Chereads / Dokumenter: Perfect Fantastic Story Cats / Chapter 2 - Chapter 2 (Kafe)

Chapter 2 - Chapter 2 (Kafe)

"Sekarang, yang di tren kucing kan malah kau. Aku benar-benar terkejut ketika kau masuk media sosial dan dijuluki yang aneh-aneh seperti 'kucing lari laboratorium' lah, atau 'kucing Naneko' lah, atau apapun itu."

"Lalu kenapa kau tidak memotretku?" tanya Naneko sambil menatap Miya.

"Memotret?" Miya tampak bingung.

"Ya, memotret. Apa kau tidak pernah membaca internet? Siapa pun yang berhasil memotretku akan mendapat banyak uang."

"Sepertinya tidak usah," balas Miya, membuat Naneko sedikit terkejut dan bingung.

"Aku tahu bahwa dirimu sudah bertubi-tubi menerima ketidaknyamanan dengan adanya orang-orang yang mencarimu, jadi aku tidak akan menambah penderitaanmu," kata Miya.

Mendengar itu, tentu saja Naneko terdiam dengan tatapan agak terkejut. Lalu, ia tersenyum kecil. "Hmph, kau gadis yang baik. Sebagai balasannya, aku akan menginap di sini."

"....Eh, apa? Menginap? Ti... Tidak bisa! Kau tidak bisa menginap. Di sini hanya ada satu kamar tidur. Aku tidak bisa mengurusmu, lho, nanti," Miya jadi panik.

"Kau tidak perlu mengurusku. Memangnya aku kucing kecil, huh? Melihat halaman belakangmu, kau pasti menginginkan kucing-kucing datang, bukan?" ujar Naneko.

Miya terdiam. "...Bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku bisa membantumu mendatangkan banyak kucing, bahkan kucing unik sekalipun. Kau bisa mengenal berbagai jenis kucing nanti," kata Naneko.

"...(Hah... Serius...?!?! Itu impianku banget!!) Aku mau! Aku ingin mengenal jenis kucing! Tolong ajari aku, Sang Naneko!" Miya memohon dengan tidak sabar.

"Sebagai gantinya, aku akan tinggal di sini," kata Naneko.

"Ya, boleh, boleh, tapi aku jelas tidak bisa membantumu soal keuangan, lho. Maksudku, kebutuhanmu seperti makan dan yang lainnya, aku mungkin agak nggak bisa ngasih uang, sih..." Miya menatap Naneko dengan wajah tidak nyaman.

"Tidak masalah. Aku hanya tinggal di sini, bukan meminta hidup di sini. Ngomong-ngomong, kafe ini kecil dan tidak menarik. Seharusnya kau membuat kafenya lebih menarik."

"Memangnya mau diapakan?"

"Aku akan menamainya Kafe Kucing nanti, setelah banyak kucing terbiasa datang ke mari."

"Ah, itu nama yang bagus. Eh... Iya, aku belum memperkenalkan namaku. Aku Miya."

"...Panggil saja aku Naneko."

"...Aku tidak mengerti. Bukankah seharusnya kau punya nama panggilan sendiri?"

"Untuk hal itu, harus dirahasiakan."

"Uuuh, padahal aku ingin tahu," Miya terlihat sedikit kesal.

"Apa kau benar-benar ingin tahu, atau hanya sekadar penasaran?"

"Dua-duanya," balas Miya.

"Haha, aku tidak akan memberitahumu," kata Naneko dengan nada bercanda.

"Hiz... Awas kau...!!" Miya menjadi kesal.

"Tak apa, kau nanti akan mengerti sendiri. Jadi, bagaimana jika sekarang kita mulai belajar menarik kucing? Mulai sekarang dan seterusnya, jika ingin tahu soal kucing, tinggal tanya aku. Aku akan memberitahumu," kata Naneko.

"Baik... Aku akan belajar langsung darimu. Aku akan menyiapkan semua yang aku dengar nantinya," Miya langsung mengambil buku dan pulpen.

"Untuk apa itu?" Naneko terdiam bingung.

"Ini untuk mencatat setiap perkataanmu. Jadi ayo... Aku ingin lebih mengenal soal kucing... Miyau!!" Miya menjadi bersemangat, membuat Naneko terdiam.

---

Pagi selanjutnya, Miya mendengar suara di pagi hari saat ia bangun. Ia duduk dengan penampilan yang berantakan dan mendengar suara ketukan yang berisik.

"(Haiz... Hoam... Sangat berisik, siapa sih? Abaikan saja lah,)" pikirnya.

Dia kembali berbaring tidur, tapi suara itu datang lagi dan semakin keras.

"Ahhh, hentikan!!" Dia berteriak sambil menutup telinga dengan rasa kesal karena suara berisik itu.

"(Hizzz, siapa sih... Awas saja, mengganggu waktu pagiku!)" Karena terganggu, ia menuju ke sumber suara itu yang berasal dari halaman kafe. Miya terkejut saat melihat Naneko sedang melubangi bagian bawah pagarnya.

"Kyyaaaa, apa yang kau lakukan pada pagar rapi-ku!!" Miya berteriak panik dengan wajah tak percaya.

