Ponsel berdering, Arka mengangkat panggilan masuk.
"Baik, saya segera ke sana," balas Arka pendek.
Cheryl menatap penasaran berharap suaminya memberitahu langsung siapa orang barusan.
"Saya panggilkan bunda buat temani kamu," kata Arka setelah memutus sambungan.
"Dokter mau ke mana?" tanya Cheryl, meraih pergelangan tangan lelaki berjas hitam yang hendak bangkit.
"Rumah sakit," singkat Arka, melerai jemari lentik gadis berstatus istri sahnya.
Pandangan Cheryl mengikuti pergerakan Arka mendekati lemari di sudut kamar, mengeluarkan jas putih.
"Itu jaket khusus para dokter seperti yang pernah aku lihat sebelumnya?" tembak Cheryl.
"Snelli bukan jaket," ralat Arka.
"Lucu juga ya, namanya snail!" ujar Cheryl.
Arka melirik sekilas mengabaikan ucapan meleset perempuan yang sedang terkekeh.
"Lakukan apa saja sesuka hatimu asal tidak membebani pikiran saya," tukas Arka.
Cekikikan Cheryl mereda, bingung mencerna pernyataan lelaki saat ini tengah mengganti jas hitam dengan snelli baru diambilnya.
"Isi perutmu dengan banyak makanan agar cepat gemuk setelah itu istirahat secukupnya," pungkas Arka, kemudian mencangklong ransel berisi peralatan medis.
"Dokter dingin banget," cemberut Cheryl.
Arka hilang dibalik pintu, muncullah Salamah memasuki ruangan.
"Kata Arka, kamu tidak sakit apa-apa syukurlah," ujar Salamah.
"Bunda mencemaskan aku?" beo Cheryl.
"Tentu Chey, Bunda sudah anggap kamu seperti anak kandung," ucap Salamah.
Mata Cheryl mengembun hangat, terharu. Salamah membagi senyum yang dibalas oleh menantunya.
Salamah membantu Cheryl sandaran di punggung ranjang.
"Kamu tahu Arka pergi ke mana?" tambah Salamah.
"Bilang mau ke rumah sakit, soalnya di telpon orang sana," jawab Cheryl.
"Berarti sudah pamit ke kamu?"
"Sudah. Memangnya kenapa, Bun?" balik tanya Cheryl.
Salamah menggeleng. "Chey, Bunda ambil nasi ke dapur, kita makan di sini," putusnya.
"Aku ikut bantu bawa yang lain?" tawar Cheryl antusias.
"Tidak usah biar Bunda saja kamu tunggu di sini."
Selepas Salamah pergi, Cheryl menyeka ekor matanya.
*
"Yang lain pada ke mana, Vin?" tanya Arka kebingungan melihat kondisi rumahnya sepi.
"Pada minggat habisnya situ kelamaan di kamar," jawab dr. Kevin.
"Namanya juga ngobatin orang sakit," kata Arka.
"Paling tanam benih makanya lama," goda Kevin.
Arka menarik selipan bolpoin di saku kemejanya lalu melempar benda tersebut ke arah Kevin.
"Ews!" lebay Kevin meringis kencang sembari mengusap dahi.
"Ocha menghubungiku. Dia minta kita datang ke RS," beritahu Arka.
"Pagi buta! Masuk jam tujuh ada satu jam lagi buat perasmanan, langit masih gelap, matahari belum terbit buru-buru sekali!" teriak Kevin.
Arka menutup mulut Kevin dengan telapak tangannya dan memperlihatkan riwayat panggil di ponselnya.
"Bella mana?" tambah Arka.
Telunjuk Kevin lurus ke pintu rumah yang tertutup.
Sementara, penyesalan Bella mendesak air mata untuk terus mengalir, melihat Arka menikahi gadis lain, perasaannya hancur berkeping.
"Kenapa sesakit ini memendam cinta," isak Bella.
"Apa istimewanya Cheryl di mata Arka, lebih cantik aku dibanding dia. Aku jauh pintar dan kaya tapi kenapa pemenang hati Arka bocah entah dari mana asalnya!"
"Argh, benci, benci, benci!" marah Bella.
Di kejauhan, Arka dan Kevin saling bertukar pandang melihat fenomena langka Bella memukul-mukul kap mobil.
"Bella kerasukan maung," gumam Kevin memasang wajah lempeng.
Arka menginjak punggung kaki Kevin, melenggang cuek mendekati wanita nampak menderita.
"Kau benar-benar tak manusiawi! Kaki tampanku tega diinjak!"
Gerutuan Kevin bak angin lalu di pendengaran Arka.
"Hentikan jangan menangis lagi. Waktu yang dimiliki terbatas secepatnya kita harus tiba di rumah sakit sebelum pukul tujuh," terang Arka.
Merasa malu ketahuan cengeng Bella menyetop tangis.
"Dokter mendengar semua keluhanku?" tanya Bella serak.
"Tidak sama sekali," jujur Arka.
"Bell, sebesar apapun masalah yang melanda hadapi dengan kepala dingin serta hati yang lapang, demikian caraku mengatasi segala macam problem," nasehat Arka sambil menyelipkan anak rambut Bella ke belakang telinga.
Wajah sembab Bella bersemu merah. Jauh di relung hati ingin menghambur peluk, mengungkap rahasia terdalam perasaannya terhadap Arka.
*
Sampai di pekarangan RS. HARAPAN. Arka, Kevin dan Bella disambut riang oleh Ocha.
"Kalian the best! Bisa diandalkan datang tepat waktu!" puji Ocha.
"Gara-gara panggilan situ, aku urung perasmanan!" omel Kevin menyalahkan.
"Kenapa aku yang salah marahin saja peraturan di tembok RS!" sahut Ocha.
"Tidak bisa pokoknya situ patut disemprot! Aku jadi hilang kesempatan makan gratis!" dumel Kevin.
Arka memijat pangkal hidung, pening menyaksikan Kevin dan Ocha meributkan hal sepele.
*
Cheryl menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ritual makan bersama Salamah lancar khidmat.
"Bun, apa sebaiknya aku putus sekolah saja aku, kan, sudah menikah mana boleh duduk di bangku SMA," bimbang Cheryl.
"Menurut Bunda mending ceritakan sama Arka karena keputusan ada di tangan suami kamu. Sudut pandang kalian berbeda kalau sudah terbuka masalahnya akan menjadi ringan, kamu tidak dilema lagi. Nanti malam, kamu omongin hal ini ke Arka, Bunda yakin hasilnya pasti yang terbaik untuk kalian berdua ke depannya," tutur Salamah.