Seolah-olah bocah tiga belas tahun itu muncul kembali di hadapannya—menatapnya dengan penuh keteguhan dan ketidakberdayaan, berusaha sekuat tenaga menahan perasaannya dalam diam.
Hari ketika Xie Qingcheng meninggalkan keluarga He, ia merasa melihat sesuatu yang berharga dalam mata pemuda itu—sesuatu yang bukan sekadar milik seorang pasien. Namun, hatinya terlalu keras, dan ia sendiri memang tidak peka terhadap emosi tertentu. Selain itu, saat itu ia sedang sibuk dengan begitu banyak hal, sehingga tidak punya kecenderungan untuk mempertimbangkan perasaan seorang anak dengan saksama. Maka, secara naluriah, ia meragukan bahwa tatapan itu menyimpan emosi yang melampaui hubungan dokter dan pasien.
Ia harus pergi.
He Yu memang seseorang yang telah ia korbankan—seseorang yang telah ia tinggalkan.
Di tengah kekacauan setelah pembunuhan Qin Ciyan, He Yu adalah anak yang Xie Qingcheng tinggalkan dengan hati yang telah dikeraskan…
Pernah, ketika anak itu terseret ke dalam pusaran penyakitnya, ia menatap Xie Qingcheng dengan tatapan yang sama, tanpa goyah. Tatapan He Yu kala itu seperti seekor naga kecil yang mengulurkan cakarnya kepada manusia dengan kepercayaan, hanya untuk akhirnya dikhianati. Sayapnya patah, tulangnya terkoyak, cakarnya remuk. Terluka, ia tergeletak di atas batu dalam kebingungan, sayap dan cakarnya berlumuran darah. Namun, ia adalah seekor naga; agar tidak kehilangan harga diri, ia tidak berani meratap terlalu keras.
He Yu adalah seseorang yang penuh kebanggaan, jadi dengan sekuat tenaga ia berkata, "Xie Qingcheng, selama beberapa tahun ini, aku telah menemui banyak dokter. Mereka memberiku obat, menyuntikku, dan menatapku dengan ekspresi seolah aku adalah pasien yang unik dan berbeda. Hanya kau yang berbeda. Hanya kau yang memperlakukanku sebagai seseorang yang seharusnya berbaur dengan masyarakat. Kau memberitahuku bahwa minum obat dan mendapat suntikan bukanlah hal yang paling penting. Yang paling penting adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan membangun jati diri yang kuat—hanya dengan begitu aku bisa terus bertahan. Xie Qingcheng, kita tidak terlalu dekat, tetapi aku tetap…"
Xie Qingcheng tidak mengatakan apa pun saat He Yu menggantungkan kalimatnya.
"Aku…aku pikir kau melihatku sebagai manusia biasa yang punya perasaan, bukan sekadar pasien."
Meskipun memiliki harga diri yang tinggi, pada akhirnya He Yu tetap terpaksa mengucapkan sesuatu yang begitu kekanak-kanakan.
"Aku punya banyak uang saku, aku bisa—"
Aku bisa mempekerjakanmu.
Aku bisa membuatmu tetap di sini.
Bisakah kau tidak pergi?
Bisakah kau tetap bersamaku?
Saat itu, Xie Qingcheng berpikir bahwa keengganan He Yu yang begitu kuat untuk membiarkannya pergi mungkin sepenuhnya karena Xie Xue. Bahkan, mungkin He Yu sendiri berpikir demikian.
Namun, kenyataannya tidak begitu.
Saat Xie Qingcheng menutup matanya dan mengenang masa itu, ia teringat bagaimana ia akan mengangkat He Yu yang masih jauh lebih muda ke atas bahunya ketika anak itu menolak disuntik atau minum obat, bagaimana tangan He Yu yang awalnya meronta perlahan mengendur dengan patuh, bagaimana ia seakan masih bisa merasakan bobot tubuh anak itu yang akhirnya pasrah di bahunya.
"Dokter Xie."
"Xie Qingcheng."