Naneko menoleh dan berkata, "Aku melubanginya agar kucing liar bisa masuk."

"Apa kau bercanda? Bagaimana cara menarik mereka ke sini?!"

"Ya beli makanan kucing lah, apa kau punya?"

"Oh, tak perlu beli, aku itu punya semua stoknya," Miya menyela, membuat Naneko terdiam sedikit bingung.

"Ada apa dengan tatapanmu itu... Apa kau tidak percaya aku mempunyainya, huh?" tanya Miya, lalu Naneko menggeleng.

"Cih... Baiklah, jika kau tidak percaya, ikuti aku." Miya berbalik dan berjalan menuntunnya ke suatu ruangan.

Naneko tertegun saat Miya menunjukkan gudang penyimpanan makanan kucingnya.

"Bagaimana kau punya sebanyak ini?!" Naneko menatap tak percaya.

"Yah, ceritanya panjang sih. Aku mau mengoleksi saja. Kalau ada kucing, ya bakal aku kasih. Tapi sejauh ini, yang membuat mereka tidak mau datang adalah diriku ini. Mereka takut padaku. Aku sering berpikir, apa aku ini menyeramkan?" kata Miya.

"Itu hanya faktor biasa."

"Maksudmu?" tanya Miya bingung.

"Haizz, maksudku ada banyak faktor yang membuat kucing bertingkah seperti itu."

"Faktor? Apa saja faktornya?" Miya menatap penasaran.

"Ada banyak, di antaranya:

- Sosialisasi: Setiap anak kucing melalui masa kritis sosialisasi yang dimulai sekitar satu bulan kehidupan dan berakhir ketika mereka mencapai usia tiga bulan. Pada tahap ini, anak kucing belajar berhubungan dengan kucing lain, manusia, hewan lain, dan lingkungannya. Jika pada tahap ini kita lalai mengenalkan mereka pada orang-orang, mereka bisa tidak mempercayai manusia dan menganggap manusia sebagai ancaman.

- Trauma: Trauma dapat menyebabkan kucing menjadi takut pada orang lain atau hal-hal tertentu yang tidak terlihat oleh kita. Ketakutan ini bisa semakin parah jika tidak segera diatasi.

- Stres: Pindah rumah atau kedatangan bayi adalah perubahan besar yang dapat membuat kucing stres. Jika ada perubahan dalam kehidupan kucingmu, periksalah apakah ia menunjukkan gejala stres."

"Wow, mereka benar-benar seperti punya kisah menyedihkan. Tapi bagaimana cara membujuk mereka yang bersembunyi?" tanya Miya.

"Bersembunyi itu hal yang wajar. Kita harus berempati dan memahami bahwa kita tidak boleh mengganggu mereka. Sebaliknya, tawarkan tempat berlindung yang nyaman dan makanan yang disukai kucing. Dengan begitu, mereka akan keluar sendiri saat merasa aman."

"Tunggu, tunggu. Kucing yang melihatku itu, mereka takut seperti tersambar cahaya. Aku merasa aneh dan menganggap mereka menyeramkan juga," kata Miya.

"Hmm... Faktanya, kucing bisa melihat spektrum cahaya seperti sinar ultraviolet yang tidak bisa dilihat manusia. Jadi jangan heran jika mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang tidak terlihat olehmu."

"Wow... Jadi begitu, ya. Kukira kucingnya lagi stres," ujar Miya.

"Kalau stres, gejalanya beda. Mereka bisa jadi kehilangan nafsu makan, lebih suka bersembunyi, atau menjadi antisosial. Bahkan bisa lebih agresif terhadap kucing lain atau manusia."

"Apa karena itu kucing tidak mau bermain di sini? Mereka terlalu bosan, ya?" tanya Miya lagi.

"Kalau dibandingkan dengan kucing liar, ceritanya bisa berbeda. Sebagai hewan peliharaan, kucing suka mencari tempat yang tenang seperti di bawah meja atau di dalam kotak. Tapi kalau merasa takut, mereka cenderung menyembunyikan diri."

"Jadi mereka menghindari manusia hanya karena menganggap kita akan menyakiti mereka?"

"Tidak juga. Ada kucing yang percaya pada manusia. Di Jepang, ada kepercayaan tentang dewa kucing yang meningkatkan hubungan antara manusia dan kucing."

"Tapi itu sulit kalau harus terlihat seperti menyembah dewa kucing, bukan?" tanya Miya ragu.

"Haizz... Kau ingin lebih dekat dengan kucing?"

"Iya, banget!"

"Lalu yang di depanmu ini apa?" tanya Naneko.

"Hah? Apa maksudmu, bodoh? Aku bertanya soal interaksi kucing, dan sekarang kau malah mengatakan hal itu."

"Oh, kupikir kau penasaran denganku," ujar Naneko.

"Penasaran apa? Kau itu hanya siluman legenda dalam kisah patung kucing Jepang," jawab Miya sambil membuang wajah.

"Dan... Kenapa kau tidak menunjukkan rasa antusias karena melihat dewa kucing di sini?" tanya Naneko.

