Asha menatap langit langit kamarnya yang polos dengan lampu seadanya, ia mengingat kembali sebelum ia turun dari mobil, Jo membenarkan rambut yang tidak ikut terikat. Sebagai seorang perempuan yang pernah menikah, jauh di dalam lubuk hatinya rindu perlakuan lembut dan penuh kasih sayang.
tiba tiba ingatannya kembali pada tujuh tahun lalu saat ia di hajar habis habisan oleh mantan suaminya perkara tidak ada nasi dan lauk untuk makan, hari itu Asha tidak memiliki uang sepeserpun, suaminya seorang pengangguran yang hobi merokok dan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk tidur.
Asha adalah tulang punggung dalam rumah tangganya, setiap harinya ia akan mencari apa saja yang bisa di jual dan menukarnya dengan beras atau lainnya, sayang hari itu ia sakit jadi tidak mencari apapun, kedua anaknya pun diam tidak rewel dan berontak meskipun perut keduanya kosong.
"Hentikan" Pekik Asha yang sudah tidak tahan dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya yang di hajar oleh kayu bakar.
Kedua anaknya juga menjadi sasaran keganasan lelaki biadab itu.
"sshhh" Asha menahan rasa sakit saat kayu bakar itu akan melayang pada kedua anaknya.
"mah, hidup tanpa bapa lebih baik daripada terus seperti ini" bisik anak sulungnya, ia bertekad dan berjanji akan mendidiknya menjadi lelaki terbaik dalam hidupnya.
sedangkan anak keduanya seorang perempuan, usianya terpaut dua tahun dari sang kakak. rumah terpencil di tengah hutan, jauh kemana mana membuat mantan suami asha leluasa menjalankan aksi kejinya itu, beruntung hari itu Pak RT lewat sepulang dari kebun yang dekat rumah asha dan segera melaporkan kejadian itu pada Pak lurah. Hingga akhirnya Asha dan kedua anaknya terbebas, dan memutuskan pergi ke ibu kota dan memulai hidup baru.
"hah" Asha menghela nafas lega, karena kehidupannya sudah lebih baik dari 7 tahun yang lalu, meskipun ada rasa sesal karena harus menyandang status janda di usia muda. seharusnya dulu ia bisa menolak dinikahkan dengan lelaki seperti itu, dinikahkan saat usianya 16 tahun dan menjadi ibu di usia 17 tahun kembali hamil dan memiliki anak di usia 19 tahun dan menjadi janda di usia 22 tahun.
kemanapun kaki melangkah, dimanapun tinggal di sana selalu menjadi bahan gunjingan dan cemoohan ia bahkan di cap penggoda suami orang padahal bukan sekali asha menjadi korban pelecehan dari lelaki biadab berstatus suami orang itu.
Matahari sudah berada di atas kepala, perut sudah lapar keroncongan Asha dengan pekerjaan barunya menjadi perhatian beberapa warga kantor lantai 1, pasalnya dari resepsionis naik jabatan hingga menjadi sekertaris, dengan status jandanya ia kembali mendapatkan ejekan.
"itu orangnya? " seorang pegawai perempuan menunjuk pada asha yang tengah antri untuk mengambil jatah makan siangnya di kantin.
"iya dia, pasti nyogok pake tubuhnya kan?" timpalnya.
Asha menghela nafas berat, karena harus kembali mendengar hal seperti ini lagi. setelah mendapatkan jatah makannya, Asha mencari tempat duduk, sayangnya seseorang menabraknya dari belakang hingga Asha jatuh ke lantai beserta makanannya berserakan.
bukan pertolongan yang ia dapat, melainkan ejekan dari rekan rekannya.
"penggoda, ga usah di tolongin"
"dasar ga tau malu"
"sekarang emang zamannya masuk kerja pake selangkangan"
"Sogokannya bukan duit lagi"
rasanya begitu sesak mendengar cemoohan seperti itu, setelah merapihkan makanannya Asha menyimpannya ditempat yang kotor.
"mau diambilkan lagi mba?" tanya ibu kantin, Asha menggeleng.
"engga usah bu, jatah saya sudah saya ambil saya tidak akan mengambil jatah orang lain" jelas asha dengan senyumnya ia pergi meninggalkan kantin, blouse putih beserta rok yang ia pakai telah kotor, tanpa sadar buliran bening telah berlomba membasahi pipinya, Asha tergugu dalam tangisnya.
Jo mengangkat tangannya, memberi kode agar bayu berhenti. keduanya mencari asal suara tangis itu.
