"Ya.. aku pastikan mulai malam ini, hanya aku yang akan menjadi tempatmu tinggal dan berlindung."

Trisya tak mampu bicara. Ia hanya menjawab dengan memeluk erat punggung lelaki itu. Membiarkan lelaki itu menuntaskan kewajibannya sebagai suami yang memberikan nafkah batin pada istrinya.

Ardi tersadar dari lamunannya.

"Yang.." panggil Ardi.

"Sayang.." Ardi menyusul Trisya keluar dari kamar.

"Yang.." panggil Ardi.

Terdengar suara tangis di kamar tamu. Ardi membuka pintu kamar itu. Melihat Trisya yang duduk disudut lantai kamar itu sambil menangis.

Ardi melangkah masuk, berjalan menghampiri Trisya dan duduk di hadapannya . Diraihnya tubuh itu ke pelukannya.

"Abang minta maaf.." ucap Ardi sambil mengelus kepala Trisya.

Trisya menumpahkan tangisannya di dada Ardi.

"Katamu tidak akan melihat masa laluku.."

"Iya.."

"Tapi kau mengingkarinya."

"Abang minta maaf.."

"Janji tidak menyakitiku lagi dengan pertanyaan seperti itu?" tanya Trisya.

"Ya.. abang janji.."

Dan malam itu Ardi membiarkan Trisya tidur dalam pelukannya.

Sebuah chat masuk di handphone Trisya.

Ardi membaca pesan itu.

"Apa suamimu marah padamu? Laki laki mana yang mau menerima bekas banyak lelaki di tubuh istrinya. Pastinya ia adalah lelaki bodoh. Ayo kita bertemu di hotel yang aku pesan khusus hanya untukmu dan aku. Kita rayakan pertemuan kita kembali dengan bermalam satu malam saja di kamar hotel terbaik di kota ini. Tidakkah kau merindukan milikku yang mungkin jauh lebih kuat di banding milik suamimu?"

Ardi menghapus chat itu. Ia memandang wajah Trisya.

Di elusnya wajah Trisya.

"Tidak apa-apa sayang.. Aku pastikan aku akan menangkap pria yang sudah menghancurkan harga dirimu dan menghinamu begitu rendah ini. Aku pastikan dia akan menyesal telah mengusik ketenanganmu. Dan aku pastikan dia harus berlutut di kakimu untuk permintaan maaf atas kata-kata kotornya padamu."