Chereads / Case File Compendium (TL NOVEL BL) / Chapter 42 - Tell Me, What Is the Truth?

Chapter 42 - Tell Me, What Is the Truth?

Apa isi video ini?

Sepertinya ada kaitannya dengan Xie Qingcheng.

He Yu melirik sekilas ke arah kode yang terus bergulir cepat di layar ponselnya. Lawannya membutuhkan waktu untuk mengejarnya, tetapi tidak akan lama. Kemungkinan besar, video ini dikirim untuk mengganggu konsentrasinya. Menutup jendela obrolan, ia menyingkirkan pikiran itu. Ia tidak ingin terganggu.

Namun, sesaat kemudian, sebuah pesan kedua muncul, bagaikan arwah gentayangan yang enggan pergi.

Edward, aku tahu bahwa kau menderita gangguan psikologis langka. Saat kau menyerang firewall kami, kami juga menyelidiki berkas-berkasmu. Jari-jari He Yu seketika berhenti bergerak.

Meskipun kondisinya adalah rahasia, rumah sakit pribadinya dan dokternya memiliki salinan rekam medisnya. Kemampuan peretasan organisasi ini cukup canggih sehingga, dengan beberapa petunjuk, mereka dapat menentukan identitas aslinya dan mendapatkan dokumen penting dalam waktu singkat.

Segera setelah itu, lawannya mengirimkan pesan ketiga.

Xie Qingcheng itu berbohong padamu dan hanya memanfaatkanmu—tidakkah kau penasaran mengapa ia tiba-tiba berhenti menjadi dokter?

Pesan keempat pun menyusul.

Berhentilah mengorbankan hidupmu demi dia. Kenapa kau tidak melihat video ini?

Jendela pop-up video kembali muncul, mengejarnya tanpa henti seperti ular berbisa yang mengincar mangsanya.

Kemauan He Yu tidaklah lemah, sehingga ia tetap tidak membukanya. Namun, taring ular berbisa itu telah menancap di kulitnya, menyebabkan dirinya ragu sejenak.

Jika lawannya ingin merobohkan pertahanannya dengan cepat, mereka harus menemukan titik serang yang tepat. Dan informasi yang dikirimkan hacker ini memang telah menjadi duri dalam dagingnya sejak lama.

Mengapa Xie Qingcheng harus pergi?

Ia begitu keras kepala bersikeras untuk pergi. Bahkan setelah He Yu menyingkirkan harga dirinya dan memohon dengan menyedihkan agar ia tetap tinggal, satu-satunya jawaban Xie Qingcheng adalah: "Ayahmu yang membayarku. Kau tidak mampu mempekerjakanku."

He Yu tidak akan pernah melupakan perasaan yang ia rasakan saat itu.

Sepanjang hidupnya, ia hanya pernah dekat dengan dua orang. Satu adalah Xie Qingcheng, dan satu lagi adalah Xie Xue. Namun hari itu, malam itu, mereka berdua berubah menjadi ilusi yang seolah-olah tidak pernah ada.

He Yu telah berjuang begitu keras untuk bertahan hidup—hidup seperti orang normal, terus-menerus menolak tunduk pada iblis dalam dirinya. Ia telah mencoba selama tujuh tahun penuh.

Saat itu, dalam dirinya, ia benar-benar tengah runtuh.

Namun, pada akhirnya, He Yu tidak pernah benar-benar membenci Xie Qingcheng. He Yu sudah terbiasa dengan kesepian, begitu pula dengan memahami berbagai macam orang. Beberapa waktu kemudian, ia pun mulai memahami pilihan yang diambil Xie Qingcheng. Bagaimanapun juga, hubungan mereka tak lebih dari sekadar hubungan dokter dan pasien, sebuah pekerjaan yang memberikan penghasilan bagi Xie Qingcheng. Karena mereka bukan keluarga maupun teman, maka sepenuhnya menjadi hak Xie Qingcheng untuk pergi kapan saja. Dan sebelum ia pergi, Xie Qingcheng tidak pernah menipunya ataupun berbohong kepadanya; ia telah menjelaskan alasannya dengan sangat jelas.

