Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Quokka

🇮🇩KeiKimazui
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.1k
Views
Synopsis
Nama adalah sesuatu yang tidak diberikan namun diberikan, dan kedua orang tua memberikannya berharap bahwa nama itu memberi kebahagiaan. Oka adalah siswa SMA kelas 2 yang memiliki kehidupan yang biasa saja, namun selalu ada kejadian aneh terjadi disekitarnya. Bagaimana keseharian Oka?
VIEW MORE

Chapter 1 - Seorang Quokka

"Awan itu enak ya? Kira kira kalau dimakan rasanya seperti apa ya?" Ucap gadis itu dengan wajah yang seolah bosan akan setiap hal.

Aku menoleh kearah wajah yang agak menyebalkan itu, mengira bahwa omong kosongnya keluar karna aku tidak mengajaknya bicara. "Rasanya seperti meminum air galon dalam sekali teguk." Gadis itu tertawa dan dengan seenaknya memukul kencang pundakku dengan wajah bodoh. "Hahaha… Bercandaan mu itu ga lucu tau, seakan kamu pernah memakan awan saja." Aku tidak memperdulikanya dan lanjut membaca berita dari hpku. Gadis disampingku ini adalah teman masa kecilku namanya Aliviyah Emily, kedua orang tuanya orang luar negeri jadi namanya sedikit berbeda dari kebanyakan orang, namun ia sudah tinggal selama 10 tahun di kota ini, dan disaat itu juga aku bertemu dengan gadis ini.

"Kamu lagi baca apa Oka?" Aku menghela napas dan menoleh perlahan ke arahnya.

"Aku sedang lihat berita hari ini, katanya ada pembunuhan di kota sebelah. Kau hati hati ya, tidak usah keluar malam malam demi kebaikanmu juga." Gadis itu seperti tersenyum namun juga seperti tidak memperdulikannya. "Iya iya cerewet ah, kamu ibuku? Lagian kalo cewe cantik sepertiku keluar malam malam kan bahaya. kamu gamau cari makan gitu ke kantin? Aku mau nitip sih hehe." Dia mengeluarkan uang dari sakunya dan mengarahkannya padaku. "Aku gamau disuruh suruh jadi mending kita berdua kekantin. Aku pengen beli sandwich." Aku berjalan keluar kelas dan menuju ke arah kantin, aku melihat kebelakang dan dia mengikuti ku dengan wajah merengut. "Dasar ga asik, kamu yang nyuruh aku ke kantin jadi kamu yang bayar ya."

"Iya, tapi gantinya malam nanti kasih aku menang gamenya sekali ya." Wajahnya tersenyum manis seolah mood nya sudah kembali membaik. "Hehehe, kalau itu harganya ga sebanding sih." Lalu kami berdua berjalan ke kantin bersama. Suasanya agak ramai namun aku berhasil mendapatkan sandwich ku, dan anak ini mengambil beberapa roti manis, tentu saja aku yang bayar. Dan kami pun kembali ke kelas, jam Pelajaran pun sudah berakhir dan sudah waktunya untuk pulang. Langit sore sudah berada diatas kepala namun entah kenapa udaranya masih terasa hangat. "Oka, aku ada urusan sebentar, nanti aku nyusul ke rumahmu ya, kita maen sampe kamu kalahnya sepuluh kali." Dengan senyum ramahnya dia berlari ke arah yang berlawanan denganku, aku hanya menghela napas dan berfirasat bahwa aku akan kalah lebih dari sepuluh kali.

