Chereads / Melody in the Shadows / Chapter 15 - The Last War

Chapter 15 - The Last War

Pagi berikutnya, Hana dan Arga menghubungi Profesor Rendra dan memberi tahu semua yang terjadi. Sang profesor terdengar cemas setelah mendengar cerita mereka, dan segera mengajak mereka untuk bertemu lagi.

"Kalian telah melakukan hal yang sangat berani," kata Profesor Rendra setelah mereka menceritakan segalanya. "Tapi saya khawatir ini belum berakhir. Kita harus mencari cara untuk menutup pintu yang telah mereka coba buka. Jika tidak, mereka mungkin akan mencoba lagi, dan kali ini mereka akan lebih siap."

Hana dan Arga mengangguk. Mereka sadar bahwa pertempuran melawan Ordo Kegelapan ini akan menjadi semakin intens. Dengan bantuan Profesor Rendra, mereka mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya.

Selama beberapa hari berikutnya, mereka memfokuskan upaya mereka untuk mempelajari lebih dalam tentang ritual tersebut dan bagaimana cara menghentikannya secara permanen. Mereka juga memperkuat jaringan kontak mereka, mencari sekutu yang bisa membantu mereka dalam pertempuran yang akan datang.

Tidak lama kemudian, mereka mendapatkan informasi yang menyatakan bahwa Ordo Kegelapan sedang merencanakan ritual lain di tempat yang berbeda, kali ini di sebuah gua kuno yang terletak di pegunungan terpencil. Lokasi ini lebih sulit dijangkau dan jelas dipilih karena jauh dari perhatian publik.

"Kita harus segera pergi ke sana," kata Hana dengan tekad yang kuat. "Kita tidak bisa membiarkan mereka berhasil."

Dengan persiapan yang lebih matang dan pengetahuan yang lebih baik tentang apa yang mereka hadapi, Hana, Arga, dan Profesor Rendra memutuskan untuk melakukan perjalanan ke gua tersebut. Mereka tahu bahwa ini mungkin kesempatan terakhir mereka untuk menghentikan Ordo Kegelapan dan mencegah kekuatan gelap itu masuk ke dunia mereka.

Perjalanan ke gua memakan waktu beberapa jam, melewati jalanan yang terjal dan penuh tantangan. Saat mereka mendekati gua, perasaan tegang semakin meningkat. Mereka tahu bahwa apa yang menunggu di dalam sana bisa menjadi lebih mengerikan daripada yang pernah mereka bayangkan.

Namun, mereka juga tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Untuk melindungi dunia dari ancaman yang mengerikan ini, mereka harus menghadapi ketakutan terbesar mereka dan menghancurkan rencana Ordo Kegelapan sekali untuk selamanya.

Dengan langkah yang mantap namun hati-hati, mereka memasuki gua, bersiap untuk menghadapi apa pun yang ada di dalamnya. Kegelapan menyelimuti mereka, namun tekad untuk menghentikan Ordo Kegelapan memberikan mereka keberanian untuk terus maju. Suara gemuruh dari dalam gua

terdengar samar-samar, seperti bisikan dari sesuatu yang jauh lebih tua dan lebih kuat dari apa yang bisa dibayangkan oleh manusia biasa. Hana, Arga, dan Profesor Rendra bergerak dengan penuh kehati-hatian, berusaha untuk tetap diam saat mereka menyusuri lorong sempit yang semakin menurun ke dalam bumi.

Cahaya senter mereka menyinari dinding gua yang lembab, memantulkan kilauan mineral yang membuat dinding-dinding itu tampak seolah bernafas. Setiap langkah terasa semakin berat seiring dengan udara yang menjadi lebih dingin dan tebal, hampir seperti ada sesuatu yang menekan mereka dari segala arah.

Setelah berjalan beberapa menit, mereka tiba di sebuah ruangan besar di dalam gua, yang tampaknya menjadi pusat dari aktivitas Ordo Kegelapan. Di tengah ruangan tersebut terdapat altar batu besar, dikelilingi oleh pilar-pilar kuno yang diukir dengan simbol-simbol aneh yang sama dengan yang mereka lihat sebelumnya. Cahaya redup dari obor-obor yang dipasang di sekeliling ruangan memberikan suasana yang semakin mencekam.