Suara itu berubah dari lembut dan kekanakan menjadi serak saat He Yu beranjak remaja. Kemudian, di tahun-tahun berikutnya, suara itu membawa kesedihan yang terselubung oleh keangkuhan dan sikap dingin:
"Xie Qingcheng, kau mungkin tidak mengidap gangguan mental, tapi kau lebih tidak berperasaan daripadaku."
Kau tidak berperasaan…
Penyakitku belum membaik. Masih parah. Lalu, kenapa kau meninggalkanku…?
Bang! Suara tembakan yang memekakkan telinga, darah yang menyembur dan mengalir di telapak tangannya, serta mata tajam pemuda itu yang menembus kegelapan.
Dokter Xie, siapa sangka kenyataannya seperti ini…? Berpura-pura selama bertahun-tahun… Kau benar-benar telah bekerja keras.
Ketika seekor naga kecil yang terluka dan ditinggalkan menatap manusia yang telah menginjak-injak kepolosan serta semangatnya, apakah ekspresinya akan seperti ini?
Keberadaan hangat yang dulu terasa di bahu Xie Qingcheng perlahan memudar. Ia menutup matanya. Satu-satunya kehangatan yang tersisa kini hanyalah di tempat di mana darah He Yu pernah terciprat di telapak tangannya.
Tiba-tiba, seseorang bersuara dari belakangnya.
"Kau pasti sangat lelah."
Beban di bahunya kembali terasa saat sebuah tangan menekan tepat di tempat yang sama.
Ia membuka matanya. Ia berada di kantor polisi. Orang yang meletakkan tangan di bahunya adalah Zheng Jingfeng. Di tengah kekacauan dan hiruk-pikuk, Xie Qingcheng tenggelam dalam kenangannya bersama He Yu.
Hari sudah sangat larut. Xie Qingcheng duduk di ruang interogasi, berhadapan dengan seorang polisi muda yang telah mencatat kesaksiannya selama lebih dari satu jam. Setelah memberi salam kepada Zheng Jingfeng, petugas muda itu merapikan dokumennya dan pergi.
Xie Qingcheng bukan kerabat Zheng Jingfeng, tetapi Zheng Jingfeng memiliki hubungan dekat dengan kedua orang tuanya. Karena itu, ia mengundurkan diri dari penyelidikan dan baru masuk ke ruang interogasi sekarang.
"Mau merokok?" Zheng Jingfeng mencoba membuka percakapan dengan hati-hati.
"Ya, tolong," jawab Xie Qingcheng letih.
Zheng Jingfeng menyodorkan sebatang rokok dan duduk di hadapannya. Setelah menyalakan rokoknya, Xie Qingcheng menggigit ujung filter dan menggeser kembali korek api ke seberang meja.
Sambil mengisap rokoknya, ia perlahan mengangkat matanya yang kelelahan. Zheng Jingfeng menatap balik. Meskipun sudah mengenal pria di hadapannya dengan baik, Zheng Jingfeng tetap merasa sedikit terguncang oleh tatapan Xie Qingcheng saat itu. Tatapan yang terlalu teguh, terlalu tajam.
Seperti sebilah belati atau sebongkah batu karang.
Seperti mata almarhum ibu dan ayahnya.
Atau mungkin itu bahkan lebih mengganggu. Karena ketika Zheng Jingfeng menatap Xie Qingcheng sekarang, setelah semua yang terjadi malam ini, mata itu hampir tidak menyiratkan kelemahan sama sekali. Yang terlihat hanyalah kelelahan.
Tangan Zheng Jingfeng yang sedang menyalakan rokok gemetar tanpa disadari.
"Mengapa kau diam saja?" Suara Xie Qingcheng sedikit serak, yang setidaknya membuatnya terdengar lebih seperti manusia biasa. "Kau tidak masuk hanya untuk duduk di sana."
"Karena aku tidak ingin mengatakan apa yang seharusnya kukatakan. Kau tahu risikonya, tetapi tetap saja kau melakukan apa yang kau lakukan." Zheng Jingfeng menghela napas. "Selain itu, entah kau percaya atau tidak, sebelum masuk, aku sempat berpikir bagaimana cara menghiburmu. Tapi sekarang setelah aku di sini, aku menyadari bahwa itu tidak perlu."
