Sementara itu Neko membuka kamar milik Hwa yang terlihat seperti kamar anak pada umumnya. Dia menyalakan lampu dan perlahan mendekat ke meja belajar Hwa.
Ia juga menemukan sebuah buku tulis. "(Ini terlihat seperti buku pelajaran biasanya?... Apa Hwa juga melakukan sesuatu yang lain di sini?)" ia berpikir diam lalu membukanya. Hanya ada tulisan rapi milik Hwa. Tapi saat di lembar yang banyak Neko berhenti mengganti lembar karena di satu lembar buku itu ada gambar yang terlihat sangat susah hanya menggunakan pensil arsir saja.
Neko terdiam. "(Hwa hanyalah lelaki kecil yang hampir berumur 10 tahun... Seharusnya kemampuan ini adalah kemampuan seseorang yang berusia 20 tahun ke atas. Tapi dia memiliki keterampilan yang seperti ini... Padahal aku sama sekali tak suka menggambar, tapi putra ku sendiri benar benar menggemarinya...)" dia terdiam serius. "(Meskipun Hwa sudah bilang beberapa kali bahwa dia selalu menggambar, tapi dia tak pernah menunjukan kemampuan hebatnya menggambar, justru dia hanya ingin aku memuji soal pekerjaan sekolah yang umum... Padahal keterampilan ini sungguh sangat langka...)"
Tapi tiba tiba ada suara dari luar pintu. Ia berjalan dan membukanya.
Neko terdiam biasa karena itu kim tapi ia juga agak bingung karena Kim terengah engah dengan luka di seluruh tubuhnya seperti habis bertarung. "Nona Neko.... Anda baik baik saja?!" dia menatap panik.
"Ada apa?" Neko menatap. Lalu ia melihat ke belakang Kim. Terlihat banyak orang suruhan yang berserakan di sana di kalahkan oleh kim sendiri.
"Mereka akan mengincar anda, belum di ketahui mereka suruhan dari siapa... Sepertinya aku harus melaporkan ini pada Tuan Felix," kata Kim. Neko menjadi terkejut diam melihat orang orang itu. "(Siapa yang mereka incar?!)" Neko terdiam. Tapi tiba tiba ada sebuah mobil yang datang, mobil itu langsung masuk saja ke kawasan rumah besar itu.
Neko dan Kim yang melihat itu menjadi terdiam. "(Siapa tamu yang akan datang?)" pikir Kim.
"Apa yang kau tunggu, cepat bereskan ini semua. Di rumah ini tak ada orang selain kita, kau harus bekerja keras membersihkan mereka," kata Neko.
"B... Baik," Kim membalas dan menyeret satu persatu orang orang suruhan yang tumbang itu ke tempat yang lain.
Lalu keluar lah seorang wanita dengan warna bibir merona dari mobil itu.
Dia berjalan dengan sangat menggoda, ia menatap ke Neko.
"Permisi, apakah ini benar rumahnya Tuan Felix?" tanya wanita itu. Rupanya wanita itu adalah wanita yang di pikirkan Felix, yang bertemu Felix di jembatan saat itu. Dia adalah Naika. Dia sendiri mengaku bernama Naika.
Neko terdiam dengan lirikan nya di mulut wanita itu. "(Warna bibir itu, jika tidak salah?)" ia mulai teringat warna lipstik di kemeja Felix saat itu. Seketika Neko terkejut baru sadar sesuatu. "(Waktu itu.... Aku memang menyadari adanya noda lipstik itu, apalagi ketika dia menggunakan wajah profesional yang begitu tenang... Aku tak tahu apa yang dilakukan pria itu, tapi berhubung dia selalu mengatakan bahwa aku adalah miliknya, aku tidak percaya dia bermain dengan wanita lain... Tapi, apakah ini fakta yang sebenarnya?)"
"Ehem, apa kau baik baik saja? Kau pelayan di sini kan?" tatap Naika dengan nada merendahkan, ia tidak tahu siapa Neko untuk Felix.
Dengan hati kesal, Neko harus berpura pura. "Ya, aku pelayan di sini. Apa kau mencari nya?" tatap Neko menawar soal Naila yang mencari Felix.
