"Tenang dong sha, kalau kamu kayak gini aku gak bisa konsen lo nyetirnya" Ucap Saka saat keduanya sedang berada di jalan menuju rumah sakit.
"Maaf mas? " Ucap Masha tidak enak hati.
"Tenang, oke sha? , berdoa saja, semoga tidak ada apa-apa" Ucap Saka.
Selama perjalanan tak ada obrolan antara Saka dan Masha. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Saka fokus dengan jalanan sementara Masha sibuk bermunajat memohon pada sang pemilik hidup.
Sampai diparkiran rumah sakit, tanpa menoleh kebelakang Masha segera berlari ke bagian IGD, Saka yang melihatnya hanya geleng-geleng saja. Tapi ia paham dengan apa yang dilakukan Masha.
"Mama" Masha berjalan dengan tergesa-gesa saat melihat sang mama yang tergolek lemas di brangkar ruang UGD itu. Cemas sekali Masha melihat keadaan sang mama. Perasaannya campur aduk dan tak kuasa menahan air matanya.
"Mama kenapa? Tadi pagi mama masih baik-baik saja, kenapa sekarang kayak gini" Ucap Masha dengan terus menangis.
"Satu-satu dong sha kalau bertanya, mama baik-baik saja, tadi pinggang mama sakit banget, mama coba untuk menahan gak taunya malah pingsan, eh bangun-bangun sudah ada di sini" Jelas mama Arum. Meski masih lemah tapi mama Arum mencoba untuk kuat agar tidak semakin membuat Masha khawatir.
"Kok bisa sih ma, mama bikin aku takut lho, sampai pikiranku kemana-mana. Takut banget aku ma" Rengek Masha, membuat sang mama tersenyum melihat putri bungsunya.
"Do'ain saja ya sha semoga tidak terjadi apa-apa sama mama, mama juga takut kalau ternyata mama kenapa-kenapa, padahal setiap sebulan rutin chek up"
"Sha..."seseorang menepuk bahu Masha " Jangan nangis gitu, jelek tau" Ucap mas Faruq, kakak pertama Masha yang baru saja datang.
"Mama kenapa mas? "
"Sarafnya ada yang kejepit, tadi pingsan karena mama gak kuat nahan sakitnya makanya pingsan, ini mau mas carikan kamar biar di rawat saja, terus dapat pemeriksaan lanjutan" Jelas mas Faruq membuat Masha sedikit lega.
"Kok bisa mendadak saraf mama kejepit mas, emang mama ngapain?"
"Perasaan mama gak ngapa-ngapain tadi sha, bantu di dapur juga tidak. Mas juga kaget tadi waktu mama pingsan"
"Mama tadi habis gendong si gembul" Ucap mama lirih tapi cukup tak luput dari pendengaran kedua anaknya. Keduanya pun terkekeh, hingga jadi bahan atensi orang-orang yang ada di ruangan itu. Dan langsung saja menutup mulut masing-masing.
Gembul adalah anak kedua mas Faruq, badannya memang gemuk untuk ukuran anak seusianya. Padahal sudah berulang kali mas Faruq meminta mama untuk tidak menggendong si bungsu, tapi mana mungkin mama Arum melewatkan momen menggemaskan cucunya itu. Meski berakibat sangat fatal, tapi mama Arum senang.
Dari jauh sepasang mata elang melihat interaksi keluarga itu, tersenyum senang.
"Sha..." Suara Saka membuat ketiga orang itu kompak melihat ke arah sumber suara.
"Oh ya ampun...." Ucap Masha sambil menepuk kedua tangannya, dia lupa kalau tadi ke rumah sakit diantar Saka.
"Lho Saka? " Mama Arum terlihat kaget saat ada Saka diantara mereka.
"Kok bisa ada di sini? "
Saka tersenyum lalu menyalami mama Arum dan mas Faruq ramah.
"Assalamu'alaikum tan? Apa kabar? " Sapa Saka ramah.
"Waalaikumsalam, kabar tante sedikit kurang baik ka, kamu lihat aja sekarang tante ada di brangkar rumah sakit kayak gini" Ucap mama sambil terkekeh. "Ternyata sudah tua ya mama sha, nggendong gembul saja langsung masuk sini" Membuat yang lain terkekeh.
"Ya mama sih karung beras di angkat ya hasilnya kayak gini. Aw....." Balas Masha tapi langsung mendapat pukulan manis dari sang mas.