Di depan altar, mereka melihat beberapa anggota Ordo Kegelapan yang tampak sedang bersiap-siap untuk memulai ritual. Para anggota itu berdiri dalam lingkaran, dengan pemimpin mereka yang sama seperti di pabrik tua—pria tinggi dengan jubah hitam dan suara berat—berdiri di pusat lingkaran. Di depan pemimpin itu, ada sebuah benda yang tampak sangat tua dan penuh dengan ukiran aneh. Benda itu terlihat seperti kotak kayu berukuran besar dengan lapisan emas yang sudah memudar, dan di atasnya, terdapat sebuah kristal besar berwarna merah gelap yang berkilauan dalam cahaya obor.

Hana merasakan desakan rasa takut yang kuat ketika melihat kristal itu. Ada sesuatu yang sangat salah dengan benda tersebut, seolah-olah itu adalah jantung dari kegelapan yang selama ini mereka kejar.

"Kotak itu," bisik Profesor Rendra dengan suara yang gemetar. "Itu bukan benda biasa. Dari bentuk dan ukirannya, saya yakin itu adalah relik kuno yang sangat berbahaya. Mungkin itulah yang mereka coba aktifkan dengan ritual ini."

"Jika mereka berhasil, apa yang akan terjadi?" tanya Arga, meski dalam hatinya dia sudah mengetahui jawabannya.

"Sesuatu yang mengerikan akan dibangkitkan," jawab Profesor Rendra tanpa keraguan. "Entitas dari dimensi lain yang telah terkunci selama ribuan tahun mungkin akan dilepaskan, dan itu bisa membawa kehancuran ke dunia kita."

Hana menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya. Mereka tidak punya banyak waktu. Ritual itu hampir dimulai, dan mereka harus bertindak cepat jika ingin menghentikan Ordo Kegelapan sebelum terlambat.

Dengan sinyal cepat dari Arga, mereka memutuskan untuk mendekati altar dari dua sisi, berusaha mengelilingi kelompok ritual tanpa menarik perhatian. Mereka berharap bisa mencapai altar dan menghancurkan kristal sebelum ritual selesai. Namun, jalan menuju ke sana tidak mudah. Mereka harus melewati beberapa anggota Ordo yang tampak sangat waspada.

Sambil mengendap-endap, Hana mengambil sepotong batu kecil dan melemparkannya ke sudut lain ruangan untuk mengalihkan perhatian para penjaga. Suara batu yang mengenai dinding gua membuat beberapa dari mereka menoleh, memberi Hana dan Arga kesempatan untuk bergerak lebih dekat ke altar.

Namun, ketika mereka sudah hampir sampai di altar, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Pemimpin Ordo tampaknya merasakan kehadiran mereka. Dia menghentikan nyanyian ritualnya sejenak, lalu menoleh langsung ke arah tempat Hana dan Arga bersembunyi. Tatapannya penuh dengan kebencian dan kekuatan yang menakutkan.

"Kita punya tamu yang tidak diundang," katanya dengan suara yang bergema di seluruh ruangan. "Keluarlah, atau kalian akan merasakan kekuatan penuh dari apa yang akan kita bangkitkan!"

Hana dan Arga tidak punya pilihan selain keluar dari persembunyian mereka. Mereka berdiri dengan tegang, menatap pemimpin Ordo yang sekarang tampak lebih menyeramkan di bawah cahaya obor yang berkelap-kelip.

"Kami tidak akan membiarkan kalian berhasil," kata Arga dengan nada penuh keberanian. "Apa pun yang kalian rencanakan, akan kami hentikan."

Pemimpin Ordo itu tertawa kecil, suara tawanya memantul di dinding gua yang lembab. "Kalian terlalu terlambat. Ritual ini sudah hampir selesai, dan tidak ada yang bisa menghentikan kami sekarang. Kegelapan akan bangkit, dan dunia akan menjadi milik kami!"

Hana dan Arga tahu bahwa mereka harus bertindak cepat. Mereka berpandangan sejenak, saling memahami apa yang harus dilakukan. Dengan gerakan cepat, Arga melemparkan sesuatu ke arah altar—sebuah alat kecil yang telah mereka siapkan untuk meledakkan kristal tersebut. Alat itu akan menghasilkan ledakan kecil namun cukup kuat untuk menghancurkan kristal dan, semoga, menghentikan ritual.