"Ya, di mana dia sekarang?"
"Menjemput seseorang."
"Um.... Benar benar deh, Tuan Felix sekarang sibuk... Seharusnya dia tidak akan sibuk untuk ku kan..." dia bersikap sangat centil.
Hal itu membuat Neko kesal. "(Sial.... Siapa dia sebenarnya?! Berani beraninya bersikap sangat centil seperti pelacur... Dia memang terlihat seperti bekas pelacur, tapi kenapa dia terlihat seperti seseorang yang penting?)"
"Hiz... Sudahlah, tak apa, aku akan menunggu... Tapi, kapan dia pulang?"
"Mungkin sore nanti."
"Itu masih lama, kalau begitu aku pergi saja. Besok aku akan bertemu dengan nya. Jangan lupa beri tahu dia kalau aku ke sini...."
"Kenapa kau tidak langsung ke kantornya saja?" tatap Neko.
"Oh itu ide yang bagus, di mana kantor nya?"
"Jika bisa tahu, apa keperluan mu dahulu, dia tak bisa di ganggu," kata Neko sambil menyilang tangan. Ia juga menggunakan nada datarnya.
"Hmp.... Di ganggu? Aku bisa datang kapan pun tanpa di tuduh mengganggu, aku kekasihnya Felix, dia akan menikah dengan ku, Felix tidak mungkin menolak ku. Setelah sekian lama aku tidak bertemu dengan nya, tapi aku tahu dia pernah berjanji padaku akan menikahi ku... Aku adalah jiwa yang tenang untuk nya..." balas Naika.
Seketika wajah Neko menjadi dingin dengan lirikan nya, ia mengeluarkan aura gelap. Berani sekali Naika berkata seperti itu di depan istri Felix sendiri.
Tapi Neko mencoba tidak gegabah, ia diam dan hanya tersenyum kecil. "Kekasihnya ya, aku harap dia benar benar mau..."
"Hm? Apa yang baru saja kamu katakan?" Naika menatap bingung.
"Kupikir Tuan Felix itu tidak memberikan undangan pernikahan padamu? Dia menikahi seseorang bukan? Dan sepertinya kau tidak dapat undangan nya karena kau tidak tahu..."
"Hah apa?? Felix sudah menikah?! Dengan siapa?! Apa dia lebih cantik dari aku??! Apa dia lebih lembut dari pada aku?! Aku wanita sempurna di sini..." Naika menatap menyombongkan.
"Sepertinya itu hanya pernikahan yang buruk, jika kau berpikir dia masih memikirkan mu, mungkin dia ingin menikahi mu," kata Neko. Sepertinya dia akan bermain main dengan kata katanya.
"Oh ya jelas..." sehingga Naika bisa semakin percaya diri menyombongkan dirinya.
--
Sore nya Felix dan Hwa sudah kembali. Tapi di rumah tak ada Neko.
"Selamat datang kembali Tuan Felix dan tuan kecil," Kim datang menyambut mereka.
"Di mana Amai?" tatap Felix dengan serius.
"Nona Neko ada di kamar nya," balas Kim.
"Hwa, bisa kau ke kamar duluan?" tatap Felix pada Hwa.
"Baik Ayah," balas Hwa yang berjalan ke kamarnya.
Lalu Felix masuk ke kamar Neko. Terlihat di sana Neko tengah berbaring di ranjang dengan membelakangi nya. Selimutnya memang menutupinya tetapi tidak menutupi kaki dan pahanya yang terlihat, sepertinya dia memakai celana pendek.
"(Apa dia sedang tidur sore? Bukankah itu tidak baik untuk kesehatan nya?)" pikir Felix sambil melepas bajunya dan masuk ke kamar mandi. Ia mandi karena telah pergi sangat lama bersama Hwa, setelah itu keluar dengan hanya memakai handuk menutupi pinggang nya dan kepalanya.
Ia menoleh ke Neko yang masih tertidur.
Neko terlihat tidur lelap dengan tubuh yang miring membelakangi nya.
Lalu terdengar suara bisikan. "Amai," dari Felix membuat wajah Neko agak memerah meskipun ia tertidur. Felix berbaring di samping Neko.