"saya akan mencari tahu masalahnya tuan" ujar bayu, ia pergi meninggalkan Jo dan menutup pintu besar itu dari luar.
setelah merasa tenang Asha keluar dari toilet mewah di dalam ruangan bosnya, ia akan kembali duduk di mejanya di sudut ruangan Jo.
"apa ada yang menyakitimu?" pertanyaan Jo berhasil menghentikan langkah kaki Asha, Jo melangkah mendekatinya membelai rambut dan menyelipkannya ditelinga.
"tidak ada Pak, saya hanya rindu anak anak saya" ucap Asha berbohong, sayang sekali Jo tidak mudah ditipu.
Jo menarik dagu Asha, hingga ia mendongkrak ke atas netranya menghindari Jo.
"katakan, siapa yang melakukannya?" tanya Jo, Asha menggelengkan kepalanya.
"tidakkah kamu berpikir Jo, aku bekerja disini awalnya jadi resepsionis namun dalam satu hari jabatan ku naik menjadi sekertaris mu, apa yang pegawaimu katakan jo?" tanya Asha, jo mengerti ini semua pasti karena statusnya.
"semua keputusan di tanganku Asha, bukan di tangan pegawaiku"
"seperti inilah tingkah sang penguasa, tidak memikirkan konsekuensi dari keputusannya" ucap Asha, namun saat ia akan pergi lengannya ditarik oleh Jo hingga wajah Asha membentur dada bidang Jo.
"jangan dengarkan perkataan orang lain, selama mereka tidak membantumu dimasa sulitmu, selama mereka tidak mengulurkan tangannya disaat kamu butuh pertolongan" jelas Jo, Asha ingin melepaskan pelukan Jo.
"tidak Asha, saat pertama kali kita bertemu aku sudah membuat keputusan" ucap Jo. Asha menatap Jo dengan beribu pertanyaan kenapa sikapnya begitu berbeda terhadapnya.
"kamu akan jadi milikku, dengan atau tanpa persetujuan mu" ucap Jo yang kini telah mengadukan keningnya dengan kening Asha.
"jangan seperti ini, kamu membenarkan perkataan mereka Jo, kamu membenarkan jika aku hanya seorang penggoda" ucap asha.
"tidak, aku bahkan ingin segera menikahi mu Asha"
Deg
Asha segera mendorong tubuh Jo sekuat tenaga, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki di hadapannya itu.
menikah!
kenangan begitu buruk itu kembali muncul hingga membuatnya sesak nafas, kepalanya mendadak pusing mungkin karena sejak pagi tadi belum memakan apapun selain minum air putih.
"Asha, kau tidak apa apa? " Jo menangkap pinggang ramping Asha yang akan terjatuh karena kehilangan keseimbangan.
"aku hanya sakit kepala Jo"
"jangan dipikirkan, aku tidak akan memaksamu untuk secepatnya menikah denganku mungkin kita bisa memulai dengan pacaran" jelas Jo, entah kenapa lelaki di hadapannya terasa berbeda Asha merasakan nyaman dan aman saat berada di dekatnya.
"permisi tuan" Bayu masuk kedalam ruangan Jo, saat itu pula Asha melepaskan diri dari pelukan Jo.
Bayu membisikan sesuatu pada Jo, membuat lelaki itu geram mendengarnya. namun saran dari bayu ada benarnya, jangan gegabah dan ada baiknya jika Asha tidak bekerja di kantor namun dirumahnya saja, selain dari gosip yang beredar bayu menemukan fakta bahwa anak buahnya melihat seorang lelaki yang beberapa kali mengintai kontrakan Asha.
"selidiki siapa dia" titah Jo.
"baik"
"sekarang kepalaku yang sakit Asha" ujar Jo, ia membawa Asha untuk duduk di sofa lalu ia sendiri menjatuhkan kepalanya dipangkuan Asha.
"kenapa kamu menikah saat itu?" tanya Jo.
"aku? dipaksa" ujar Asha.
"berapa tahun usia anakmu yang pertama?"
"12 tahun ini, dia di pondok pesantren Modern di bogor, begitupun dengan adiknya" jelas Asha, Jo tersenyum kecut.
Jo membawa tangan Asha, dan meletakkannya diatas kepalanya, jemari lentik itu mulai bergerak memijat kepala Jo tanpa dititah, itu membuat Jo merasa senang. selain perasaan di hatinya yang mulai bangkit dan menguat, sesuatu dibalik celana pun ikut bangkit, sensasi yang Jo rindukan bertahun tahun lamanya, kini kembali ia rasakan berkat Asha...[]