"Enak saja anakku dikatain karung beras" Ucap mas Faruq sebel sambil mengusak kepala sang adik.
"Ampun mas, becanda doang ah. Sensi amat. Oh ya mas, mas Saka ke sini sama aku, tadi montor aku bocor ma bannya, waktu di bengkel ketemu sama mas Saka, terus sekalian diantar ke sini. Masalahnya motor aku belum beres ma, kalau nunggu pasti lama" Jelas Masha dan diangguki oleh semua orang.
"Yah ngrepotin Saka dong, makasih ya Saka sudah nganter Masha" ucap mam Arum.
"Sama-sama tan, tadi juga kaget aja lihat Masha ada di tempat aku" Ucap Saka.
"Makasih ya Saka, maaf ngrepotin. Tapi kalau boleh tahu, kamu ini temannya Masha? " Tanya mas Faruq, karena selama ini tidak pernah melihat sang adik memiliki teman lawan jenis.
" Dia anak teman mama ruq, tante Murni, kalau kamu masih ingat" Sahut mama Arum.
"Tante Murni yang punya toko sembako juga kan? Yang ada di pasar besar? " Tanya mas Al memastikan.
"Iya, yang dulu sering beliin kamu jajan kalau ke sini mas" Mama Arum mengingatkan.
"Iya ingat ma, ya ampun gimana ya kabar tante Murni sekarang? Lama banget lho gak ketemu" Ucap mas Faruq
"Alkhamdulilah baik dan sehat mas" Jawab Saka.
Keempat orang itu pun akhirnya larut dalam tembang kenangan lama yang pernah terjadi dalam hidup mereka. Obrolan keempatnya terhenti saat seorang suster memindahkan Mama Arum ke ruang perawatan. Untuk pemeriksaan lebih lanjut karena mas Faruq memutuskan agar mama di opname.
"Kamu sudah makan sha? " Tanya mas Faruq saat mereka berada di ruang perawatan sang mama.
"Belum mas, kenapa? "
"Makan dulu gih, ajak Saka juga. Kasihan masak dari tadi kamu diemin" Ucap mas Faruq lirih.
"Ih mas sajalah, aku malu"
"Kok mas sih, kan kamu yang ke sini bareng dia, ayo sana " perintah mas Faruq.
Masha menatap Saka yang sedang ngobrol dengan sang mama. Setelah sedikit berpikir akhirnya Masha mengangguk dan mengajak Saka ke kantin rumah sakit.
"Mama kok kayaknya akrab gitu sama Saka, Masha juga" Tanya mas Faruq penasaran.
"Kan dari kecil mama memang sudah kenal ruq"
"Bukan itu maksudku ma, kalau mama emang udah lama kenal, tapi kan Masha beda ma, biasanya dia antipati gitu sama laki-laki"
Sang mama tersenyum saat melihat kecurigaan sang anak.
"Pasti ada misi terselubung kan ma? " Tebak mas Faruq dan langsung diangguki mama Arum.
"Menurut kamu gimana? Anaknya baik Ruq, dia dewasa, mandiri juga. Mama pikir cocok lah buat Masha. Yang pasti mama udah kenal juga sama mamanya"
" No komen lah ma, mama tahu sendiri kan si Masha kayak apa, dari dulu kalau urusan jantan susah sekali"
"Mama berharap kalau bisa sih mereka berjodoh , mama kasihan sama adikmu itu. Traumanya itu.....ah mama jadi merasa bersalah " Ucap mama Arum sendu mengingat masa lalu.
"Jangan di ingat ma, semua sudah berlalu. PR kita memang berat, tapi mau gimana juga kalau dipaksa takutnya malah berakibat buruk buat si Masha. Kita mesti pelan-pelan. Meski aku juga berharap kalau Saka sama Masha bisa berjodoh sih ma. Ya kan siapa tahu"
"Mama tu sedih banget ruq, Masha sudah 29 tahun, mama takut sampai tua Masha sendiri. Di sini mama yang salah, maaf ya ruq" Mama Arum tak kuasa lagi menahan tangisnya. Mas Faruq mendekat dan memeluk sang mama untuk menguatkan.
Usianya saat itu sudah cukup untuk memahami apa yang terjadi. Jadi meski Faruq kecewa dengan kedua orang tuanya, tapi sebagai anak Faruq tak bisa menghakimi mereka. Semua telah terjadi, Faruq hanya berharap apa yang terjadi kepada kedua orang tuanya tidak menimpa dirinya dan kedua adiknya.
.
.
.
.