Remy melirik kiri dan kanan, melihat villa-villa besar di sepanjang perjalanan, dia kagum dengan arsitek dunia ini, atau mungkin hanya dia yang tidak begitu tahu tentang gaya arsitektur.
"Itu rumahku." Ucap Silvia sembari menunjuk rumah besar berlantai dua dengan taman di sampingnya.
Remy melihat rumahnya, besar dan megah dengan gerbang yang tinggi, Remy berhenti di depan rumah nya, dia melirik ke samping, "Apakah kamu ingin aku bantu untuk turun?"
"Um, tidak usah, aku akan menelpon ayah ku yang berada di rumah." Ucap Silvia sembari menyalakan handphone.
"Bahkan kalau aku membantu mu, itu tidak akan merepotkan'ku kau tahu?" Ucap Remy, dia membuka pintu mobil dan keluar, berjalan ke sisi Silvia.
"Aku juga merasa tidak enak kalau hanya menunggu keluargamu yang membantu sedangkan aku hanya diam." Lanjutnya, membuat Silvia sedikit mengangguk.
Dia membantu Silvia bangun dan menuntun nya ke depan gerbang.
Remy menekan bel, beberapa saat gerbang terbuka dan memperlihatkan wanita paruh baya, ketika wanita paruh baya itu melihat Remy lalu ke Silvia, dia terkejut.
"Nona, kamu kenapa?"
Dia tampak khawatir dan mempersilahkan Remy untuk masuk, saat masuk Remy melihat beberapa anggota keluarga menghampiri diri nya dan Silvia.
Beberapa anggota yang merupakan orang tua dan Adik perempuan Silvia terkejut dengan kedatangan seorang pria yang menuntun Silvia.
Sang ibu buru-buru menghampiri Silvia, "Silvia, ada apa dengan kakimu?" Ucap Ibu nya yang bernama Susan, dia membantu Silvia untuk berbaring di sofa panjang.
Remy berkata, "Maaf, membuat kalian khawatir, Silvia tidak sengaja terkilir dan sudah agak membaik tapi masih perlu membutuhkan peristirahatan."
Ibu dan ayah Silvia menghela nafas lega, mereka berterima kasih kepada Remy yang telah mengantar nya.
"Kamu seperti tidak asing." Ucap Ayah nya Silvia yang bernama Roma, dia memandang wajah Remy yang tampak pernah melihat di suatu tempat.
"Ah, paman, aku Remy, aku pernah datang bersama ayahku di hari ulang tahun mu yang ke-57." Ucap Remy sambil mengelus kepala belakang nya.
"Oh! Aku akhirnya ingat, pantas saja mengapa wajah mu terlihat familier haha..." Ucap nya sambil menepuk bahu.
"Apakah kakak baik-baik saja?" Ucap seorang anak kecil memandang Silvia yang tengah berbaring.
"Kakak baik-baik saja, Sintia." Ucap Silvia kepada Adik nya sambil mengelus kepalanya.
Remy tersenyum, dia melirik orang tua Silvia dan ijin untuk pamit, namun di tahan oleh Susan yang mengajak nya makan bersama, merasa tidak enak hati kepada Remy yang sudah mengantar jauh-jauh.
Roma pun mengangguk setuju, karena Remy merasa tidak enak saat di desak, dia pun akhirnya ikut makan bersama.
Saat di meja makan, perlakuan mereka sangat ramah kepada Remy, dan adik kecil Silvia yang berusia lima tahun juga sangat menyukai Remy dan sering mengajaknya mengobrol dengan kekanak-kanakan di meja makan.
Selesai makan, mereka mengobrol sebentar, dan ketika Remy mengangkat tangan nya dan melirik jam tangan nya, dia terkejut melihat jarum jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
'Alamak, aku mati.'
"Sudah sangat malam, bagaimana kalau kamu menginap saja?" Ucap Ayah Silvia dan istirnya mengangguk setuju.
Lagi pula Orang tua Silvia sangat mengenali keluarga Remy, selain teman bisnis, Ayah Silvia juga yang menempatkan Silvia ke perusahaan Remy dan Mario juga setuju dengan itu.
"Maaf, tapi aku ada urusan di rumah." Ujar Remy dengan ekspresi bersalah.
"Ayolah, kak, nanti aku tunjukkan boneka-boneka'ku!" Ucap Dina adik nya Silvia, dia menahan kencang tangan Remy.
"Bukankah Dina sekolah besok? Lebih baik tidur karena sudah malam." Ujar Remy mengelus kepala Dina.
"Hmm, besok minggu, apa kakak pura-pura tidak tahu?" Balas Dina cemberut.
Silvia tertawa kecil melihat Remy yang tidak bisa berkata-kata.
"Dina, jangan paksa Kak Remy, ayah ibu nya pasti menunggu nya di rumah." Ucap Susan dengan lembut, menarik tangan Dina yang menahan Remy.
Meskipun sedih dia pun melepaskan tangan Remy, berbalik dan memeluk ibu nya, menangis dalam pelukan ibu nya.
Meskipun hanya beberapa jam di rumah itu, tapi Remy sudah mengambil hati Keluarga Silvia.
"Maaf, lain kali aku berkunjung aku akan membawa boneka besar." Ucap Remy menghibur Dina.
Kepala Dina berbalik, mata nya berbinar ketika melihat ke arah Remy dan berkata, "Benarkah?"
Remy tak bisa berkata-kata melihat akting Dina yang berpura-pura menangis sebelumnya.
Dia mengangguk, "Benar, dan itu boneka yang akan bergerak."
"Wow!" Seru Dina tambah bersemangat, sedangkan di sofa, Silvia memasang ekspresi sedikit aneh ketika mendengar Remy akan membawa boneka besar.
Remy keluar di temani ketiga nya sampai ke depan gerbang, sampai di dalam mobil, Dina melambai dan Remy juga membalas.
Setelah itu mobil Remy pun hilang dari pandangan ketiga nya.
"Kamu sangat menyukai Kak Remy'kan?" Ucap Roma menggendong putri nya.
"Ya, Kak Remy sangat baik! Apa mungkin dia pacar Kak Silvi?" Ucap Dina dengan polos.
"Eh, dari mana kata-kata mu berasal? Pasti dari drama yang ibu mu sering tonton." Keluh Roma melirik istrinya.
"Sembarangan." Susan mendengus.
Mereka masuk ke dalam sambil tertawa bersama.
...
Dalam perjalanan kembali dia memikirkan perkataan Silvia, saat Silvia membicarakan Baymax di mobil sebelumnya.
Silvia mengatakan bahwa Baymax bisa memindai diri nya dan tahu seluk beluk rasa sakit nya, di situ Silvia memuji Baymax terus menerus. Tapi Remy hanya membalasnya beberapa kata sambil tersenyum.
Tapi dalam hati nya, dia sendiri merasa terkejut, saat memindai tubuh pasien, perlu nya kamera definisi tinggi untuk membantu Baymax memindai.
Tapi saat mendengar Silvia berkata seperti itu, dia terkejut, apakah Baymax berkembang dengan sendiri nya?
Meskipun Remy membuat fitur beradaptasi dengan lingkungan, tapi fitur itu belum di coba.
Tapi sepertinya tidak perlu percobaan lagi.
Dia sudah sangat tidak sabar dan bersemangat untuk mulai membuat tubuh Baymax!
...