Tidak ada alasan bagi He Yu untuk membencinya.

Memang benar bahwa He Yu sulit menerima kepergian Xie Qingcheng yang begitu mendadak. Namun, kemudian ia berpikir bahwa setidaknya orang ini pernah hadir dalam hidupnya dan memberinya keyakinan yang jelas, sehingga ia memiliki keberanian untuk terus hidup dengan baik. Setidaknya, orang ini pernah memberitahunya bahwa pasien dengan gangguan mental perlu membangun kembali jembatan mereka dengan masyarakat dan tidak seharusnya dikucilkan, bahwa ia bukanlah suatu keanehan dalam masyarakat.

He Yu berpikir bahwa hanya karena hal itu saja, ia seharusnya bisa memahami dan memaafkan Xie Qingcheng.

Xie Qingcheng memang selalu memiliki cara untuk menarik simpati orang lain dan memperoleh pengertian mereka.

Sama seperti saat ia berbicara dengan Lu Yuzhu barusan—He Yu sempat menangkap beberapa bagian percakapannya. Xie Qingcheng selalu menjadi pembicara yang baik, dan setelah sekian tahun, ia masih mampu meyakinkan orang lain dengan logika serta menyentuh hati mereka.

Ketika pikiran itu melintas, He Yu melirik ekspresi Lu Yuzhu. Ia dapat melihat dengan jelas bahwa perempuan itu telah terpengaruh. Sekalipun ia telah terperosok terlalu dalam, sekalipun percakapan singkat ini pada akhirnya tidak bisa mengalahkan lebih dari satu dekade penderitaan, ia tetap benar-benar tersentuh.

Xie Qingcheng berusaha meyakinkan Lu Yuzhu untuk mencari kebenaran di balik kematian orang tuanya. Lalu bagaimana sikap Xie Qingcheng terhadap He Yu?

Apakah ia benar-benar telah bersikap jujur sepenuhnya, tanpa menyembunyikan apa pun?

He Yu tidak mengklik video itu. Namun, pandangannya mulai goyah. Ia menatap Xie Qingcheng yang sedang berhadapan dengan Lu Yuzhu.

Tepat pada saat perhatiannya teralihkan, perintah dari lawannya tiba-tiba berhasil menyusul. Saat He Yu menyadarinya, mereka sudah berhasil menembus sistem pertahanannya!

Beep—beep—beep—

Hitungan mundur untuk ledakan kembali berjalan, bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Teknisi lawannya telah mempercepat penghitung waktu lima menit—kini hanya tersisa satu menit lebih beberapa detik sebelum bom meledak! He Yu tersentak sadar dan mengumpat pelan. Ini benar-benar bukan saat yang tepat untuk memikirkan hal-hal lain.

Ia segera mengalihkan kembali fokusnya dan mengetikkan perintah untuk secara paksa menutup gangguan dari video tersebut. Keringat mulai bermunculan di dahi halusnya, sementara matanya yang berbentuk almond menatap tajam ke layar. Jarinya bergerak begitu cepat hingga menciptakan bayangan samar, gerakannya tampak menyatu.

Sementara itu, saat Lu Yuzhu mengamati He Yu, ia semakin yakin bahwa orang ini pasti adalah dirinya.

Pemuda ini pasti adalah orang yang menggunakan ponselnya untuk mengganggu sinyal organisasi. Jika demikian, orang terpenting di tempat ini bukanlah Xie Qingcheng, melainkan dirinya.

Lu Yuzhu berjalan mendekat dengan tenang dan penuh kendali. Meskipun tatapannya tetap tertuju pada Xie Qingcheng, seolah masih berhadapan dengannya, sebenarnya ia mengikuti pergerakan He Yu melalui sudut matanya.

Saat ia semakin mendekat, perlahan-lahan ia membuka kunci pengaman pistol di tangannya. Di dalamnya terdapat sebelas peluru.

He Yu dengan cepat mengetik serangkaian perintah dan menekan tombol konfirmasi.

Sebuah cahaya merah berkilat.

Terblokir!

Hitungan mundur yang sempat berjalan liar kembali terhenti.

