Chereads / 'Jejak Takdir' / Chapter 14 - Chapter 14: Jejak yang Tersisa

Chapter 14 - Chapter 14: Jejak yang Tersisa

Setelah pertempuran yang intens, Aidan, Liora, dan Yaro duduk di luar reruntuhan kuil, mengumpulkan napas dan meresapi pengalaman baru saja mereka lalui. Udara hutan terasa segar, namun ketegangan dari kegelapan yang baru saja mereka hadapi masih terasa.

"Kita berhasil mengalahkannya… tetapi kegelapan itu bisa kembali kapan saja," kata Aidan, menatap jauh ke dalam hutan. "Kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang asal-usul kekuatan ini."

Yaro mengangguk, masih merasakan dampak dari apa yang baru saja terjadi. "Tapi bagaimana kita melakukannya? Kita tidak tahu dari mana semua ini berasal."

Liora, yang selalu penuh rasa ingin tahu, melirik ke arah reruntuhan kuil. "Mungkin ada lebih banyak petunjuk di sini. Kita perlu memeriksa lebih dalam. Ada simbol-simbol dan ukiran yang mungkin bisa memberi kita petunjuk."

Mereka kembali ke dalam kuil, kali ini dengan fokus yang lebih besar. Ruangan yang sebelumnya penuh dengan kegelapan kini tampak lebih terang berkat cahaya dari batu permata Liora. Saat mereka menjelajahi ruangan, mereka menemukan lebih banyak simbol dan ukiran yang menggambarkan pertempuran antara cahaya dan kegelapan.

"Lihat ini," Aidan menunjuk ke salah satu ukiran. "Ini tampaknya menggambarkan seorang pahlawan yang berhasil mengalahkan kegelapan di masa lalu. Dia memegang sesuatu… sepertinya sebuah artefak."

Yaro mendekat, memperhatikan lebih dekat. "Ini mungkin terkait dengan kekuatan yang kita hadapi. Mungkin artefak itu bisa membantu kita di masa depan."

"Kalau begitu, kita harus mencarinya!" Liora bersemangat. "Mungkin kita bisa menemukan informasi lebih lanjut tentang artefak itu di desa atau bahkan di tempat lain di hutan."

Setelah memutuskan untuk mencari artefak tersebut, mereka keluar dari kuil dan kembali ke desa. Sepanjang perjalanan, ketiga sahabat itu merasa adanya perubahan dalam diri mereka. Meskipun mereka baru saja menghadapi kegelapan, rasa persahabatan dan keberanian yang tumbuh di antara mereka membuat mereka semakin kuat.

Sesampainya di desa, mereka mendapati suasana agak canggung. Penduduk desa telah mendengar kabar tentang pertempuran mereka, tetapi banyak yang merasa khawatir. Berita tentang kegelapan yang dapat mempengaruhi orang-orang terdekat membuat mereka merasakan ketidakpastian.

"Bagaimana kita bisa memberi tahu mereka bahwa kita baik-baik saja?" tanya Yaro. "Mereka pasti khawatir."

Aidan mengangguk. "Kita harus berbicara kepada mereka. Kita tidak bisa menyembunyikan kebenaran. Mereka perlu tahu bahwa kegelapan ada, tetapi kita juga punya kekuatan untuk melawannya."

Dengan tekad itu, mereka berkumpul di alun-alun desa dan memberi tahu penduduk tentang pertempuran yang mereka hadapi, serta rencana mereka untuk mencari artefak yang bisa membantu melawan kegelapan. Meskipun beberapa penduduk merasa takut, banyak pula yang terinspirasi oleh keberanian Aidan, Liora, dan Yaro.

"Jika kalian berani melawan, kami akan mendukung kalian!" seorang penduduk berteriak, dan sorakan pun menyebar di antara kerumunan.

Setelah pertemuan itu, Aidan merasakan semangat baru. Mereka bukan hanya bertiga, tetapi kini seluruh desa bersatu untuk melawan kegelapan. "Kita tidak bisa melakukannya sendiri. Kita butuh dukungan dari semua orang," kata Aidan, mengingatkan teman-temannya.

Hari-hari berikutnya dihabiskan untuk mempersiapkan perjalanan mereka mencari artefak. Mereka belajar dari penduduk desa, mengumpulkan cerita dan informasi tentang sejarah hutan, serta legenda tentang pahlawan yang disebutkan dalam ukiran kuil.

Suatu malam, saat mereka berkumpul di sekitar api unggun, Liora berbagi penemuan baru. "Aku mendengar bahwa di puncak gunung di utara, ada seorang penyihir tua yang memiliki pengetahuan luas tentang kekuatan kegelapan dan artefak-artefak kuno. Dia mungkin bisa memberi kita petunjuk."

"Kalau begitu, kita harus pergi ke sana!" Yaro menjawab, semangat membara. "Jika dia tahu sesuatu, itu bisa sangat membantu."

Keesokan harinya, mereka bersiap-siap untuk perjalanan mereka ke puncak gunung. Dengan bekal dan semangat persahabatan yang kuat, mereka melangkah maju, meninggalkan desa dengan harapan baru.

Setelah beberapa hari perjalanan yang melelahkan, mereka akhirnya tiba di kaki gunung. Suasana di sana terasa berbeda; udara lebih dingin dan angin berhembus kencang. Dengan tekad yang bulat, mereka mulai mendaki.

Saat mendekati puncak, mereka merasa seolah ada sesuatu yang mengawasi mereka. Bayangan-bayangan berputar di antara pepohonan, dan suara angin terdengar seperti bisikan. Masing-masing dari mereka merasakan ketegangan, tetapi semangat untuk menemukan penyihir dan artefak membuat mereka terus melangkah.

Akhirnya, setelah berjam-jam mendaki, mereka sampai di puncak. Di sana, mereka menemukan sebuah gua besar dengan cahaya samar yang bersinar dari dalamnya. "Apakah ini tempatnya?" tanya Liora, dengan rasa penasaran dan sedikit ketakutan.

Mereka bertukar tatapan dan, tanpa ragu, melangkah masuk ke dalam gua. Saat mereka melangkah lebih dalam, suara lembut terdengar dari kegelapan, "Selamat datang, para pencari kebenaran. Apa yang kalian cari di sini?"

Suara itu membuat bulu kuduk mereka merinding, tetapi Aidan, Liora, dan Yaro tahu bahwa mereka tidak bisa mundur sekarang. "Kami mencari pengetahuan tentang kekuatan kegelapan dan artefak yang dapat membantu kami," Aidan menjawab, berusaha tetap tenang.

Dari dalam bayangan, sosok penyihir tua muncul, mengenakan jubah panjang yang terbuat dari kain berkilauan. "Kegelapan bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah dihadapi. Tetapi jika kalian mencari kekuatan, kalian juga harus siap menghadapi konsekuensinya."

Dengan ketegangan yang meliputi mereka, ketiga sahabat itu bersiap untuk mendengarkan semua yang bisa diajarkan oleh penyihir, mengetahui bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai.