Pertempuran di ruang tahta Morgoth mencapai klimaksnya dalam gejolak energi dan baja yang mematikan. Elara, dengan wajah pucat dan keringat membasahi pelipisnya, melepaskan serangkaian mantra yang mengesankan. Bola api melesat dari ujung tongkatnya, menghantam pasukan kegelapan Morgoth yang terus berdatangan, sementara pusaran angin yang ia ciptakan melindungi dirinya dan Kael dari serangan bertubi-tubi. Lyra, dengan kelincahan dan keahlian bertarungnya yang tak tertandingi, menari di antara musuh-musuhnya, belati kembarnya yang beracun meninggalkan jejak cahaya perak yang mematikan. Setiap tebasan dan tusukannya tepat sasaran, merobohkan orc dan goblin yang berusaha mendekatinya.Di tengah kekacauan pertempuran, Kael berhadapan langsung dengan Morgoth. Pedang Cahaya Bulan di tangannya, yang kini berdenyut dengan energi cahaya yang semakin kuat, berhasil menembus pertahanan Morgoth. Setiap tebasan meninggalkan luka bakar yang berasap pada kulit sang Penyihir Kegelapan, namun luka-luka itu sembuh dengan cepat karena kekuatan regeneratif Morgoth yang tampaknya tak terbatas.Morgoth, meskipun terluka, masih memancarkan aura kekuatan yang menakutkan. Matanya yang merah menyala dengan kebencian, dan suaranya yang serak terdengar seperti geraman binatang buas yang terpojok. "Kalian tidak akan pernah menang!" teriaknya, suaranya bergema di seluruh ruangan. "Kegelapan akan selalu ada, dan aku akan kembali!"Dalam serangan terakhir yang putus asa, Morgoth mengumpulkan seluruh energi gelapnya, membentuk bola energi hitam pekat yang berdenyut-denyut di tangannya. Bola energi itu tumbuh semakin besar, memancarkan aura kehancuran yang mengerikan. Kael dan Elara, yang sudah kelelahan karena pertempuran, menyadari bahwa mereka tidak akan bisa menghindar dari serangan ini.Namun, sebelum bola energi itu melesat ke arah mereka, Lyra melompat ke depan, tubuhnya menghalangi Kael dan Elara. Kalung bulan sabit di lehernya, yang sebelumnya memancarkan cahaya lembut, kini bersinar terang, seolah-olah menyerap energi gelap yang mengancam.Ledakan energi gelap yang dahsyat mengguncang kastil, menyebabkan dinding-dinding bergetar dan langit-langit runtuh. Saat asap dan debu menghilang, Lyra terbaring tak bernyawa di tanah, tubuhnya hangus dan kalungnya pecah berkeping-keping.Kael dan Elara berlari ke arah Lyra, hati mereka hancur berkeping-keping. Elara mencoba menggunakan sihir penyembuhannya, tetapi sudah terlambat. Lyra telah mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan mereka.Lyra Level: 16 HP: 0/110 Status: MeninggalElara menangis tersedu-sedu, memeluk tubuh Lyra yang tak bernyawa. Kael, meskipun merasakan kesedihan yang sama, juga dipenuhi dengan kemarahan yang membara. Ia mengepalkan Pedang Cahaya Bulan, cahayanya yang intens menyilaukan mata, dan berteriak, "Morgoth! Kamu akan membayar ini!"Kael menyerang Morgoth yang terlihat melemah akibat ledakan energi gelap sebelumnya. Meskipun Morgoth berusaha melawan, kekuatannya telah berkurang drastis. Kael, dengan amarah yang membara dan tekad yang tak tergoyahkan, berhasil menusuk jantung Morgoth dengan Pedang Cahaya Bulan. Sang Penyihir Kegelapan menjerit kesakitan, tubuhnya hancur menjadi debu hitam yang tertiup angin.Dengan kekalahan Morgoth, cahaya matahari kembali menembus kegelapan kastil, seolah-olah Eterra sendiri merayakan kemenangan mereka. Kael dan Elara, meskipun terluka parah, berdiri di tengah reruntuhan, lega karena telah mengalahkan musuh besar mereka.Mereka berlutut di samping tubuh Lyra, memberikan penghormatan terakhir kepada teman mereka yang pemberani. Mereka berjanji untuk tidak melupakan pengorbanan Lyra dan untuk terus menggunakan kekuatan mereka demi kebaikan.Dengan hati yang berat, mereka meninggalkan Kastil Morgoth, membawa tubuh Lyra. Mereka berjalan menuruni gunung, kembali ke Silverstream. Di sepanjang perjalanan, mereka mengenang Lyra, mengingat tawa riangnya, lelucon sarkastiknya, dan keberaniannya yang luar biasa. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah melupakan Lyra, dan bahwa semangatnya akan selalu bersama mereka.Sesampainya di Silverstream, mereka menguburkan Lyra dengan hormat di bawah pohon oak tua di tepi Sungai Silvermoon. Mereka menaruh bunga-bunga liar di atas makamnya, dan Elara mengucapkan mantra terakhir untuk Lyra, mengirimkan jiwanya ke alam baka dengan damai.Setelah itu, mereka kembali ke penginapan Silvermoon, di mana Profesor Alistair dan Nyonya Evelyn menyambut mereka dengan pelukan hangat dan air mata haru. Mereka menceritakan tentang pertempuran mereka melawan Morgoth dan pengorbanan Lyra. Profesor Alistair merasa sedih atas kehilangan Lyra, tetapi ia juga bangga dengan keberanian dan pengorbanan Kael dan Elara.Kael dan Elara menghabiskan beberapa hari di Silverstream untuk memulihkan diri dari luka-luka mereka. Mereka juga menggunakan waktu ini untuk merenungkan perjalanan mereka dan memikirkan langkah selanjutnya. Mereka tahu bahwa mereka masih memiliki banyak hal untuk dipelajari tentang Mata Dewa dan tentang diri mereka sendiri.Mereka memutuskan untuk melanjutkan petualangan mereka, menjelajahi Eterra dan menggunakan kekuatan mereka untuk kebaikan. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah melupakan Lyra, dan mereka akan selalu mengingat pengorbanannya. Mereka akan menjadi pahlawan yang Lyra inginkan, pahlawan yang akan melindungi Eterra dari kegelapan.