Lao-Zheng menatap wajah Xie Qingcheng yang nyaris tanpa ekspresi.
Xie Qingcheng menarik asbak ke arahnya. Lalu, ia mencabut rokok dari bibirnya yang pecah-pecah dan mengetukkan abunya.
"Memang, itu tidak perlu."
"Tapi, kau tahu, melihatmu sekarang, ada beberapa hal yang tidak bisa kuhindari untuk dipikirkan."
"Apa misalnya?"
Zheng Jingfeng menghela napas dalam-dalam. "Aku teringat saat kau masih kecil..."
Xie Qingcheng tetap diam.
"Ketika pertama kali bertemu denganmu, kau masih duduk di sekolah dasar. Hari itu ibumu sedang flu, jadi kau memutuskan pergi ke kantin sendirian untuk mengambil makanan untuknya."
Tatapan tajam Zheng Jingfeng meredup oleh kelembutan saat ia mengenang.
"Ibumu sangat menyukai sup telur tomat. Saat itu, kau tidak terlalu tinggi, jadi kau tidak bisa menjangkau sendok sayur di panci besar. Ketika melihatmu, aku mendekat untuk membantu... Saat kau mendongak untuk berterima kasih padaku, aku langsung tahu, tanpa perlu perkenalan, bahwa kau adalah anak Zhou Muying dan Xie Ping."
"Setelah itu, kau sering datang ke kantor polisi untuk mengerjakan PR. Saat lelah, kau akan menyampirkan jaket ibumu atau ayahmu di bahumu dan tertidur di meja sambil menunggu mereka menyelesaikan pekerjaan. Aku sudah bertemu banyak anak dari unit kami, tapi kau adalah yang paling pendiam dan dewasa di antara mereka."
Zheng Jingfeng mengembuskan asap berbentuk lingkaran, lalu mendongak, menatapnya.
"Kemudian, aku jadi penasaran. Aku bertanya pada ayahmu, 'Bagaimana kau mendidik anakmu sampai bisa sepatuh itu?' Dia tertawa dan berkata bahwa tidak ada yang mengajarkanmu. Itu hanya sifatmu. Aku tidak percaya, kupikir Lao-Xie sedang menyombongkan diri, jadi aku mendatangimu—aku tidak tahu apakah kau masih ingat, tapi saat itu aku bertanya bagaimana kau bisa sehebat itu..."
"Kau menunjukkan pialamu dari kompetisi bela diri yang baru saja kau menangkan hari itu," kata kapten tua itu. "Lalu kau mengatakan kepadaku..."
"Aku ingin menjadi polisi."
Di saat yang sama, Xie Qingcheng berkata, "Aku ingin menjadi polisi."
Keduanya terdiam.
Setelah beberapa saat, Zheng Jingfeng berkata,
"Di usia itu, sebagian besar anak hanya memiliki gambaran samar tentang cita-cita mereka. Tapi tidak denganmu—begitu aku melihat sorot matamu, aku tahu bahwa kau serius. Mungkin sejak kecil kau sudah yakin, sehingga kau selalu menjalani hidup lebih serius dibandingkan anak-anak lain sebayamu, karena kau memiliki tujuan yang jelas."
Xie Qingcheng menghabiskan rokoknya dan menyalakan satu lagi.
Zheng Jingfeng berkata, "Kau seharusnya tidak merokok sebanyak itu."
"Tidak masalah. Kau bisa lanjut."
Zheng Jingfeng menghela napas. "Tapi tidak peduli seberapa tenang dan berkepala dingin kau dulu, saat itu kau masih terlihat seperti manusia biasa. Saat aku melihatmu sekarang, sungguh—aku mengkhawatirkanmu. Orang biasa tidak akan bisa menekan emosinya seketat itu. Itu bisa membuat mereka gila. Xiao-Xie, kau tidak perlu setegang ini."
"Aku tidak merasa tegang, juga tidak merasa lelah," kata Xie Qingcheng. "Kau tidak perlu menciptakan kelemahan untukku. Aku sudah sangat terbiasa dengan keadaanku sekarang. Kelemahan itu untuk wanita; itu bukan masalah yang kumiliki."