He Yu menghela napas lega dan mendongak. Tepat saat ia hendak memberikan tanda "oke" kepada Xie Qingcheng, kelopak matanya tiba-tiba berkedut. Sebuah firasat membuatnya merasakan sensasi tajam di tengkuknya. Seketika, ia menoleh ke belakang—

Di saat yang sama, Lu Yuzhu menarik pistol dari balik punggungnya, mengarahkannya ke He Yu, lalu menarik pelatuknya!

Dor! Sebuah peluru melesat keluar dari laras dengan dentuman memekakkan telinga. Recoil dari tembakan membuat lengan Lu Yuzhu mati rasa, dan ia terhuyung beberapa langkah ke belakang.

Tembakannya meleset dan mengenai lemari arsip. Bagian depan lemari itu langsung ambruk akibat benturan, dengan retakan seperti jaring laba-laba menyebar di kaca sebelum akhirnya pecah berkeping-keping.

"He Yu!"

Wajah Xie Qingcheng seketika pucat. Ia segera berlari ke arah Lu Yuzhu, menerjangnya hingga jatuh ke lantai. Namun, Lu Yuzhu tetap tidak melepaskan pistolnya. Ia meronta dan berteriak histeris saat bergumul dengan Xie Qingcheng. Dan meskipun setiap saat ia bisa saja tertembak—karena dadanya begitu dekat dengan moncong pistol—Xie Qingcheng tetap tak mau melepaskan cengkeramannya.

"Minggir!" teriak Lu Yuzhu dengan rambut acak-acakan dan mata melotot penuh amarah. Ia menodongkan moncong pistol hitamnya tepat ke dada Xie Qingcheng, tetapi entah mengapa, ia tidak segera menembak. "Atau aku akan membunuhmu juga!"

"Kau boleh mengambil nyawaku, Lu Yuzhu, tapi kau tidak boleh menyerangnya. Kau tidak boleh menyerang seorang anak." Di tengah kekacauan, Xie Qingcheng berkata dengan suara pelan namun penuh ketegasan, giginya terkatup rapat.

Sayangnya, He Yu tidak dapat mendengar ucapannya di antara teriakan Lu Yuzhu yang menggema. Perempuan itu mengeluarkan jeritan marah yang terdengar nyaris tidak manusiawi.

Hatinya telah terbebas dari segala keraguan; tembakan pertama tadi telah membunuh sisa-sisa keraguan dan belas kasih dalam dirinya. Segala akal sehat dan kehangatan yang pernah ia miliki kini perlahan memudar.

Sedikit demi sedikit, ia kehilangan bayangan mata seorang ibu yang berlinang air mata di langit. Bagaimanapun, ia adalah seorang perempuan yang telah ditinggalkan oleh anaknya.

Ia telah ditinggalkan…

Potongan-potongan kenangan masa lalu berkelebat di hadapannya.

Dukungan dari penduduk kabupaten, kebahagiaan saat pertama kali ia menjabat—

"Lu Yuzhu luar biasa! Dia lulusan pascasarjana perempuan pertama di kabupaten kita! Dia lulus dari universitas ternama dan kembali untuk menjadi sekretaris kabupaten—sekretaris perempuan pertama! Hebat sekali! Pastikan kau melakukan hal besar untuk kabupaten kita!"

"Sekretaris Lu, terima kasih telah membantu memperbaiki jalan di desa kami dan membangun SD Harapan. Setelah bertahun-tahun tertunda, akhirnya ada yang bersedia melakukannya."

"Sekretaris Lu, terima kasih. Kalau bukan karena Anda, ibu saya pasti sudah memaksa saya menikah… A-aku masih ingin belajar… Terima kasih telah membantu saya, telah memberi saya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan… Terima kasih, sungguh, terima kasih…"

"Sekretaris Lu, kenapa Anda tidak mau menerima tanda terima kasih dari kami? Begitu banyak sekretaris datang dan pergi, tetapi tak ada yang seperti Anda, yang benar-benar peduli dengan kami, masyarakat desa, dan membantu kami dalam begitu banyak hal…"

"Terima kasih."