Waktu sudah menunjukkan jam tujuh sore, aku yang sudah mendapatkan posisi nyaman di sofaku ingin sekali menutup mata dan mulai tertidur. Akupun memejamkan mata dan mulai menghitung domba domba yang melompat. Selang beberapa menit bel rumahku berbunyi, aku menghiraukannya. Namun suara bel itu semakin berisik dan ada yang mengetuk pintu rumahku, aku sudah tau siapa orang bodoh itu. "Okaaaa….! Bukain ih pintunya, kita jadi main game gak?! Aku gasabar pengen menang terus minum kola." Aku menghela nafasku dan bangkit dari sofaku lalu membuka kan pintunya dan melihat gadis berambut pendek berwarna hitam di depan mataku, walau udara sudah dingin tapi ia memakai pakaian yang agak terbuka. Apa ngga dingin ya? Begitu pikirku.

"Lama bangettt, kamu sengaja pasti kan biar kamu bisa kabur dariku? Sayangnya gabisa ya, yaudah ayo siapin alatnya. Oiya aku bawa makanan nih dari supermarket, minumanya aku minta dari kulkasmu ya." Aku ingin sekali menutup mulutnya yang cerewet itu dengan mendominasi di permainan yang akan kita mainkan. Aku menyiapkan alat untuk bermain dan menyiapkan beberapa makanan dan minuman untuk nanti. Setelah beberapa lama akhirnya selesai, hasilnya adalah 9 - 1 tentu saja aku yang mendapatkan satu, aku melihat wajahnya yang cengir cengir bodoh itu melihatku. Dan seperti janjinya dia memberiku 1 kemenangan. "Masih 100 tahun terlalu cepat buat kamu ngalahin aku tau! Hahahaha… Aku laper, daritadi makan cemilan mulu. Kamu ngga ada makanan berat gitu?" Aku bangun dan mengambil beberapa mie instan untuk aku masak.

"Mie goreng atau rebus?" Wajahnya yang awalnya agak lemas menjadi semangat. "Mie goreng! Mienya dua ya sama telur satu." Aku menggelengkan kepala, kenapa anak ini makannya banyak sekali? Apa dia ngga jaga badannya ya? Ya walaupun aku bilang begitu tubuh anak ini menggambarkan kalau ia menjaga badannya, mungkin baginya ini Cheat Meal kali ya.

Aku selesai membuat mienya dan memberikannya ke Emi, lalu kami berdua makan bersama. "Emi, abis ini kau langsung balik kerumah?" Tanyaku sembari menyantap mie yang lezat. "Iya, kayaknya aku langsung pulang, aku juga udah puas menang sampe sembilan kali." Katanya dengan wajah senang. "Mau dianter ga?" Tanyaku. Karna ini sudah malam dan aku gamau kenalanku kenapa – napa. "Ahh, gausah aku juga ada urusan diluar sebentar."

Aku agak penasaran dengan urusannya, namun hal ini hanya terbesit dikepalaku. Setelah selesai makan kami berdua membersihkan piring di dapur dan Emi pamit untuk pulang, wajahnya agak dingin kala itu, namun di saat itu juga ia masih tersenyum kepadaku. Aku hanya mengantarnya sampai keluar dari kontrakanku dan kami berpisah, aku kembali ke kamarku dan tiduran di sofa karna perutku sudah kenyang. Walau aku meledeknya karna makannya sangat banyak, padahal aku juga mempunyai porsi makan yang agak banyak. Aku pun tertidur, dan selang beberapa jam aku terbangun. Mataku yang kunang – kunang melihat kearah jam dinding. Itu menunjukkan jam 2 pagi, ternyata aku hanya tertidur sebentar dan akupun segera membasuh mukaku di wastafel. Aku berencana keluar untuk membeli beberapa air mineral untuk di stok.

Aku bergumam. "Sial aku lapar lagi, mungkin sekalian beli bahan untuk masak kare kali ya." Angin berhembus kencang menandakan kalau hari sudah tengah malam. Aku yang berjalan kearah minimarket mengenakan hoodie berwarna hitam seakan menyatu dengan gelapnya malam. Setelah sampai aku mengambil beberapa kebutuhanku dan membayarnya lalu bergegas untuk kembali kerumah.

