Dalam kekacauan yang melanda kota Tempest, Zilka mendapati dirinya terlempar ke dunia Tensei Slime Datta Ken. Saat serangan dari Falmuth dan Gereja Suci Barat menggemparkan kota, Zilka terperangkap di tengah-tengah pertempuran sengit. Dalam upayanya untuk melarikan diri, ia secara tragis terjatuh dari ketinggian yang mengancam nyawa.
"(Di sensor akibat perkataan kasar), ADA APA INI!?!?" pikir Zilka, hatinya berdebar keras.
Waktu tampak melambat saat Zilka terperosok ke dalam hampa udara. Suara derap langkah para prajurit dan suara letusan sihir bergema di sekelilingnya. Dalam momen-momen kepanikannya, Zilka berusaha keras untuk mencari tempat yang aman untuk mendarat, meskipun tanah yang keras dan berbatu tampak seperti sebuah ancaman yang tidak terhindarkan.
Dengan gemuruh peperangan yang menggelegar di sekitarnya, Zilka menemukan dirinya terjatuh dari ketinggian yang mengancam nyawanya. Angin memekakkan telinganya sementara ia berusaha keras untuk menjaga keseimbangannya. Dalam keadaan panik yang melumpuhkan, ia mencari-cari tempat yang aman untuk mendarat.
Suasana kacau dan bising dari serangan yang terus-menerus memperlambat setiap gerakannya, membuatnya terasa seperti berada dalam waktu yang terdistorsi. Dengan mata yang membelalak dan hati yang berdegup kencang, Zilka berjuang untuk menahan diri dari hantaman tanah yang keras.
Berbagai upaya telah zilka lakukan untuk memindahkan tempat ia mendarat akan tetapi sepertinya usahanya sia sia. Zilka mendarat tepat diatas jalan berbatu, yang membuatnya begitu histeris dan bergidik.
"ā¦" sampai tidak bisa berkata kata, Zilka menyiapkan diri untuk hantaman keras.
Setelah jatuh dengan keras, Zilka mendarat tepat di atas jalan berbatu, menciptakan lubang besar yang memecah permukaan tanah. Dengan tubuh yang terasa remuk namun keberanian yang masih tersisa, Zilka bangkit dari tempatnya terjatuh dan memandangi sekeliling dengan penuh kebingungan.
"Apakah ini nyata?, kenapa aku masih hidup?" gumam Zilka, matanya memperhatikan reruntuhan dan kekacauan di sekitarnya. Suara-suara peperangan masih bergema di kejauhan, tetapi Zilka terfokus pada kebingungannya sendiri, mencoba mencerna situasi yang tidak masuk akal ini.
-----
Dengan fokus yang tinggi, aku berusaha mencerna situasi dan meraba-raba untuk bergerak dari tempatku terjatuh. Namun, di tengah-tengah kekacauan dan kebingungan yang memenuhi pikiranku, suara seseorang prajurit berkuda memotong kebisingan di sekitar.
"Ayo, cepatlah! Kau harus melarikan diri!" desak prajurit itu, suaranya keras dan penuh urgensi.
Aku mengangguk cepat, merasakan denyut adrenalin memenuhi tubuhku saat aku bangkit dari tanah. Meskipun tubuhku terasa remuk dan terluka, tekadku untuk bertahan hidup memimpin langkah-langkahku menuju keselamatan. Dengan hati yang berdegup kencang, aku berusaha untuk mengikuti perintah prajurit itu dan berlari menjauh dari lokasi pertempuran.
Prajurit itu berlari meninggalkanku dengan cepat, meninggalkanku dalam kebingungan dan kepanikan. Aku terdiam sejenak, tidak tahu harus kemana atau apa yang harus kulakukan. Dalam keputusasaanku, aku menyadari bahwa aku harus mengandalkan diriku sendiri untuk melarikan diri.
"Ī¤ĪĪ”Ī ĪĪĪANA!?!?" desisku dalam kepanikan, suara kebingungan dan ketakutan memenuhi udara yang tercemar oleh bau gosong dan darah goblin.
Aku berjalan-jalan di sekitar, hatiku berdegup kencang saat aku melihat pemandangan mengerikan di sekelilingku. Tubuh-tubuh goblin terbaring berserakan, tertusuk oleh panah dan pedang, sementara aroma darah yang menusuk hidungku membuatku bergidik. Aku merasa jijik dan terganggu oleh pemandangan yang mencekam ini, tetapi aku tahu bahwa aku harus tetap bergerak untuk menyelamatkan diri dari kekacauan ini.
Aku merasa aneh dengan tubuhku, sambil berpikir mengapa tubuhku terasa aneh, serta mengapa rambutku menjadi berwarna putih, aku berlari dengan pasti. Sambil menjaga keseimbangan.
Akan tetapiā¦, sepertinya keberuntungan ku rendah.
"Jangan lari kau!!, manusia sialan!!!" Goblin membawa tombak dengan tatapan menyeramkan, seperti ingin membunuhku.
Dengan hati yang berdebar kencang, aku berdiri di hadapan goblin bertombak yang menghadang jalanku keluar dari hutan ini. Keberadaannya menambah rasa panik yang melilit diriku, dan aku menyadari bahwa aku tidak punya banyak pilihan.
Dengan hanya tangan kosong sebagai senjata, aku merasa tidak berdaya di hadapan kekuatan goblin yang tampak begitu kuat. Pikiranku berputar cepat, mencari cara untuk mengatasi situasi ini tanpa kehilangan nyawaku.
Tiba-tiba, sesuatu memuncak dalam diriku. Meskipun aku tidak memiliki senjata, aku memiliki keinginan untuk bertahan hidup. Dengan mata berkaca-kaca dan tekad yang membara, aku siap untuk menghadapi goblin tersebut, meskipun aku tahu pertempuran ini akan menjadi pertarungan yang tidak mudah.