(Chapter 2)
Rasa sakit dan pegal di tubuh sungguh membuat frustrasi di dunia ini sangat berbeda dengan bumi, dimana Anda di sini sebagai budak dan seorang yang hina pelaku kejahatan. Suara benturan dari beliung, rasa perih di telapak tangan, semua rasa itu membuatnya semakin jatuh dalam lamunan.
"Radit, wajahmu terlihat pucat."
"Aku baik-baik saja..."
Rasa jijik saat melihat bubur di mangkuk kayu yang terlihat entah itu bubur gandum atau kotoran sudah tidak bisa dibedakan, sungguh menjijikan. Radit tak dapat menemukan rencana apa pun, ia yang tak punya kemampuan tidak yakin bisa lari dari tempat itu.
"Apa aku akan di sini sampai aku mati, ah..."
Dia tertawa dengan lemah, ia mengingat bahwa ia tidak pernah melakukan kejahatan dalam hidupnya saat ia ada di bumi. Dia hanya salah satu masyarakat yang hidup dalam kekurangan. "Apakah karena hidupku miskin, aku menjadi seperti ini dalam kehidupan ini?" Dia merasa ini sungguh tidak adil, seharusnya banyak perubahan yang dia dapatkan.
Dia bukanlah seorang pahlawan yang di pesta pahlawan, kesendirian menjadi pemandangan yang menyedihkan. Apa gunanya dalam kehidupan di dunia lain seperti ini? Sungguh sialan dia terpilih dan menjadi budak. Suatu hari, orang-orang berkumpul karena ada bangsawan yang akan datang ke tambang.
"Lyra Silverleaf..."
Radit tidak mengingat nama itu. Dia mencoba mengingat game, novel, bahkan komik yang pernah dibacanya, tapi tidak ada nama yang serupa.
Meskipun menjadi budak, banyak yang mengidamkan memiliki tempat tinggal yang aman di bawah perlindungan seorang bangsawan. Radit terpesona sejenak saat melihat seorang wanita yang kini bergabung dengan kelompok yang mirip ksatria. Wanita itu menyiratkan keanggunan musim semi dengan wajah cantiknya dan rambut putih yang membedakannya dari yang lain. Tatapannya tajam tanpa ekspresi, menciptakan aura yang mengesankan dan menakutkan.
Setiap orang dipanggil berdasarkan nomor urutnya, dan ketika Radit, nomor 203, dipanggil, ekspresi wajah wanita itu sedikit berubah, dan banyak yang terkejut saat Radit terpilih.
"Nomor 203, siapa namamu?"
"Aku... Radit..."
Tatapan jijik dari para ksatria membuatnya tidak nyaman saat dia ikut dengan mereka. Apakah ini merupakan awal yang baik atau bahkan lebih buruk, dia tidak bisa membayangkan sebelum benar-benar memasuki kehidupan barunya sebagai seorang budak. Di antara barang-barang yang diangkut ada sebuah kereta kuda yang dia naiki bersama barang bawaannya.
Dia merasa bingung mengapa wanita itu memilihnya. Apakah dia akan menjadi korban? Dia merasa tidak yakin apakah budak memiliki hak asasi manusia. 'Selain itu, ini bukanlah bumi tempat segala aturan sama,' pikirnya.
"Monster menyerang! Bersiaplah dalam posisi perlindungan bagi Yang Mulia!" Teriakan seorang pria diikuti oleh sorak-sorai semangat dari para pendengarnya.
Dalam dunia fantasi, terdapat makhluk yang dikenal sebagai Goblin. Mereka tidak seperti yang biasa diceritakan dalam komik, tidak kerdil, dan memiliki wajah yang menyeramkan, jauh berbeda dengan persepsi umum. Meski begitu, mereka menjadi target para ksatria yang kuat dan membunuh mereka tanpa belas kasihan.
"Mereka hanya makhluk rendahan."
"Benar-benar ceroboh untuk mencoba menyergap kami."
Semua ksatria itu memamerkan kebanggaan dan kesombongan setelah kemenangan mereka. Sementara wanita yang turun dari kereta hanya melihat mereka dengan acuh tak acuh.
"Waktu terakhir mereka bertindak aktif adalah tahun lalu," gumam wanita itu dengan suara yang rendah dan dingin.