Di kediaman Pratama keluarga besar tengah berkumpul, seorang wanita cantik dan sexy, berkulit putih dengan mata hazel tengah bersenda gurau ditengah kehangatan keluarga. Siapa yang mampu menolak pesona bak model dengan tubuh gitar spayol itu?
Jo melangkahkan kakinya memasuki mansion orang tuanya, ternyata ada kakeknya di sana.
"ini dia Adrian" Lusi memperkenalkan Jo kepada Maya juga orang tuanya.
"oh, ini CEO JAP corporation itu ya?" ujar Liam papanya maya.
"wah ganteng juga ya" puji Felisa.
"halo om, tante saya Adrian" jo menjabat tangan semua orang yang di sana. Meskipun malas tapi ia tetap menjaga wibawanya juga nama baik keluarga pratama.
"bagaimana hari ini? apakah semua berjalan lancar?" tanya Ben, kakeknya.
"mmmmm"
"ini Maya, dia baru saja lulus S2 di Paris kalian cobalah untuk ngobrol siapa tahu cocok" ujar Ardi.
"pah mah, aku tidak tertarik" ujar Jo yang hendak pergi.
"Adrian, kamu ini sopan sedikit sama tamu" tegas Ben.
akhirnya mau tidak mau ia ikut berkumpul di sana, suasana ramai namun hatinya sepi selama 35 tahun tidak ada yang menanyakan apakah ia baik baik saja. pikirannya melayang pada Asha, hanya dengan memikirkannya saja kepemilikan Jo mengeras.
Jo menerima pesan dari Bayu bahwa Asha kini dibawa ke apartemennya, seorang laki laki tiba tiba menyerangnya didepan kontrakan dan hendak melecehkannya itu membuat Jo marah.
"ini sudah malam, kapan kalian pulang?" ujar Jo membuat suasana yang dipenuhi gelak tawa itu menjadi hening seketika.
"Adrian benar, mah pah, ini sudah hampir larut malam sebaiknya kita pulang" Ujar Maya ingin mendapatkan perhatian Jo, namun lelaki itu acuh ia tidak peduli sama sekali.
"Adrian, tidak seharusnya kamu seperti itu" tegas Ardi saat Maya dan kedua orang tuanya pergi.
"pah, aku bilang aku sangat lelah hari ini" keluh Jo.
"dan Maya perempuan cantik sexy itu bisa menghilangkan rasa lelahmu" timpal lusi.
"dengan cara apa? memberikan tubuhnya? bermain diatas ranjang dengan panas?" Jo menatap satu persatu anggota keluarganya.
"kalian bahkan tidak tahu, jika anak laki laki ini yang usianya sudah 35 tahun impoten"
Deg
raut wajah tidak percaya terpancar dari semua orang.
"im-impoten pah" lusi mengulang dengan tidak percaya.
"jangan bercanda Adrian" tegas Ben.
"aku bahkan sudah melakukan terapi ke rumah sakit terkenal sekalipun, namun hasilnya sama nihil" jelas Jo yang kini mulai larut dalam rasa sedihnya.
"kenapa baru bilang sayang" lusi memeluk putra sulungnya dengan lembut.
"kapan mamah punya waktu untukku? kalian bahkan tidak tahu jika aku hampir mati beberapa hari yang lalu"
"apa!"
"ada satu perempuan yang membuatku tertarik" ucap Jo kali ini dengan tenang.
"benarkah siapa dia?" tanya lusi dengan semangat.
"sayangnya, dia janda anak 2 dan aku yakin kalian tidak akan bisa menerimanya" jelas Jo, lalu menatap sang kakek.
"jangan sentuh dia kek, jika masih menganggap aku sebagai cucu" tanpa berlama lama, Jo meninggalkan kediaman orang tuanya. hatinya terasa begitu ringan setelah mengungkapkan rahasia yang ia jaga belasan tahun ini.
"bagaimana ini pah?" lusi putus asa, apakah benar anaknya impoten berarti ia tidak akan memiliki cucu dari anak lelakinya.
"tenang mah, dia bilang ada perempuan yang membuatnya tertarik" ujar Ardi.
"tapi dia janda anak dua pah" tukas Lusi tidak Terima. sedangkan Ben larut dengan pikirannya sendiri, sepertinya sesuatu begitu mengusik kepala yang sudah mulai ditumbuhi uban separuhnya itu...[]
"kamu aman disini" ucap bayu, Asha menelisik tempat itu.