Terima kasih…

Tiba-tiba, seperti guntur di langit cerah, ia terhempas dari awan tinggi ke jurang yang kelam.

"Lu Yuzhu, seseorang telah melaporkanmu. Ada tuduhan bahwa kau melakukan penggelapan dan menerima suap. Silakan ikut dengan kami ke kantor polisi."

"Yuzhu…"

"Ma…ma… Mama…"

Di dasar jurang yang gelap, terdengar suara seorang anak yang tersedu sedan, menangis tak jelas. Anak itu mengulurkan tangan ke arahnya, menatapnya dengan mata penuh air mata.

"Ma…ma…" anak itu terus menangis.

Namun bertahun-tahun kemudian, saat ia kembali, anak perempuan yang dulu mengulurkan tangan padanya kini berdiri dengan ragu di belakang seorang wanita lain, takut untuk mendekatinya.

"S-siapa… Anda…?"

Siapa kau?

Siapa aku? Lu Yuzhu bertanya-tanya.

Di sebuah ruang pencucian piring di hotel yang kumuh, di antara tumpukan taplak meja dan peralatan makan yang kotor—

"Lu Yuzhu, lebih cepat. Bukankah kau dari desa? Cuma pekerjaan kecil begini saja, kenapa lamban sekali?"

"Hei, kalian tahu? Dia itu lulusan pascasarjana."

"Hah? Pascasarjana mencuci piring?"

"Aku dengar dia dulu belajar sesuatu yang cukup canggih, keamanan informasi komputer… Aneh sekali. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

"Lu Yuzhu, bagian sumber daya manusia telah meninjau ulang berkas lamaranmu. Kau mantan narapidana! Kau tidak bisa menyembunyikan hal seperti itu saat melamar pekerjaan. Sebaiknya kau pergi. Aku akan membereskan gajimu untuk bulan ini, tapi mulai besok, kau tak perlu datang lagi."

Di dalam ruang pijat yang pengap, di antara wajah-wajah pria yang terlalu akrab dan tak tahu malu—

"Gadis kecil ini sepertinya malah malu-malu."

"Bersikap sok suci? Pelacur! Bukankah kau hanya menjual dirimu? Masih berani banyak bicara setelah aku memberimu uang! Sudah kuanggap beruntung kau menarik perhatianku, tapi kau malah berani menggigitku!"

Tamparan di wajah! Lalu satu lagi.

Keras, senyap, nyata, tak berwujud—

Dari kegelapan, dari segala penjuru—

Tamparan demi tamparan menghantam wajahnya.

Berlutut, ia menangis sambil mencakar lantai hingga tangannya berlumuran darah, seakan ingin menggali secercah cahaya dan kebenaran untuk ditunjukkan kepada mereka.

Ya, ia memang telah berbuat salah.

Ia telah berbuat salah—ia menerima uang… tapi jumlahnya hanya cukup untuk membeli seekor babi, sebuah aturan tak tertulis di desanya, dan ia bahkan tidak menerimanya sendiri. Ia bahkan tidak tahu…

Mengapa ia harus jatuh serendah ini, keluarganya hancur berantakan, sendirian tanpa tempat untuk kembali!

Mengapa…

Ia tak bisa membela diri meskipun memiliki seratus mulut.

Semuanya terhapus oleh vonis yang tak bisa ia hindari.

Ia berharap menemukan seseorang yang bisa ia percaya, seseorang yang bisa memberinya harapan. Ia menunggu dan menunggu, hingga hatinya mengering, namun yang datang hanyalah kekecewaan demi kekecewaan.

"Namaku Duan. Kau Lu Yuzhu, bukan? Kau lulusan pascasarjana."

Tiba-tiba, ada secercah cahaya.

Itu adalah kilatan api dari pemantik rokok seorang pelanggan.

Laki-laki itu datang hanya untuk mengusir kebosanan, mencari sesuatu yang baru, bermain-main dengan teman-temannya yang tak berguna. Ia tak benar-benar berniat memuaskan hasratnya, juga tak tertarik pada wanita-wanita di tempat murahan ini. Namun, ia merasa bahwa Lu Yuzhu menarik. Di tengah kerlip api kecil itu, ia perlahan mengembuskan asap rokoknya.

