Chereads / Living With Doctors / Chapter 4 - Awal mula

Chapter 4 - Awal mula

"Hoaaam."

Cheryl menguap panjang terbangun meninggalkan alam mimpinya. Tangan kecilnya meraba tempat di sampingnya mencari keberadaan Arka.

"Kosong," terkejut Cheryl cekatan loncat dari tempat tidur.

"Mas dokter! Mas, di mana? Ngumpet ya!" teriak Cheryl seraya menggeledah setiap penjuru ruangan.

"Dokter lompat dari jendela, kah?" sambung Cheryl beralih membuka jendela kamar, kepalanya menyembul untuk melihat ke luar.

Sepi.

"Enggak ada ke mana, ya?" bingung Cheryl menutup kembali jendela.

Sesaat Cheryl berkacak pinggang mengamati plafon kamar.

"Enggak mungkin mas dokter berubah jadi cicak," ucap Cheryl menggeleng-geleng.

Pandangan Cheryl mulai mengedar berusaha mencari petunjuk, mata cokelatnya menyipit tajam penasaran dengan benda berwarna putih di sisi nakas.

Secepat kilat Cheryl berlari menyambar puas benda tersebut.

"Kertas apa ini," monolog Cheryl mengernyit dahi dan membuka lipatan kertas.

"Kepada istri kecilku. Mas dokter mu harus pergi ke rumah sakit, meninggalkanmu bersama bunda. Selesai membaca pesan ini, kembalilah bobo jangan menunggu kepulangan ku."

Mata Cheryl menguap panas usai membaca tulisan manis hasil tangan dr. Arka.

Susah berkata-kata, Cheryl menghapus lelehan air mata di pipi kirinya lalu beranjak menuruni tangga.

"Bunda, tolong bangun!" seru Cheryl menggedor-gedor pintu kamar mertuanya.

Berisik ditimbulkan Cheryl pada dini hari sukses membangunkan penghuni di dalamnya.

Salamah menemui dengan wajah menahan kantuk. "Ada apa, Chey, kenapa belum tidur?" tembaknya.

"Dokter Arka meninggalkan surat!" tangis Cheryl.

Kantuk Salamah hilang seketika mendengar kabar buruk.

"Coba Bunda lihat!" ujar Salamah merebut kertas.

Raut kepanikan di wajah Salamah berangsur-angsur memudar setelah memahami isi surat buatan putranya.

"Apa yang kamu tangisi Chey? Di sini, secara tidak langsung Arka pamitan ke kamu tentang adanya tugas biasa yang mengharuskannya bekerja. Sama sekali tidak menyertakan alasan negatif mengapa Arka pergi," jelas Salamah.

"Aku tahu Bun," isak Cheryl.

"Terus kenapa nangis?" tanya Salamah.

"Tersentuh bacanya!" jawab Cheryl.

*

Berkat semalam sampai subuh patroli bangsal ke bangsal pasien lainnya, Arka lesu tak berdaya tergeletak sembarang posisi di tempat tidur.

"Makasih surat romantisnya dokter," ucap pelan Cheryl, mengecup singkat kening suaminya.

Tak berani mengganggu tidur nyenyak Arka, Cheryl menegakkan badan lalu menaikkan selimut sebatas dada suaminya.

"Mandi dulu deh abis ini turun ke bawah sarapan pagi bareng bunda," putus Cheryl berjalan menuju kamar mandi.

Lima belas menit Cheryl menggunakan waktunya untuk mandi, pakai seragam serta dandan.

Aksesoris kesukaan Cheryl adalah bando merah kelinci, penampilannya rapi menggemaskan.

Tas selempang bentuk hello Kitty menambah kesan imut siswi kelas Xll IPS, semester dua tahun ini.

"Mas dokter, mimpiin aku, ya ... assalamualaikum," bisik Cheryl mengucap salam di telinga kanan Arka dan mengecup lembut punggung tangannya.

Mulai sekarang menyalimi tangan Arka akan Cheryl lakukan rutin setiap hari seperti kebiasaannya menghormati almarhum papa, mamanya. Menurutnya, Arka dunia baru indahnya pengganti orang tua.

"Pagi, Bun!" sapa Cheryl ceria, menghampiri meja makan.

"Chey mau sekolah?" tanya Salamah menilai gaya menantu mungilnya dari atas kepala hingga ujung kaki.

