Mata Dahlia berkedip lemah saat ia mencoba fokus, rambutnya tergantung rendah, menyembunyikan wajahnya.
Sementara pikiranku masih tertinggal pada apa yang ibuku katakan tadi, Dahlia sudah mulai terbangun. Dia mengerang, suaranya serak saat terdengar dari bibirnya yang kering dan pecah-pecah. Perlahan, ketika kepalanya bergerak bersama dengan sisa tubuhnya, ia menangis pelan karena rasa sakit.
Rantai perak itu masih menancap di tubuhnya, dan luka bakarnya hanya semakin parah. Saat dia bergerak, perak itu juga berpindah tempat, memungkinkan rantai menyentuh bagian kulit yang berbeda, membuka luka lama dan membakar luka baru ke dalam dagingnya.
Ketika matanya akhirnya terbuka sepenuhnya, matanya semakin membesar saat dia melihatku. Dia langsung mulai berontak dengan panik berusaha melepaskan diri, bau daging terbakar mengisi ruangan saat aku meringis, mundur selangkah. Jika tidak karena kain penyumpal di mulutnya, Dahlia pasti akan berteriak makian seolah tidak ada hari esok.