"Kau sudah belajar begitu banyak."

Ia melempar pemantiknya ke atas meja teh dan menatapnya.

"Kenapa kau melakukan pekerjaan seperti ini?"

Lu Yuzhu tidak menjawab.

Mungkin karena tatapan laki-laki itu begitu tenang, tanpa sedikit pun penghinaan. Bahkan, tatapan itu terasa fokus dan sungguh-sungguh, seakan benar-benar ingin memahami dirinya.

Saat itu juga, sebuah pukulan berat menghantam dinding rapuh di dalam hatinya.

Ia mencoba bertahan beberapa detik, atau mungkin belasan detik, tapi pada akhirnya, ia tak sanggup lagi menahannya.

Ia jatuh berlutut, menutupi wajahnya, lalu menangis tersedu-sedu, tepat di hadapan pelanggan itu…

Seolah-olah tangisan dan keputusasaannya di masa lalu kembali menjelma, Lu Yuzhu menggeram pada Xie Qingcheng, "Jangan coba-coba menghentikanku melindunginya!"

Betapa menakutkannya seseorang yang telah terdesak ke sudut. Tidak ada yang tahu dari mana ia mendapatkan kekuatan, tetapi ia berhasil melawan cengkeraman Xie Qingcheng pada lengannya dan berbalik ke arah He Yu, yang berdiri sedikit di kejauhan.

He Yu tidak melarikan diri. Sebaliknya, ketika ia menyadari bahwa Xie Qingcheng dalam bahaya, ia maju untuk membantu rekannya. Dahulu, mungkin Lu Yuzhu akan mengagumi seorang pemuda seperti ini. Tapi sekarang, ia tak lagi ragu. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya, mengangkat pergelangan tangannya dengan susah payah, memutar tangannya… Dengan sisa tenaganya, ia menggenggam pistol dan mengarahkannya ke He Yu—lalu menarik pelatuknya!

Dentuman memekakkan telinga menggema!

Tembakan pertamanya meleset. Mata Lu Yuzhu sudah memerah oleh amarah yang membabi buta, ekspresinya hancur berkeping-keping. Urat-urat di dahinya menegang hebat saat ia menggertakkan giginya, tampak lebih seperti binatang buas yang terperangkap daripada manusia. Xie Qingcheng mendorongnya kembali ke tanah, tetapi Lu Yuzhu menolak melepaskan pistolnya. Dengan kegilaan yang tak terbendung, ia terus menembaki He Yu.

Bang! Bang! Bang! Bang! Bang!

Xie Qingcheng mengabaikan keselamatannya sendiri dan tetap menahan Lu Yuzhu meskipun berada begitu dekat dengan rentetan tembakan. Namun, dalam ledakan kekuatan terakhir seorang yang putus asa, mustahil bagi Xie Qingcheng untuk merebut senjatanya begitu cepat di tengah kekacauan ini.

Lu Yuzhu sama sekali tidak membuang peluru untuk Xie Qingcheng. Ia hanya menembak ke arah He Yu—orang yang menghalanginya meledakkan arsip.

Bang! Bang! Bang!

Tiba-tiba, terdengar bunyi thud yang berat.

Mata Xie Qingcheng membelalak. Ia segera menoleh, pupilnya menyusut tajam. "He Yu!"

Pada akhirnya, pemuda itu tetap terluka.

Karena ia menolak pergi. Karena ia tidak meninggalkan Xie Qingcheng dan melarikan diri. Maka ia terkena tembakan.

Dengan tangan mencengkeram bahunya yang berdarah, He Yu bersandar berat ke dinding. Pakaian hitam yang ia kenakan sempat menyamarkan darah segar yang mengalir deras dari lukanya. Di bawah cahaya remang-remang, darah merah yang merembes ke kain gelap itu tidak tampak terlalu mencolok pada awalnya.