Tapi. "Ah...!" Neko terkejut karena kedua tangan Felix meraba perut dan dada Neko dari belakang.
"Lihat ini, kau seharusnya merasakan kulitmu sendiri," kata Felix. Satu tangan nya masuk ke paha Neko.
"(Tangan nya.... Sangat dingin,)" pikir Neko sambil mencoba menutup matanya menahan rasa geli itu.
"Apakah ini hanya sebuah perasaan ku, tubuh mu begitu panas, apakah ini karena kau berada di bawah selimut selalu? Atau aku yang habis mandi air dingin ini?" tanya Felix.
"Kau sangat dingin," balas Neko.
Tapi tiba tiba saja Felix mengangkat Neko membuat Neko terkejut dan mendarat di atas tubuh Felix. Alhasil Neko terbaring di atas tubuh Felix dan tangan Felix mengusap pelan punggung Neko.
"Apa yang kau.... Lakukan?" Neko mencoba bangun tapi karena rasa nyaman itu, ia menjadi perlahan mengantuk dan menutup mata tertidur di atas tubuh Felix.
Sementara itu Hwa berada di kamarnya tengah mengerjakan pelajaran tertentu. Ia lalu melihat ke jam dinding menunjukan hampir petang gelap.
"(Oh benar,)" ia menjadi teringat sesuatu, lalu beranjak dari kursinya dan pergi ke dapur. Di dapur ada ember kecil, ia membuka ember itu dan terlihat seekor ikan besar yang berenang di sana.
"(Hehe ikan ini sangat besar, siapa lagi yang menangkapnya jika bukan Ayah.... Kami memutuskan membawa pulang yang besar...)" ia tersenyum sendiri. Rupanya dari memancing nya yang sangat lama, ia mendapat satu ekor ikan yang terlihat enak jika di masak. Kebetulan Syung ha baru saja datang dan langsung ke dapur melihat Hwa di sana.
"Tuan kecil, apa yang anda lakukan di sini?" tatap nya lalu Hwa menoleh. "Oh Syung ha, aku ingin ikan ini di masak."
"Wah, sangat besar... Apa anda ingin memakan nya?"
"Ya, aku ingin memakan nya bersama Ayah dan Ibu, bisa kau ajari aku cara membuatnya?" tatap Hwa.
"Tentu, ingin yang di goreng atau di panggang?" balas Syung ha.
"Um... Ayah dan Ibu lebih suka yang mana?"
"Mungkin panggang, itu akan lebih enak."
"Ya, itu saja.... Ayo Syung ha cepat buat," kata Hwa dengan semangat.
"Haha baik baik."
Di sisi lain, ponsel Felix berbunyi dari kamar itu membuat Neko terbangun membuka mata duluan.
Dia mengusap kedua matanya dan menyadari tidur di atas tubuh Felix, dia langsung turun dan mendengar Felix yang mendengkur sangat pulas.
Neko terkejut mendengarnya, bahkan dia terdiam menatap nya lama apalagi mendengarkan itu.
"Pft...." di susul tertawa kecil.
Tapi ponsel Felix terus berbunyi di meja dekat situ dan ia mencoba melihat itu dari siapa.
Ponsel itu menunjukan nomor saja yang menghubunginya. Neko menjadi terdiam bingung, lalu mencoba mengangkat itu.
Kemudian mendengarkan. "Halo... Felix?" suara wanita muncul. Neko langsung menuadari suara itu bahwa suara itu dari Nalika.
"Halo Felix?"
Neko langsung menjawab. "Maafkan aku, dia sedang sibuk sekarang..." sambil menatap ke Felix yang pulas.
"Oh, begitu ya, kalau begitu aku akan menghubungi nya besok..." Nalika langsung menutupnya, tapi Neko sangat kesal di sini. Dia bahkan melempar ponsel Felix sampai mengenai perut Felix membuat Felix terkejut langsung membuka mata. Setengah tidur menatap ke Neko.
"Apa? Apa yang terjadi?" dia menatap setengah jiwa.
Tapi Neko kesal dan berjalan pergi membuat Felix terkejut. "Amai? Kenapa?"