Chereads / ISEKAI SIALAN / Chapter 9 - Chapter 9

Chapter 9 - Chapter 9

(Chapter 9)

Radit mengayunkan pedangnya dengan canggung, gugup karena Lyra menatapnya lama sekali. Hal ini menjadi sangat sulit karena penontonnya adalah seorang wanita muda yang sangat cantik. "Bos cantik, aku benar-benar jadi gila..." Radit kembali sadar, dan setiap ayunan pedang kayunya mengeluarkan suara tertiup angin.

"Haa!"

Dibandingkan dengan semua orang yang hadir, Radit paling lemah, tapi dia baru saja memulainya. Dibandingkan dengan mereka yang sudah berlatih, kini perkembangan Radit bisa dikatakan sebuah keajaiban.

"Tidak buruk."

Radit menoleh dan menjawab: "Terima kasih, Yang Mulia."

"Teruslah lakukan ini dan kamu akan menjadi lebih kuat di masa depan."

Saat waktu istirahat dimulai, Martha menghampiri Radit dan memberinya minuman. Lyra melihat semua ini, lama menatap kedekatan hubungan keduanya, berbalik dan berjalan pergi.

"Kamu bekerja keras sekali, jangan terlalu memaksakan diri." Martha menatap Radit yang membalasnya dengan senyuman.

"Apa kamu merasa cemas?"

Martha tersipu malu: "... aku sangat cemas, jadi ingatlah baik-baik, ya?"

"Ya, aku akan mengingatnya."

Mendebarkan, gembira, dia merasakan sesuatu yang dia pikir tidak akan pernah datang lagi, sesuatu yang disebut jatuh cinta? Radit merasa malu dan canggung "Kami terlihat seperti pasangan yang serasi..." Dia tidak bisa tidur malam itu, dia keluar kamar dan berjalan sebentar, namun saat dia berbelok di tikungan, dia terkejut. Karena di depannya ada Lyra Silverleaf.

"Yang Mulia..."

"Kamu belum tidur..."

Bertanya dengan wajah tanpa ekspresi, Radit merasa gugup di hadapan Lyra yang menatapnya seperti itu. Melihat tidak ada orang di sekitar yang menjaga Lyra, Radit menjadi bingung. Lyra menanggapi pikirannya dan berkata: "Saya bisa mengatasinya." Dia berbicara dengan tenang dan melanjutkan: "Saya akan jalan-jalan, ikutlah dengan saya. "

"Ya... Yang Mulia..."

Radit mengikutinya dengan tenang ke tempat yang mereka tuju yaitu sebuah taman, menurut Radit malam itu cukup menakutkan, meski ada cahaya dari lampu taman Batu Ajaib. Tak jauh dari situ banyak bola cahaya kecil yang menari-nari, yang menurut Radit adalah kunang-kunang.

"Apakah kamu takut dengan kunang-kunang di malam hari?" Lyra masih melangkah maju.

Radit menjawab pertanyaan: "Ya, bagaimana Anda bisa mengetahuinya, Yang Mulia?"

"Hanya menebak bahwa orang seperti itu adalah seseorang yang kukenal."

Lyra melanjutkan: "Dia bilang di kampung halamannya bahwa kunang-kunang berasal dari kuku orang mati..."

Radit kaget dengan pernyataan tersebut, karena di tanah kelahirannya itulah mitos yang paling terkenal.

"Kebetulan di kampung halaman saya juga ada cerita seperti itu."

Radit berpikir dalam hati: 'Apakah ada orang Indonesia di dunia ini selain aku?'

Radit menjadi penasaran dan bertanya: "Yang Mulia, bolehkah saya bertemu dengan kenalan yang baru saja Anda sebutkan?"

Lyra berhenti dan berbalik, dan tiba-tiba Radit berhenti, "Tidak." Lyra melanjutkan, "Kamu tidak bisa bertemu dengannya."

Satu hal yang menurut Radit adalah kemungkinan yang buruk, tapi jawaban langsungnya adalah: "Dia sudah tidak ada lagi di dunia ini."

"... saya minta maaf... saya turut berduka..."

Tatapannya tampak lembut, dan wajah yang semula tanpa ekspresi kini memiliki ekspresi sedikit sedih, yang membuat Radit menyadari bahwa wanita muda ini sedang mengingat masa lalunya.

"Kamu tidak akan dianiaya di sini," katanya.

"Terima kasih, Yang Mulia. Saya berhutang segalanya pada Anda."

Lyra memejamkan mata dan menjawab, "Kamu sangat mirip dengan orang yang kenal itu alasanku."

Radit secara kasar menebak bahwa orang itu mirip dengan dirinya.