Namun, saat tangannya terangkat untuk menekan luka tembaknya, jari-jari pucatnya yang dingin kini ternoda darah. Saat itulah warnanya menjadi kentara—merah pekat, mengalir deras di atas kulitnya yang pucat pasi, menciptakan pemandangan yang mengerikan.

Seolah-olah penglihatan Xie Qingcheng sendiri telah dilumuri warna merah darah.

Dari posisi di mana ia masih tertekan ke tanah oleh Xie Qingcheng, Lu Yuzhu menatap darah yang terus mengalir dari tubuh He Yu. Dadanya naik-turun dengan napas terengah-engah, lalu tiba-tiba ia mendongak—dan tertawa.

Tawa itu tajam, menyayat, memilukan sekaligus mengerikan.

"Ha ha ha ha… Ha ha ha ha ha…"

Air mata mengalir di wajahnya, bercampur dengan rambutnya yang kusut.

Genggamannya melemah.

Pistol itu jatuh ke lantai.

Xie Qingcheng segera melompat berdiri dan berlari ke arah He Yu.

Sementara itu, He Yu berusaha mengambil kembali ponselnya dengan lengan yang terluka—ia masih ingin menyelesaikan perintah terakhir yang belum sempat diketik. Ia mencoba dua kali, tetapi tangannya gemetar hebat, membuat ponsel yang layarnya sudah berlumuran darah itu terlepas dari genggamannya dan jatuh ke lantai dengan bunyi keras.

"He Yu, kau—"

"...Aku baik-baik saja. Kita harus pergi, Xie Qingcheng."

Tatapan He Yu tajam dan dingin saat ia menatap wajah Lu Yuzhu. Wajahnya pucat seperti mayat, keringat bercucuran dari dahinya. Namun, kata-katanya ditujukan kepada Xie Qingcheng.

"Kau tidak akan bisa mendapatkan apa pun darinya. Dia sudah tenggelam terlalu dalam." Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Aku tahu kau akan menyesal kehilangan saksi ini, tapi jika kita tidak pergi sekarang, semuanya akan terlambat."

Seakan mengonfirmasi perkataannya, teknisi lawan akhirnya berhasil menembus firewall dan merebut kembali kendali atas detonator. Kini, He Yu tidak lagi mampu mengikuti pertempuran kode yang berlangsung.

He Yu mengerutkan kening. Luka bukanlah sesuatu yang menakutkan baginya—darah adalah hal yang terlalu biasa dalam hidupnya. Tapi yang benar-benar membuatnya khawatir adalah tangannya yang kini tak lagi bisa menggenggam apa pun.

Mereka telah kehilangan kendali atas situasi ini.

"Ayo pergi."

276… 275… 274…

Hitungan mundur terus melaju, semakin cepat.

Xie Qingcheng menopang tubuh He Yu sambil menoleh ke arah Lu Yuzhu yang tergeletak di antara jalinan kabel detonasi.

Wanita itu tampak seperti ngengat yang terperangkap dalam jaring laba-laba. Sesekali, ia tertawa pelan, namun air mata terus mengalir di wajahnya. Ia mengangkat lengannya dan menutupi matanya—separuh atas wajahnya berlinang air mata, sementara separuh bawahnya masih terdistorsi dalam tawa histeris.

Xie Qingcheng memejamkan matanya erat-erat. Saat ia berbalik, rasanya seolah dunia bergerak dalam gerakan lambat. Seolah-olah ia sedang berpaling dari tubuh dingin orang tuanya yang telah tiada, sembilan belas tahun lalu.

Namun masih ada satu peluru tersisa dalam pistol Lu Yuzhu!

Di tengah tangis dan tawa gilanya, ia mendengar langkah kaki mereka yang hendak pergi. Nalurinya mengambil alih—ia meraih kembali pistol yang baru saja ia jatuhkan dan mengarahkannya pada mereka…

"Tiarap!" teriak He Yu.

Xie Qingcheng yang masih berfokus pada luka He Yu tidak menyadari pergerakan Lu Yuzhu. Punggungnya sepenuhnya menghadap ke wanita itu. Maka, kali ini He Yu-lah yang melihat bahaya lebih dulu.

Bang!