Saat berjalan aku melihat ada bayang bayang yang menghampiriku, sosok itu semakin dekat dan aku mendengar engahan nafas yang seakan akan lari dari sesuatu. Lalu secara tiba tiba ada seorang lelaki dengan wajah yang panik berpapasan denganku, wajahnya sangat ketakutan. Ia memegang pundak ku dan berkata "TOLONG AKU! Aku tidak bisa lari darinya."

Aku yang bingung sedang menebak situasi apa yang terjadi padanya, namun aku melihat ada darah ditangannya, dan ada beberapa luka sayatan di wajahnya. "Pak, aku tidak tahu situasinya setidaknya jelaskan dulu." Kataku datar. Namun ia hanya ketakutan dan sembari memegang erat pundakku, jujur saja aku tidak ingin masuk ke situasi ini, agak horror jika kau tanya alasanya. Alih – alih menenangkannya tiba tiba matanya melotot kepadaku, dan aku melihat ada pisau yang menembus dari badannya. Orang itu seketika ambruk dan dari bayang bayang dan terdengar suara yang agak familiar.

 

"Kok kamu ada disini Oka?" Sautnya dari kegelapan. Dan sosoknya muncul hingga wajahnya terlihat oleh terangnya bulan. Ia adalah gadis yang kukenal semenjak kecil, tinggi badanya hampir menyamaiku, rambutnya berwarna hitam pekat dengan mata biru yang bersinar. "Kau? Kenapa?" Tanyaku bingung. Wajahnya seperti bingung untuk menjawab, dengan pisau yang ada ditangannya dan sekujur tangannya berwarna merah ia pun menjawab dengan tersenyum. "Dia ini pembunuh berantai dari kota sebelah lho, padahal kita punya kota incaran masing – masing tapi dia berani main kekota ini." Katanya sembari tertawa kecil. "Jadi yaa, aku membereskan hama – hama kecil seperti mereka."

Melihat wajahnya tersenyum seperti itu aku menjadi yakin dan berkata. "Oh begitu, yaudah aku pulang dulu sudah malam soalnya." Lalu berjalan menuju kearah rumahku. Disaat aku hendak melewatinya ia dengan tiba tiba merangkulku dan mencium pipiku, ia melepaskanku dan berkata. "Kalau begitu hati – hati ya." Aku mengehela nafas karena mengusap wajahku yang terkena noda darah. "Bakal ilang gak ya, dia selalu merepotkanku." Ucapku malas. Lalu aku berjalan menuju rumahku. Hari esok pun tiba, aku siap – siap untuk berangkat sekolah, dan diberita aku tidak melihat sama sekali berita tentang pembunuhan. Aku yang tidak menghiraukannya segera berangkat sekolah, sesampainya disekolah aku melihat beberapa orang yang sedang bermain sepak bola, karna ini hari sabtu dimana sedang ada eskul namun aku tidak bergabung dengan eskul apapun jadinya aku tetap datang dan membatu kegiatan osis sebagai siswa yang nganggur.

Sesaat sampai kelas aku melihat satu gadis yang sedang melihat ke arah jendela. Ia melihat kearah ku dan tersenyum. "Pagi oka." Sapanya ramah. "Yoo, pagi. Kau eskul hari ini?" Kataku sembari menaruh barang barangku di bawah meja belajar. "Iya, aku harus ikut kegiatan eskul lari hari ini…WALAUPUN aku sangat malas hari ini, berasa gak mood." Katanya merenggut. Aku menggeluarkan yogurt yang kubawa dari rumah dan memberikannya ke Emi. "Nih biar semangat." Ia menerimanya dan wajahnya kembali senang. "Makasih Oka…Hehehe." Setelah itu aku bergegas untuk keruangan osis untuk melakukan tugas – tugasku. Sesaat ingin keluar aku melihat ada gadis berambut pirang menunggu diluar kelas ku.

Aku melihat kearahnya namun mengabaikannya, lalu ia pun berkata.

"Oka ya, nama yang aneh untuk orang aneh."

 

 

 

 

***