"Ha... Hahaha, aneh sekali kau mengatakan hal itu. Sudahlah, jangan bahas itu. Intinya, aku hanya menganggapmu sebagai teman yang tahu segala hal soal kucing," jawab Miya.

Seketika, Naneko terdiam mendengar itu.

"Jadi, mau makanan kucing yang seperti apa?" Miya menatap Naneko.

"Bukan aku, tapi kucing-kucing itu."

"Iya, aku tahu... Itu buat kucing, masa buat kamu."

"Kamu punya berapa jenis?" tanya Naneko.

"Oh, aku punya beberapa jenis. Ada makanan biasa, makanan mewah, tuna Alaska, churrot ayam, makanan bernutrisi, salmon, dan juga makanan kaleng."

"Banyak juga yang kau punya. Sekitar berapa biaya untuk makanan biasa?"

"Untuk makanan biasa itu murah, hanya 60 yen."

"Kalau makanan mewah?"

"Makanan mewah aku beli dengan harga 200 yen. Tuna Alaska 700 yen. Yang paling mahal adalah churrot ayam; bahkan lebih mahal dari semuanya. Aku hanya punya dua saja. Yang murah, sama seperti makanan mewah, adalah makanan kaleng dan salmon."

"Hm, kalau begitu kita mulai dengan tuna Alaska," kata Naneko.

"Apa? Kenapa tidak makanan biasa dulu? Tuna Alaska itu mahal," Miya menatap tidak setuju.

"Kau harus mulai dengan yang bagus untuk menarik perhatian kucing," ujar Naneko, sambil mengambil makanan tuna Alaska dan meletakkannya di halaman kafe.

"Memangnya kucing boleh makan tuna ya?" Miya menatap dengan nada meremehkan.

"Ikan tuna memiliki manfaat untuk kucing, di antaranya meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan tekanan darah, mengurangi peradangan, dan mendorong pertumbuhan pada kucing."

"Tapi yang aku tahu, risiko ikan tuna bisa menyebabkan kurang variasi atau memicu malnutrisi, lipidosis hati, kelebihan thiaminase, masalah perilaku, alergi, dan masih banyak lagi."

"Kamu salah. Risiko seperti itu hanya terjadi jika kucing berlebihan makan tuna. Memberi makan kucing juga harus bervariasi."

"Hah, begitu ya. Lalu bagaimana caranya memberi makan kucing secara teratur, apalagi harus bervariasi?" Miya tampak bingung.

"Atur Jadwal Makan Kucing: Sama seperti kita, kucing juga membagi waktu untuk tidur, bermain, dan makan. Jadi, kita harus tahu dan menjadwalkan kapan waktu terbaik untuk memberi mereka makan. Misalnya, beri makan siang dan malam hari, serta sedikit camilan di sore hari.

Berikan Makanan Bernutrisi: Ada banyak pilihan makanan kucing di pasaran. Pilih yang paling disukai kucingmu, tetapi pastikan mengandung nutrisi baik seperti karbohidrat, vitamin, protein, dan lemak sehat.

Berikan Sesuai Kebutuhan: Berikan porsi sesuai usia dan ukuran kucing. Anak kucing membutuhkan porsi berbeda dibandingkan kucing dewasa. Hindari memberi makan berlebihan agar kucing tidak obesitas."

"(Lelaki ini benar-benar tahu banyak soal kucing. Apa dia seperti yang dikatakan orang?) Naneko, kau ini seperti dewa kucing ya. Tahu semuanya," Miya menatap kagum, tetapi Naneko hanya menghela napas.

"Oh, aku sudah meletakkannya di mangkuk biru," kata Miya sambil menunjuk.

Naneko tidak sengaja melihat dua mangkuk lain di rak. "Kenapa kau tidak gunakan yang hijau atau merah muda?"

"Yang hijau untuk makanan bernutrisi, dan merah muda untuk churrot ayam," jawab Miya.

"Kalau begitu, gunakan ketiganya," ujar Naneko.

"Apa! Kau bercanda? Menggunakan semuanya sekaligus? Aku harus meletakkannya di mana?"

"Kita akan tahu mana yang paling disukai kucing. Lagipula, makanan ini kadaluarsa juga kalau tidak dipakai."

"Haiz... Terserah." Miya menghela napas dan meletakkan tuna Alaska di depan halaman.

Dia lalu melihat lubang di pagar. "(Aku ragu kucing akan datang. Bagaimana jika mereka alergi?)" Miya berpikir cemas.

Naneko mendekat dan ikut meletakkan dua makanan lainnya. "Sudah selesai. Tinggal tunggu saja. Jika makanan ini enak, kucing akan datang dan terus mengingat tempat ini."

"Apa mereka bisa memilih? Aku takut mereka alergi," Miya menatap khawatir.

"Kucing tidak punya alergi makanan sebanyak itu. Jenis alergi kucing lebih sering berasal dari lingkungan seperti serbuk sari, rumput, debu, atau produk pembersih," jawab Naneko.

"Apa kau serius?" Miya menatap heran. Naneko mengangguk, membuat Miya merasa lebih tenang.