Chereads / The Status Seeker / Chapter 41 - Pemakaman Lyra dan Kesedihan yang Mendalam

Chapter 41 - Pemakaman Lyra dan Kesedihan yang Mendalam

Sinar matahari pagi yang hangat menyentuh lembut permukaan Sungai Silvermoon, menciptakan kilauan keperakan yang memukau. Namun, keindahan alam itu tidak mampu menghapus kesedihan yang menyelimuti hati Kael dan Elara. Mereka berdiri di tepi sungai, di bawah naungan pohon oak tua yang rindang, di samping gundukan tanah yang baru saja digali. Di dalam gundukan itu, terbaring Lyra, teman setia mereka yang telah mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan mereka dari serangan Morgoth.Sebuah batu nisan sederhana, terbuat dari batu sungai yang halus, tertancap di ujung gundukan tanah. Di atas batu nisan itu, terukir nama Lyra dan tanggal kematiannya. Elara, dengan mata berkaca-kaca, meletakkan karangan bunga liar yang ia kumpulkan di tepi sungai di atas makam Lyra. Bunga-bunga itu, meskipun sederhana, tampak indah dan harum, seperti jiwa Lyra yang murni dan berani.Kael, dengan wajah muram dan tatapan kosong, menatap makam Lyra dalam diam. Ia tidak bisa berkata-kata. Kesedihan yang ia rasakan begitu dalam, begitu menyakitkan, sehingga ia merasa seperti tercekik. Ia teringat akan tawa Lyra yang riang, lelucon-leluconnya yang sarkastik, dan keberaniannya yang luar biasa. Ia teringat akan semua petualangan yang mereka lalui bersama, semua rintangan yang mereka hadapi, dan semua kemenangan yang mereka raih. Ia teringat akan pengorbanan Lyra yang heroik, yang telah menyelamatkan nyawanya dan Elara.Ia mengaktifkan Mata Dewa, berharap bisa melihat status Lyra. Namun, yang ia lihat hanyalah sebuah batu nisan kosong.

Lyra Level: -

HP: -

Status: Meninggal

Air mata mengalir di pipinya, membasahi jenggotnya yang baru tumbuh. Ia tidak bisa menahan kesedihannya lagi. Ia terisak, bahunya bergetar, dan suaranya pecah saat ia mengucapkan selamat tinggal pada Lyra.Elara, yang juga menangis, memeluk Kael erat-erat. Mereka berdua terisak bersama, berbagi kesedihan dan kehilangan yang mereka rasakan. Mereka tahu bahwa Lyra tidak akan pernah kembali, tetapi mereka juga tahu bahwa semangatnya akan selalu bersama mereka.Setelah beberapa saat, mereka akhirnya melepaskan pelukan mereka. Mereka menatap makam Lyra dengan tatapan penuh kasih sayang dan hormat."Selamat jalan, Lyra," bisik Elara. "Kami tidak akan pernah melupakanmu."Kael mengangguk, lalu mengeluarkan pedang Cahaya Bulan dari sarungnya. Ia mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, lalu menancapkannya di tanah di samping makam Lyra."Pedang ini akan menjadi penanda makammu," katanya dengan suara yang mantap. "Pedang ini akan menjadi simbol keberanian dan pengorbananmu. Kami akan selalu mengingatmu, Lyra, pahlawan sejati Eterra."Mereka berdiri di sana selama beberapa saat, memandangi makam Lyra dengan perasaan haru dan bangga. Matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan warna-warna merah, jingga, dan ungu yang indah. Angin sepoi-sepoi bertiup, membawa aroma bunga liar dan suara gemericik sungai.Kael dan Elara tahu bahwa mereka harus melanjutkan perjalanan mereka. Mereka harus menghormati pengorbanan Lyra dengan melanjutkan perjuangan mereka melawan kegelapan. Mereka harus menjadi pahlawan yang Lyra inginkan, pahlawan yang akan melindungi Eterra dari kejahatan.Dengan tekad yang membara di hati mereka, mereka berbalik dan meninggalkan makam Lyra. Mereka melangkah menuju Silverstream, meninggalkan Pegunungan Bayangan di belakang mereka. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan penuh bahaya, tetapi mereka tidak takut. Mereka memiliki satu sama lain, mereka memiliki Mata Dewa, dan mereka memiliki semangat Lyra yang akan selalu membimbing mereka.