Tak ada yang tahu apa yang ada di benak He Yu saat itu. Mungkin ia bahkan tidak sempat berpikir—hanya naluri seekor naga jahat yang melindungi hartanya. Dengan segera, ia mendorong Xie Qingcheng ke bawah—dan itu menyebabkan peluru terakhir Lu Yuzhu menembus lengan yang sudah terluka sebelumnya, hanya beberapa senti di atas luka pertama.

Tubuh He Yu tersentak karena rasa sakit, lalu melemas dalam pelukan Xie Qingcheng. Darah segar menyembur liar, membasahi Xie Qingcheng seketika.

Kulit kepala Xie Qingcheng terasa meremang.

Ia adalah seorang dokter, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar tidak berdaya menghadapi derasnya aliran darah ini…

"Kenapa kau...!"

He Yu tidak bersuara. Matanya yang gelap menatap luka di bahunya dengan ekspresi yang sulit dibaca, seolah-olah ia sendiri juga bertanya-tanya, Kenapa aku melakukan itu?

Memang…

Kenapa…?

Namun, Xie Qingcheng tidak punya waktu untuk memikirkan jawabannya. Waktu terus berlalu, hitungan mundur semakin mendekati nol. Ia mengeratkan genggamannya di sekitar tubuh He Yu, menopangnya dengan satu lengan, lalu berlari menyusuri koridor dengan sekuat tenaga…

Darah panas He Yu merembes keluar dari bahunya, membasahi pakaian mereka. Xie Qingcheng terus berlari, napasnya berat, dan untuk sesaat, ia memutuskan untuk tidak lagi memikirkan saksi terakhir yang telah mereka lewatkan.

Saat ia membawa He Yu mendekati pintu keluar, suaranya terdengar serak, namun penuh ketegasan. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku akan mengeluarkanmu dari sini."

"...Jangan khawatir... Aku tidak takut hal-hal seperti ini, Xie Qingcheng." Suara He Yu nyaris seperti bisikan, tenang tetapi lemah. Derap kaki mereka yang terhuyung-huyung menggema di sepanjang lorong, semakin menjauh dari reruntuhan kehancuran di belakang mereka.

He Yu masih tetap tenang.

"Aku tidak takut mati, tidak takut darah, dan aku juga tidak peduli pada rasa sakit—ingat?"

Xie Qingcheng terdiam. Tak tahu harus menjawab apa.

"Mungkin karena aku tidak cukup takut mati… makanya aku melakukan itu tadi." Warna di bibir He Yu mulai memudar. "Tidak apa-apa."

Namun Xie Qingcheng peduli. Ia peduli, dan hatinya terasa sakit. Ia mengeratkan pelukannya, mencoba menyalurkan sedikit kehangatan di tengah tubuh He Yu yang semakin dingin.

He Yu masih sangat muda—hanya sembilan belas tahun. Di usia seperti itu, anak-anak normal masih meminta uang saku dari orang tua mereka, bermain gim dengan riang, membaca buku dengan santai, merasa hidup mereka masih panjang dengan segudang kemungkinan di masa depan.

Tapi He Yu?

Dunia yang ia lihat hanyalah kegelapan. Masa depan yang menantinya bukanlah jalan yang terbuka luas, melainkan lorong sempit tanpa cahaya, tanpa harapan. Dan di ujung lorong itu, tiga bayangan dari masa lalu—tiga pasien Ebola psikologis yang telah lama mati—tersenyum mengerikan ke arahnya, seolah memberitahunya bahwa hidupnya hanya akan menjadi malam panjang tanpa fajar… Sebuah jalan buntu tanpa jalan keluar.

Namun, ia tetap menggertakkan giginya dan berjuang merangkak menuju masa depan yang mungkin masih menyimpan secercah harapan.

Masa kanak-kanak, kepolosan, tawa, kecerobohan… Tidak ada satu pun yang berhubungan dengan He Yu.

Ia baru berusia sembilan belas tahun… Tidak peduli seberapa luar biasa atau cakap dirinya, pada akhirnya, ia tetaplah seorang anak.