Ucapan itu membuat kepala Zheng Jingfeng sakit karena kesal. Ia menunjuk ke arah Xie Qingcheng.
"Itu cara berpikir yang seksis. Kau benar-benar harus mengubahnya. Untung saja rekan-rekan wanita kita tidak ada di sini—kalau mereka ada, tak peduli seberapa tampannya kau, mereka pasti akan memutar mata mereka, dan menurutku kau memang pantas mendapatkannya. Bagus kalau begitu! Omong kosong macam apa yang kau ucapkan?!"
Hal-hal seperti ini tidak terlalu penting bagi Xie Qingcheng. Ia memainkan ujung filter rokoknya.
"Sudah cukup basa-basinya, Kapten Zheng. Mari kita bahas hal yang lebih penting."
"Apa sebenarnya yang kau anggap tidak penting?" Zheng Jingfeng menatapnya tajam. "Aku ingin bertanya padamu: Apakah nyawamu tidak penting? Apakah video-video absurd yang diproyeksikan ke menara siaran itu tidak penting? Kau belum mengecek ponselmu—media sosial sedang heboh membicarakan ini. Kau memang luar biasa, Xie Qingcheng, sampai membuat organisasi kriminal itu begitu marah hingga mereka rela menyiarkan videomu secara Cuma-Cuma. Menurutmu, apakah itu tidak penting?
"Lalu, kau dan teman kecilmu berada di dalam arsip saat gedung itu hampir meledak—ya, aku percaya bahwa semuanya terjadi seperti yang kalian ceritakan, tetapi kau benar-benar berpikir bahwa orang-orang di atas sana akan menerimanya begitu saja? Kau pikir dunia ini bekerja seperti itu? Kau akan diinterogasi, begitu juga teman kecilmu. Apakah itu juga tidak penting? Dan satu hal lagi, kau—"
"Bagaimana lukanya?" Xie Qingcheng memotong rentetan omelan Kapten Zheng.
Lao-Zheng terkejut. Sejak ia memasuki ruangan, ini adalah pertama kalinya Xie Qingcheng mengajukan pertanyaan yang terdengar sedikit manusiawi.
Xie Qingcheng merasa bersalah terhadap He Yu.
Ia sangat jarang merasakan rasa bersalah terhadap siapa pun, apalagi seseorang yang jauh lebih muda darinya.
Secara kasar, ada saat-saat di mana Xie Qingcheng melihat anak-anak muda itu dan merasa mereka tidak benar-benar seperti makhluk hidup yang bernapas.
Bukan berarti ia tidak memperlakukan mereka sebagai manusia, melainkan ia tidak terlalu peduli dengan perasaan mereka terhadapnya.
He Yu tidak terkecuali.
Meskipun Xie Qingcheng telah berinteraksi dengannya selama bertahun-tahun—dari usia tujuh tahun hingga empat belas tahun, saat Xie Qingcheng menjadi dokter pribadi keluarga He—ia tidak pernah menganggap He Yu sebagai seseorang yang setara dengannya, apalagi seseorang yang bisa ia ajak berbicara dengan santai atau perlakukan sebagai teman sejajar.
Dia selalu memberi tahu He Yu apa yang harus dilakukan, dan selain memberikan instruksi secara sepihak, dia tidak pernah berusaha mendapatkan apa pun dari He Yu. Lebih penting lagi, dia tidak pernah berpikir bahwa ada sesuatu yang bisa dia peroleh dari seorang pemuda seperti itu.
Kini, untuk pertama kalinya, Xie Qingcheng menyadari bahwa He Yu telah tumbuh dewasa; bahwa ia memiliki emosi dan keinginan pribadi yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Dia kembali mengingat ekspresi beku yang memenuhi mata He Yu sebelum pergi. Kemudian, dia kembali menatap darah kering di tubuhnya. Untuk pertama kalinya, dia dengan jelas merasakan terhadap He Yu suatu gejolak emosi yang melampaui batasan yang biasa dia rasakan terhadap seorang pasien.