"jangan khawatir, ini milik tuan Jo dia tidak akan menyulitkan mu" ujar bayu kembali, setelah menunjukan kamarnya, bayu meninggalkan Asha di sana, ia tidak perlu khawatir karena Jo sebentar lagi akan tiba.
cklek
Pintu kamar dibuka perlahan oleh Jo, ia melihat Asha terduduk di tepi tempat tidur dengan pakaian yang sama seperti tadi siang, rambutnya berantakan dan ada lebam di sudut bibirnya.
"sial!" gumam Jo dengan geram.
Jo berjalan mendekati Asha, ia membelai rambut yang berantakan itu, Jo berlutut dilantai hingga bisa melihat Asha dengan leluasa.
"apa dia menyakitimu?" tanya Jo dengan lembut mengundang tangis Asha yang tumpah begitu saja, Asha memeluk Jo dengan erat ia sangat takut mantan suaminya akan datang dan menemuinya lagi, ia takut diperkosa berulang ulang, sudah cukup 5 tahun menjadi budak nafsunya ia tidak ingin lagi.
"tenanglah, ada aku Asha jangan khawatir" ujar Jo menenangkan, Asha menangkup wajahnya menghapus air matanya dengan kasar.
"sudah cukup" Jo memegang kedua telapak tangan Asha, ia membelai lembut wajah Asha melihat dengan lekat luka lebam disudut bibirnya.
"apa dia menyentuhmu?" Asha mengangguk membenarkan.
"disini?" Jo mengusap lembut bibir semerah cherry itu, mendapat anggukan Jo tidak bisa menahannya.
"aku akan menghapusnya" tekad Jo lalu melumat bibir Asha dengan lembut, Asha yang awalnya terkejut dan menolak namun kini menerimanya dengan senang hati, karena sentuhan Jo begitu lembut dan memikatnya.
"ini bekas ku, tidak ini milik ku" ucap Jo sambil mengusap bibir Asha yang sedikit bengkak karena ulahnya.
"mandilah, aku siapkan pakaiannya" seperti robot, Asha begitu patuh pada Jo.
Di dapur Jo tengah berkutik di balik kompor, ia memasak untuk Asha pasti wanitanya sekarang merasa lapar setelah ketakutan dan menangis sejak tadi.
Sebagai perempuan desa, Asha telah kehilangan kepolosannya ia tak segan keluar dari kamar dengan mengenakan kaos oversize milik Jo juga celana pendeknya.
Jo yang melihatnya tersenyum, ia meraih kursi dan mempersilahkan Asha untuk duduk dan makan.
"makanlah, kamu pasti lapar" Jo menyuguhkan udang pedas manis dan spaghetti pada Asha.
"kamu masak?"
"em, coba deh" Asha mulai menyuap sendok kedalam mulutnya, rasanya dilayani seperti ini oleh seorang laki laki membuat hatinya menghangat, sebelumnya ia selalu mengerjakan apapun sambil menggendong bayi, juga mengambil air, mengambil kayu bakar, hingga kulitnya jauh lebih tua dari usianya, beruntungnya ia bertemu dengan resti, perempuan muda yang saat itu masih duduk di bangku kuliah selalu membantunya memperbaiki penampilannya juga mengajarkan cara merawat tubuh yang baik dan benar.
seandainya ada kesempatan untuk bertemu resti kembali pasti akan sangat menyenangkan, sayangnya kini ia tengah mengejar kariernya sebagai model di negri paman sam itu.
"mikirin apa?" tanya Jo, Asha menggeleng.
"sedang bersyukur" ucap Asha, tidak membohongi hati Asha mulai tertarik pada Jo, perlakuan lembutnya juga ciuman mereka tadi membuat hatinya berdesir. Jo memperlakukannya dengan baik sejauh ini.
"apakah aku boleh berharap lebih pada lelaki di hadapanku ini tuhan?" gumam Asha dengan netra yang tak lepas dari Jo "apakah pantas seekor burung pipit mengejar semesta? akankah semesta memeluknya? akankah semesta berbaik hati? sedangkan ia hanya seekor burung kecil jika tersapu badai pun tidak akan ada yang merasa kehilangan" gumam Asha kembali.
"jangan melamun, makan yang banyak" titah Jo, Asha mengangguk dan menghabiskan makanan di hadapannya.. []