Kekanak-kanakan.

"Iya. Kemarin malam, aku sudah diskusi dengan dokter Arka," angguk Cheryl sambil menduduki kursi kosong.

"Arka setuju?" kaget Salamah.

"Banget!"

Salamah terbengong-bengong.

"Asyik sandwich isi daging!" seru Cheryl mengambil satu makanan mewah ke piring kosong di depannya.

Garpu dan pisau sudah di pegang Cheryl, siap memotong sandwich. Tetapi dering gawai di tas nya menyita perhatian.

"Bentar," gumam Cheryl menaruh kedua benda di tangannya.

Cheryl merogoh tas, mengeluarkan ponsel with color hadiah ulang tahun nya pemberian ibu tercintanya dahulu.

'Cayang Dean.' Tertera di layar handphone.

"Siapa, Chey?" tanya Salamah, memerhatikan.

Diam-diam Cheryl meneguk ludah, kaget membaca si penelepon yang ternyata pacar lalunya.

"Cheryl," panggil Salamah.

"Apa, Bun?" sahut Cheryl mendongak.

"Jawab teleponnya kasihan tahu," suruh Salamah tak menyimpan curiga.

"E–enggak deh, kontak tak di kenal, orang salah sambung nyasar ke aku," kata Cheryl gugup, cepat-cepat menekan tombol off.

"Pantas saja hanya di lihat, ya sudah, lanjutkan sarapannya," balas Salamah.

Cheryl tersenyum canggung.

*

Dean menunggu gusar berharap panggilannya diangkat Cheryl.

"Nyaut?" tanya Valeri.

"Lo kira gue mancing apa, nanya nyaut segala!" galak cowok berparas nyaris sempurna.

Siswi berambut hitam sebahu tergelak tawa menyukai intonasi tinggi satu oktaf remaja di sampingnya.

"Shit!" umpat Dean meremas kuat benda pipih senilai delapan juta di tangannya.

"Kenapa?" tanya Valeri lagi, dengan lirikan mata.

"Enggak dijawab!" ketus Dean.

"Cewek, Lo, sibuk kali tenang aja nanti juga balik nelpon," ucap Valeri menenangkan.

"Sibuk apaan udah dua hari, gue hubungin tuh, cewek enggak ada terima telpon!" kesal Dean mengacak frustasi rambut pirangnya.

"Tumben biasanya tiap Lo butuh, Cheryl gampang dihubungin, kenapa akhir-akhir susah dihubungin. Lo berdua lagi berantem?" heran Valeri.

"Berantem soal apaan, enggak ada angin enggak ada petir, masa tiba-tiba dilanda badai, enggak lah perasaan hubungan kita baik-baik aja!" jengkel Dean.

"Atau jangan-jangan ada orang ketiga?" terka Valeri.

"Jaga omongan Lo, Va! Maksud Lo apa bilang gitu? Lo fitnah cewek, gue atas dasar apa nuduh sembarangan!" marah Dean tersulut emosi memojokkan Valeri ke tembok gudang sekolah.

Valeri tersentak takut memegangi pergelangan tangan Dean yang kini mencengkeram kerah seragamnya, apalagi mata elang cowok itu ikut membius keselamatannya.

"Lo punya mulut, jawab pertanyaan gue!" bentak Dean.

Nyali Valeri tenggelam dalam sekejap saking kerasnya Dean menuntut jawaban, lidah Valeri kelu tak mampu bicara.

"Kenapa diam? Budek, Lo? Nih, gue ingetin sama Lo, jangan coba-jelekkin Cheryl depan gue kalau masih sayang mental!" sarkas Dean, kemudian menghempas kasar tubuh Valeri ke samping kiri.

Valeri jatuh dilantai berdebu sambil terbatuk-batuk.

"Hirup tuh, debu! Bengek-bengek Lo abis keluar gudang!" cibir Dean tanpa empati melengos pergi.

Rambut Valeri sedikit berantakan gara-gara perbuatan semena-mena Dean. Valeri mengepalkan tangan, giginya bergemeletuk menahan luapan emosi dalam rongga dada.

"Oke, kita lihat siapa budek sebenarnya yang Lo maksud, Dean Bastara. Valeri Veronica atau Cheryl Anastasia," desis Valeri.