Dia bertanya lagi, "Kapten Zheng, bagaimana keadaannya?"
"Teman kecilmu pasti salah minum obat hari ini." Zheng Jingfeng menggeleng. "Dia bahkan tidak ada hubungan keluarga denganmu, tetapi tetap saja mengikuti ke dalam arsip? Dan kau—bagaimana mungkin kau membiarkan dia ikut dalam kegilaanmu dan melakukan sesuatu yang sebodoh itu?"
Xie Qingcheng menundukkan pandangannya dalam diam.
Saat itu, pikirannya benar-benar kacau, kesadarannya hilang, dan seluruh dirinya tercabik oleh penderitaan selama sembilan belas tahun. Ketika dia dan He Yu pergi ke arsip, satu-satunya yang ada dalam pikirannya adalah bahwa mungkin akhirnya dia bisa mendapatkan jawaban tentang organisasi yang telah membunuh orang tuanya. Dia sama sekali gagal mempertimbangkan kenyataan bahwa tindakannya terlalu berisiko.
Hanya ketika Lu Yuzhu mengeluarkan pistol, dia tiba-tiba tersadar. Tapi saat itu, semuanya sudah terlambat.
"Kau harus bersyukur Lu Yuzhu tidak tahu cara menggunakan pistol, kalau tidak, kalian berdua pasti sudah mati di dalam gedung itu. Dan sekalipun kau hidup, jika dia mati, bagaimana kau akan menghadapi orang tuanya?" Zheng Jingfeng menyisir rambutnya dengan jemarinya, tampak sangat frustrasi. "Ngomong-ngomong, dia itu putra He Jiwei! Kau benar-benar punya nyali, menggunakan putra He Jiwei untuk kepentinganmu sendiri. Orang tuanya sampai menelepon atasan kami, bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Untung saja dia hanya terkena tembakan di lengannya dan tidak mengalami patah tulang. Kalau sampai terjadi hal yang lebih buruk, aku—aku—" Dia beberapa kali menusukkan jarinya tajam ke arah Xie Qingcheng. "Aku ingin melihat bagaimana kau akan menanggung akibatnya!"
Xie Qingcheng menutup matanya.
He Jiwei telah beberapa kali meneleponnya, tetapi dia tidak tahu harus mengatakan apa, jadi dia tidak menjawab. Belakangan, He Jiwei mengiriminya pesan: "Mengapa He Yu melakukan hal seperti ini bersamamu?"
Xie Qingcheng juga tidak tahu jawabannya.
Mungkin karena He Yu pernah benar-benar menghargai filosofi hidupnya. Mungkin tujuh tahun kebersamaan membuat He Yu berpikir bahwa hubungan mereka lebih dari sekadar hubungan dangkal antara dokter dan pasien.
Tetapi setelah video-video itu diputar…
Jawaban yang semula ada tidak lagi penting.
Saat pergi, tatapan He Yu begitu dingin. Sedingin saat pertama kali mereka bertemu, atau bahkan lebih dingin lagi, seolah-olah dia sedang menatap seorang penipu. Setelah dipikirkan dengan saksama, Xie Qingcheng menyadari bahwa tidak peduli seberapa sering He Yu mengatakan bahwa dia membencinya, dia tidak pernah menatapnya dengan ekspresi seperti itu sebelumnya. Dia tidak pernah menatap siapa pun dengan ekspresi seperti itu sebelumnya.
Bahkan di saat penyakitnya kambuh—ketika dia gila dan haus darah, kejam dan tanpa ampun—semua kemarahannya selalu ia tumpahkan pada dirinya sendiri; semua luka yang dia buat selalu ditujukan pada dirinya sendiri.
Xie Qingcheng adalah orang pertama yang dia tatap dengan sorot mata yang begitu menakutkan.
"Ah, baiklah, baiklah. Teman kecilmu sekarang tidak dalam bahaya serius, jadi jangan terlalu memikirkannya." Zheng Jingfeng salah memahami keheningan Xie Qingcheng. Ia menyilangkan tangannya di atas meja dan melembutkan suaranya sedikit. "Sama seperti dirimu, dia juga harus menjalani semua prosedur dan investigasi yang diperlukan. Kami akan menjelaskan semuanya kepada orang tuanya, tetapi apakah kau akan menindaklanjutinya dan meminta maaf secara pribadi, itu terserah padamu."
