(Chapter 8)
Radit menahan pukulan beruntun Jacob dengan semangat untuk menundukkan Radit sepenuhnya. Radit memperhatikan jalur serangan tinju Jacob, tenang dan fokus. Jacob tidak berhenti berbicara dan menyerang, "Kau hanyalah rakyat jelata yang berani menghadapiku, orang yang berstatus lebih tinggi, dan kau mencari kematian untuk melawanku!"
Radit membalas dengan bertarung seperti berandal yang tidak punya aturan, dia bisa membalas Jacob dengan berbagai trik yang dia buat.
"Sialan mataku!"
"Makan ni bangsat!"
Radit melemparkan pasir ke mata Jacob lalu meninju wajahnya sekuat tenaga hingga Jacob terjatuh.
"Wah curang sekali, hahahaha~" Beberapa ksatria terkikik puas melihat Radit melakukan itu, dan tidak ada yang mengkritik Radit atas perilakunya seperti itu.
Yang Radit sadari dari awal adalah jika dia melawan Jacob dengan jujur, dia tidak yakin bisa menang. Dan dengan cara curang yang dia bisa ia lakukan.
"Kau rakyat jelata yang pengecut, bertarunglah seperti ksatria, dasar bajingan! Bertarunglah seperti ksatria, sialan!"
"Aku bukan seorang ksatria. Kau memerintahku seperti itu. Kau pasti bodoh..."
Banyak orang berpikir dan saling memandang sesuai dengan perkataan Radit, dan semua yang dia katakan berarti bahwa Radit sendiri bukanlah seorang ksatria yang bertarung secara adil.
"Dasar anak pelacur, anak anjing, anak babi! Mataku!"
"Kau banyak bicara!" Radit terus memukul Jacob hingga wajahnya babak belur dan lebam parah.
Setelah beberapa menit, Jacob tidak sadarkan diri. Orang yang muncul adalah Thomas, tersenyum canggung.
"Itu cara yang sangat tidak adil, Radit."
"...maaf ini tidak layak untuk ditonton..."
Thomas sengaja melihat untuk mencari sesuatu yang menarik dan yang dia temukan adalah kejutan yang dipilih Radit.
"Tidak buruk untuk menang seperti itu."
Ketika Thomas melaporkan apa yang terjadi pada Lyra yang tidak bisa berkata-kata, dia tampak bingung sejenak dan menyuruh Thomas pergi. "Dia melakukan itu?" Lyra memikirkan masa lalu.
Kembali pada Radit yang sedang bersama Martha yang terlihat cemas, "Kamu bertengkar dengan Tuan Jacob, dia seorang bangsawan..."
"Orang itu keterlaluan, aku tidak tahan…"
Seorang kesatria mendatangi mereka. "Yang Mulia memanggilmu, Radit."
"Yang Mulia memanggilku?"
"Ya, cepat pergi.."
"Baik." Radit menoleh ke arah Martha, "Marta, aku pergi dulu."
"Ya…" Martha menjadi khawatir saat melihat Radit pergi.
Tatapan acuh tak acuh itu membuat Radit begitu gugup hingga tak berani menatap Lyra secara langsung.
"Apakah kamu tahu apa yang kamu lakukan dan apa yang akan kamu dapatkan?"
"Saya minta maaf, Yang Mulia. Saya tahu kesalahan saya. Saya terbawa emosi, sehingga terjadi sesuatu yang sudah diketahui Yang Mulia..."
"Jika kamu melakukan hal yang sama, aku tidak akan membiarkannya."
Saat Radit melihat Jacob lagi, dia terlihat sangat marah, tapi tidak menghiraukannya. Jacob juga tidak bisa bertindak gegabah seperti sebelumnya saat mendapat peringatan keras dari Thomas.
Menulis di buku hariannya sebelum tidur, Radit memikirkan semua yang dilakukannya. "Tidak mungkin aku tidak marah setelah mendengarkan si idiot itu."
Dia berpikir untuk menjadi lebih kuat. Dia tidak menyangka Jacob menjadi orang yang kuat. Dia menyadari betapa jauhnya kekuatan mereka saat perkelahian dimulai.
"Butuh waktu untuk menjadi lebih kuat. Aku harus memikirkan cara untuk bersikap tidak adil dalam pertarungan. Itu bukan masalah. Yang penting jangan sampai dipukuli." Ia memutuskan untuk tidur, memejamkan mata, dan berencana melanjutkan keesokan harinya seperti biasa.