Pada saat itu, Xie Qingcheng akhirnya tersadar dari kekacauan yang ditimbulkan oleh keinginannya untuk membalas dendam atas kematian orang tuanya. Ia akhirnya memahami mengapa sebelumnya ia merasa ada sesuatu yang tidak pantas—ia seharusnya tidak menyeret He Yu ke dalam semua ini.

Mengapa ia melakukan hal seperti itu?

Siapa sebenarnya He Yu baginya?

Anak ini telah berusaha cukup keras. Xie Qingcheng hanya memberinya perhatian paling mendasar sebagai dokter pribadinya. Apakah itu cukup bagi He Yu untuk mempertaruhkan nyawanya dan ikut serta dalam neraka yang nyata ini?

Tangan Xie Qingcheng, yang menekan luka He Yu, sedikit gemetar.

Sebelumnya, ia tidak pernah benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam untuk He Yu—paling tidak, yang ia rasakan hanyalah tanggung jawab, perhatian, dan sedikit rasa iba. Namun saat itu, darah hangat pemuda itu mengalir di kulitnya, meresap hingga ke tulang, menembus hatinya dengan perasaan yang tidak bisa ia jelaskan.

Benar… Mereka hanyalah dokter dan pasien, hubungan profesional yang seharusnya sangat jelas batasannya. Bagi Xie Qingcheng, karena suatu utang pribadi dan sifat unik dari Ebola psikologis, ia memang harus memberikan perhatian khusus kepada He Yu.

Namun, hal yang sama tidak berlaku bagi He Yu. He Yu tidak berhutang apa pun padanya. Saat menatap Xie Qingcheng, seharusnya tidak ada perasaan lain selain yang pantas diberikan kepada seorang dokter.

Namun, He Yu tetap menemani Xie Qingcheng ke perpustakaan.

Hanya karena Xie Qingcheng berkata, Aku ingin mengetahui kebenaran di balik kematian orang tuaku.

Ia sangat ingin menemukan pelaku sebenarnya. Tetapi hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan He Yu…

Saat Xie Qingcheng berlari keluar sambil menekan bahu He Yu yang terluka, suaranya terdengar serak, "Aku akan segera membawamu ke rumah sakit. Jangan terlalu banyak bicara."

He Yu tetap diam.

Setelah beberapa saat hening, pemuda itu tertawa kecil. "Aku baik-baik saja, sungguh. Tapi ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, Dokter Xie." Napasnya terasa hangat di telinga Xie Qingcheng—panas, tetapi entah mengapa juga membawa sedikit hawa dingin. "Aku benar-benar ingin tahu—dulu, mengapa kau tiba-tiba berhenti menjadi dokter? Apakah sesederhana kontrakmu yang berakhir?"

Xie Qingcheng tidak menjawab.

"Mengapa, tidak peduli seberapa keras aku mencoba menahanmu, kau tetap menolakku?"

Xie Qingcheng masih tetap diam.

"Sudah tujuh tahun, Xie Qingcheng. Ayahku pernah berkata bahwa di luar hubungan pekerjaan, masih ada kebaikan antarmanusia. Hari ini… Hari ini, aku benar-benar ingin bertanya padamu." Darah He Yu masih terus mengalir, tetapi ia tidak menghiraukannya. Dalam malam yang seakan tidak berujung, mata hitamnya hanya tertuju pada Xie Qingcheng, tak berkedip sedikit pun.

Tatapan itu sama seperti bertahun-tahun lalu—tatapan seorang anak yang tiba-tiba menunjukkan kepolosannya dalam keputusasaan, begitu kekanak-kanakan hingga ia mencoba menggunakan uang sakunya untuk membujuk Xie Qingcheng agar tetap tinggal. Tak peduli seberapa tinggi toleransi He Yu terhadap rasa sakit atau seberapa mati rasa pikirannya, setelah dua kali tertembak, tubuhnya tetap merasakan penderitaan itu.

Suaranya terdengar sangat pelan, mungkin karena mereka telah berlari begitu cepat, suaranya bahkan terdengar sedikit serak. "Xie Qingcheng… Dulu, apakah kau benar-benar tidak merasakan sedikit pun belas kasih yang lebih untukku?"