"Mm." Xie Qingcheng merasa gelisah; ia telah menghabiskan rokok keduanya.
Ia meraih sebatang lagi, tetapi Zheng Jingfeng menekan tangan di atas kotak rokok itu.
"Apa kau ingin menghancurkan paru-parumu, hah? Kau merokok, merokok, dan terus merokok—siapa yang merokok seperti ini, hah? Dulu kau bahkan tidak tahan dengan asap rokok orang lain. Apa yang terjadi padamu?"
"Aku kesal."
"Meski kau kesal, kau tidak bisa merokok seperti ini."
Xie Qingcheng tidak mengatakan apa pun.
"Aku tahu kau sangat kesal hari ini. Kepalaku juga terasa sakit sekali. Cucu laki-lakiku sedang dirawat di rumah sakit dengan demam 39 derajat, dan aku bahkan belum sempat meneleponnya kembali." Zheng Jingfeng mengetukkan buku-buku jarinya ke meja. "Jadi, hadapi saja! Tunggu sampai aku selesai bicara!"
Xie Qingcheng mendesah. "Baiklah, bicara."
"Aku tadi mendengarkan kesaksianmu di ruang pengawasan, dan aku percaya semua yang kau katakan. Tapi aku peringatkan..." Tatapan Zheng Jingfeng sedikit menghindar, dan entah kenapa, suaranya yang semula tegas mulai melemah. "Jangan terlalu berharap. Dugaanku, kematian Lu Yuzhu sudah direncanakan sejak lama, dan dia memang orang yang ditunjuk organisasi untuk dijadikan kambing hitam. Mereka bahkan meninggalkan jejak bukti yang langsung mengarah padanya sebagai pelaku pembunuhan malam ini—semua dokumen yang diperlukan akan sesuai, memenuhi syarat untuk menutup kasus ini. Insiden ini sudah terlalu besar, dan kau tahu, semakin besar suatu kasus, semakin cepat mereka ingin menemukan jawabannya. Polisi di lapangan bukan orang bodoh—mereka tahu ada banyak celah dalam detailnya, tetapi beberapa atasan tidak bisa menanggung terlalu banyak tekanan, dan mereka mungkin tidak akan menyelidiki lebih jauh apakah semuanya benar-benar masuk akal. Bisa jadi, mereka bahkan ingin segera menutupnya."
Dilarang merokok, Xie Qingcheng malah bermain-main dengan pemantik api, menekan saklarnya berulang kali. "Dan mereka memiliki perlindungan di kalangan atas, bukan?" tanyanya, menatap tajam pria di depannya seperti pisau yang menghunus.
"Kita tidak tahu siapa orangnya atau seberapa luas pengaruhnya, tetapi melihat keberanian mereka melakukan hal seperti ini, sudah pasti ada seseorang yang melindungi mereka," jawab Zheng Jingfeng. Lalu, sebelum Xie Qingcheng bisa membuka mulut, ia menambahkan, "Jangan tanyakan padaku, aku juga tidak tahu."
"Benar, seharusnya aku tidak bertanya padamu." Xie Qingcheng menyandarkan punggungnya ke kursi. Ini kantor polisi—apa yang bisa dikatakan Zheng Jingfeng? Dan kalaupun dia tahu siapa 'pelindung' itu, apakah dia akan tetap duduk di sini seperti ini?
"Sebenarnya, tujuan operasi mereka malam ini juga sangat jelas," kata Zheng Jingfeng. "Pertama, untuk menghilangkan jejak yang tertinggal di arsip. Kedua, alasan mereka membuat kekacauan sebesar ini adalah karena mereka menemukan keberadaan orang-orang seperti Zhang Yong—orang-orang dengan kepribadian lemah dan ikatan yang tidak kuat dengan organisasi, yang mungkin akan membelot ke pihak berwenang. Permainan maut di menara siaran malam ini adalah peringatan bagi semua 'Zhang Yong' lainnya, memberi tahu mereka bahwa bahkan jika mereka dalam pengawasan dan perlindungan polisi, organisasi tetap bisa membunuh mereka tepat di bawah hidung kepolisian. Mereka sedang menempatkan semua kaki tangan dan bawahannya pada posisi mereka masing-masing."
Ia melanjutkan, "Ketiga, mereka ingin menutup insiden Cheng Kang. Mereka mengirim Lu Yuzhu dalam misi bunuh diri, dan mungkin di masa depan mereka akan mengorbankan kambing hitam lainnya. Mereka memanfaatkan orang-orang di antara kita yang lebih memilih untuk meminimalkan dampak kasus ini dan terburu-buru menutupnya secepat mungkin. Bahkan jika ada polisi yang ingin menyelidiki lebih dalam di kemudian hari, mereka hanya akan bertindak sendirian dengan kemampuan yang terbatas… Dan aku tidak menutup kemungkinan adanya penyusup besar dalam kepolisian."
Zheng Jingfeng menatap Xie Qingcheng. "Tapi yang tidak kumengerti adalah bagian terakhirnya."
Xie Qingcheng sudah tahu apa yang dimaksud Zheng Jingfeng, tetapi ia tetap bertanya, "Apa maksudmu?"
"Mengapa mereka memutar video-video itu tentang dirimu di akhir?"
Kemungkinan besar karena mereka telah mengetahui bahwa orang yang berusaha menghentikan Lu Yuzhu adalah Xie Qingcheng dan He Yu. Untuk menyimpulkan hal ini, mereka hanya perlu mencuri sebagian rekaman keamanan sekolah. Tetapi fakta bahwa mereka menggunakan metode ini untuk menghentikan He Yu membantu Xie Qingcheng menunjukkan bahwa organisasi ini sudah tahu bahwa He Yu mengidap gangguan mental—dan bahwa Xie Qingcheng pernah menjadi dokternya.
Informasi ini tidak banyak diketahui orang. Zheng Jingfeng tidak mengetahuinya; bahkan Xie Xue pun tidak. Selama bertahun-tahun Xie Qingcheng bekerja untuk keluarga He, ia selalu memberi tahu orang lain bahwa pekerjaannya berkaitan dengan proyek di perusahaan farmasi He Jiwei. Karena itu, Xie Qingcheng sempat curiga pada He Jiwei sejenak, tetapi pemikiran itu terasa tidak masuk akal. He Jiwei adalah ayah He Yu, dan ia pernah banyak membantu Xie Qingcheng—ia tidak mungkin melakukan hal seperti ini.
Selain itu, Xie Qingcheng menyadari bahwa rahasia tentang penyakit mental He Yu tidaklah sepenuhnya tertutup rapat. Keluarga He memiliki banyak pelayan yang mungkin mengetahui beberapa hal; dengan begitu banyak orang di rumah mereka, pasti ada sesuatu yang bocor. Hal ini membuatnya sangat sulit untuk mempersempit kecurigaan pada kelompok orang tertentu—belum lagi dalang kriminal ini memiliki seorang peretas yang mampu menelusuri berbagai basis data daring seolah-olah tidak memiliki pengamanan apa pun dan memperlakukan data rahasia seperti barang gratis yang bisa diambil sesuka hati.
Zheng Jingfeng menggaruk kepalanya dengan kesal saat melihat Xie Qingcheng melamun. "Aku sedang bertanya padamu, Xiao-Xie."
"Aku tidak tahu." Hingga saat ini, Xie Qingcheng tetap tidak memberi tahu Zheng Jingfeng tentang kondisi He Yu. "Mungkin mereka menyadari bahwa aku mencoba menghentikan Lu Yuzhu dan ingin memberiku pelajaran."
Zheng Jingfeng menatapnya dengan sedikit ketidakpercayaan. Demikian pula, Xie Qingcheng membalas tatapan Lao-Zheng tanpa berkedip.
Akhirnya, Zheng Jingfeng mendesah. "Sungguh luar biasa. Kalau begitu, mereka sudah mencapai tujuan mereka." Ia mendorong ponselnya ke arah Xie Qingcheng. "Lihat sendiri."
Internet sudah meledak dengan berbagai diskusi. Kata-kata Xie Qingcheng dinilai sangat dingin dan tidak pantas, menyentuh titik sensitif banyak orang, dan bahkan menyeret nama Profesor Qin Ciyan yang dihormati.
Selain itu, organisasi kriminal ini telah bersusah payah menyiarkan sebuah video lama tentang Xie Qingcheng setelah menyelesaikan permainan maut "drop the hanky" mereka. Meskipun video itu pernah beredar di internet, tidak banyak orang yang menontonnya—setelah bertahun-tahun, jumlah penontonnya bahkan belum mencapai ratusan. Sangat tidak mungkin organisasi itu menayangkannya hanya karena mereka menganggap Xie Qingcheng tampan. Tidak ada yang bisa mengetahui bahwa video ini dipilih secara khusus untuk menciptakan perpecahan antara Xie Qingcheng dan He Yu, sang peretas yang berada bersamanya saat itu, sehingga publik mulai berspekulasi apakah Xie Qingcheng memiliki hubungan dengan dalang serangan teroris ini. Berbagai pendapat bermunculan dengan cepat. Xie Qingcheng, seorang mantan dokter biasa dan kini dosen di Sekolah Kedokteran Huzhou, tiba-tiba menjadi topik yang trending.
"Suka dengan apa yang kau lihat?" Zheng Jingfeng merasa tak berdaya sekaligus kesal karena Xie Qingcheng tidak mau mendengarkan nasihatnya. Dengan perasaan campur aduk, nada bicaranya terdengar seperti teguran seorang ayah kepada anaknya.
Saat itu, salah satu bawahan Zheng Jingfeng memanggilnya dari luar. Ia pun bangkit, menepuk bahu Xie Qingcheng, dan menghela napas. "Luar biasa sekali. Bahkan selebritas tidak setampan dirimu. Sayangnya, mulutmu sangat tidak menyenangkan. Apa kau salah minum obat hari itu? Aku tidak percaya kau bisa mengatakan hal seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"
"Tidak ada."
"Apa maksudmu 'tidak ada'? Itu benar-benar kau, kan? Bagaimana mungkin aku tidak mengenalmu? Jika kau tidak segera memberikan penjelasan, lihat saja apa yang akan terjadi. Opini publik sudah—"
"Kau pikir kau sangat mengenalku, Pak Zheng?" Xie Qingcheng menatapnya. "Semua yang kukatakan adalah perasaanku yang sebenarnya."
"Perasaan sebenarnya, kepalamu! Aku sudah mengenal keluargamu selama empat puluh tahun, jika dihitung dari dua generasi. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalmu…" Nada Zheng Jingfeng kembali melunak saat ia bertemu tatapan Xie Qingcheng. "Lupakan saja. Jika kau tidak mau membicarakannya, ya sudah! Aku tidak akan memaksa. Lagi pula, tidak ada yang bisa menghentikanmu melakukan apa pun yang kau inginkan, bahkan jika akhirnya kau babak belur. Aku menyerah, oke?"
Xie Qingcheng tetap diam.
"Jaga diri dan beristirahatlah. Setelah pulih, temui teman kecilmu itu." Jelas sekali bahwa ini adalah sesuatu yang baru Zheng Jingfeng putuskan untuk memberitahunya di menit terakhir. "Entah kenapa, dia mengalami demam tinggi, padahal lukanya sudah ditangani tepat waktu agar tidak terinfeksi."
Xie Qingcheng mengangkat kepalanya, tangannya tanpa sadar mengepal. Demam tinggi yang tak dapat dijelaskan adalah salah satu gejala He Yu ketika penyakit psikologisnya kambuh. Jadi dia…
"Tapi aku tidak tahu apakah dia ingin bertemu denganmu. Sepertinya suasana hatinya sangat buruk—dia tidak banyak bicara selain menjawab pertanyaan yang diperlukan." Zheng Jingfeng menghela napas. "Dia sudah dibawa ke rumah sakit. Kau bisa menghubunginya sendiri nanti."